Rakornas Pariwisata di Bali Cetuskan Istilah Nomadic Tourism, Apa Itu?

Rakornas Pariwisata I 2018 digelar di Bali Nusa Dua Convention Center 22-23 Maret.

oleh Ahmad Apriyono diperbarui 22 Mar 2018, 15:24 WIB
Diterbitkan 22 Mar 2018, 15:24 WIB
Albin dan Kevin
Albin dan Kevin berlayar menggunakan perahu dengan membawa barang dagangan ke Pink Beach, Taman Nasional Komodo, Sabtu, (9/10). Mereka berlayar dari Pulau Komodo menggunakan perahu kecil berbahan bakar solar. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Liputan6.com, Jakarta Dalam Rakornas Pariwisata I 2018 yang digelar di Bali Nusa Dua Convention Center hari ini, Kamis, 22 Maret, Menteri Pariwisata Arief Yahya memperkenalkan istilah "nomadic tourism" kepada semua peserta rapat. Menurut Arief Yahya, nomadic tourism akan menjadi konsep pariwisata di Indonesia yang akan mendunia.

PIC Program Nomadic Tourism, Waizly Darwin, menurut informasi yang diterima Liputan6.com mengatakan, intinya nomadic tourism dari sisi aksesibilitas menginginkan konsep yang simpel. Dengan konsep ini, wisatawan bisa lebih cepat sampai ke destinasi. Apalagi Indonesia merupakan negara kepulauan, aksesibilitas yang tepat dan dianggap sangat efektif adalah seaplane, helicopter city, dan lifeboat. “Untuk aksesibilitas, dibutuhkan solusi yang sesuai. Aksesibilitas fokus ke kondisi sekarang yang sedang tren. Kebutuhan ini harus dikejar karena pengembara dunia suka akses yang simpel. Ketiga moda itu sangat mengakomodasi. Jumlah seaplane harus ditambah karena saat ini jumlahnya hanya puluhan. Momentumnya pas, pemerintah banyak lakukan deregulasi,” terang Waizly. 

Selain aksesibilitas, nomadic amenitas juga harus dikembangkan. Amenitas yang disiapkan juga harus sesuai selera para pengembara dunia zaman now ini. Ada beberapa treatment untuk nomadic amenitas ini, seperti glamping camp, caravan, dan juga homepods

Weizly menerangkan, nomadic tourism secara umum harus memberikan sensasi baru bagi para traveler dunia.

“Para pengembara dunia ini suka kejutan. Harus ada sesuatu yang baru agar dicermati. Fokuskan semua dari kebutuhan customer. Sebab, atraksi di Indonesia itu luar biasa,” katanya menambahkan.

 

Fokus di 10 Destinasi Prioritas

Pink Beach
Pasir pantai yang berwarna merah jambu berasal dari batuan koral yang hancur di lautan. Versi lain mengatakan, warna merah jambu berasal dari hewan mikroskopik bernama foraminifera. (Liputan6.com/ M Husni Mubarok).

Dijelaskanya, aksesibilitas dan amenitas nomadic tourism untuk sementara akan difokuskan untuk 10 Destinasi Prioritas atau Bali Baru. Ada empat destinasi yang dijadikan pilot project, yaitu Danau Toba, Labuan Bajo, Mandalika, dan juga Borobudur. 

“Sementara nomadic tourism difokuskan di empat destinasi Bali Baru tersebut. Semua akan diupayakan di sana. Harapannya, ini bisa ditiru oleh destinasi lainnya,” katanya lagi. 

Aksesibilitas dan amenitas kekinian memang diperlukan untuk mendukung atraksi. Terlebih, destinasi pariwisata Indonesia unggul secara nature, culture, dan juga manmade

“Atraksi pun idealnya sesuai dengan selera mereka. Indonesia bagus di semua lini atraksi. Indonesia nomor satu dunia untuk digital nomad. Kondisi ini tentu jadi potensi besar yang harus dioptimalkan dengan dukungan aksesibilitas dan amenitas. Sebab, jumlah pengembara dunia sangat besar,” ujar Waizly lagi. 

 

Jumlah Backpacker di Dunia

Pink Beach
Di sekitar Pink Beach juga terdapat beberapa destinasi wisata yang kalah indahnya, antara lain Pulau Rinca dan Pulau Padar. (Liputan6.com/ Ahmad Ibo).

Menurut data Kementerian Pariwisata, jumlah backpacker saat ini di dunia mencapai 39,7 juta orang. Mereka terbagi dalam tiga kelompok besar, yaitu flashpacker atau digital nomad memiliki potensi sekitar 5 juta orang. Mereka menetap sementara di suatu destinasi sembari bekerja. 

Kelompok lainnya adalah glampacker atau familier sebagai milenial nomad. Glampacker ini jumlahnya 27 juta orang di dunia. Mereka mengembara di berbagai destinasi dunia yang Instagramable. 

Kelompok pengembara dunia lainnya adalah luxpacker atau luxurious nomad. Kaum luxpacker ini berjumlah 7,7 juta orang. Mereka mengembara untuk melupakan hiruk pikuk aktivitas dunia. 

“Kesimpulannya adalah, kita harus tau apa yang mereka mau. Kesemua elemen ini harus dipelajari. Perilaku para pengembara ini seperti apa, itu juga harus diketahui. Bahkan, destinasinya seperti apa yang mereka mau juga harus dipetakan. Semua akan dibedah satu per satu di Rakornas,“ tegasnya. 

 

Simak juga video menarik berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya