Pesona Gunung Semeru, dari Legenda, Mitos, sampai Fenomena Alam Langka

Gunung Semeru kembali mencuri perhatian lewat fenomena Semeru bertopi yang viral di media sosial. Di luar itu, banyak cerita lain yang tersimpan soal gunung tertinggi di Pulau Jawa ini.

oleh Asnida Riani diperbarui 12 Des 2018, 11:15 WIB
Diterbitkan 12 Des 2018, 11:15 WIB
Gunung Semeru
Gunung Semeru bertopikan awan saat pagi hari. (Akun twitter Sutopo Purwo Nugroho ‏@Sutopo_PN)

Liputan6.com, Jakarta - Gunung Semeru megah berdiri membatasi pemandangan, menimbulkan decak kagum atas lanskap menawan di Kabupaten Malang dan Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Namanya pun bisa membangkitkan memori berbeda bagi tiap orang.

Ya, Mahameru memang bisa diinterpretasi dari banyak sudut. Mungkin keindahannya bisa jadi legenda di baliknya. Tak ketinggalan pula mitos-mitos yang menghiasi eksistensi gunung berapi tertinggi di Pulau Jawa tersebut.

Legenda yang paling sering terdengar bahwa Mahameru merupakan gunung yang dipindahkan para dewa dari India untuk membuat Jawa tak lagi terombang-ambing ombak Samudra Hindia dan Laut Jawa. Ia dimaksudkan jadi tiang pancang bagi Jawa agar bisa ditinggali manusia.

Namun saat proses pemindahan, gunung tersebut berceceran bagian-bagiannya. Maka, terciptalah rangkaian gunung-gunung yang terbentang dari barat hingga timur Jawa. Diceritakan, tubuh Mahameru yang berat jatuh berdebum menjadi Gunung Semeru.

Sementara, puncaknya dijatuhkan di selatan Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, dan akhirnya menjelma menjadi Gunung Penangggungan. Tak berhenti di situ, Gunung Semeru juga lekat dengan mitos blank 75.

 

Gunung Semeru
Gunung Semeru. (Foto: Dok. Tim Ekpedisi 7 Summits in 100 Days)

Akhir tahun lalu, Tri Hardiyanto, juru bicara tim ekspedisi 7 Summits Indonesia in 100 Days menceritakan, blank 75 yang biasa dikenal dengan sebutan jalur tengkorak atau the dead zone merupakan suatu area di arah timur laut atau berbelok ke arah kanan dari arah puncak.

"Itu jurang sedalam 75 meter banyak makan korban. Kebanyakan pendaki yang tersesat, jatuh, atau hilang karena dia jalan sendiri di cuaca buruk. Mereka terlalu asyik turun lewat jalur pasir, tanpa disadari sudah ada di bibir jurang," ungkap Tri.

Menurut penuturan Tri, ada mitos soal para pendaki mengikuti pendaki lain turun saat cuaca buruk, tapi orang yang diikuti hilang dalam kabut. Namun, para pendaki tetap mengikutinya. Alhasil, tanpa disadari mereka malah terjerumus ke dalam jurang.

"Ini alam, kita tidak bisa memahami, tapi kita bisa belajar. Alam mengajarkan kita banyak hal, bahwa kita tidak bisa berdiri dan berjalan sendiri tanpa bantuan orang lain," kata Tri soal mitos seputar blank 75 di Gunung Semeru.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Fenomena Alam di Gunung Semeru

Lapisan es di Semeru
Lapisan es dengan ketebalan dua sentimeter ditemukan di jalur menuju Mahameru atau puncak Gunung Semeru (Foto: Dok. Tumpang Camp Adventure/JawaPos.com)

Gunung Semeru nyatanya juga bisa diingat lewat deretan fenomena alam yang terbilang langka. Seperti yang tertangkap pada Senin, 10 Desember 2018, saat awan seperti topi tampak menaungi puncak Semeru.

"Gunung Semeru bertopi. Puncak gunung tertutup awan jenis lentikularis atau altocumulus lenticularis. Awan ini terbentuk akibat adanya pusaran angin di puncak. Ini fenomena alam biasa saja. Tidak usah dikaitkan dengan mistis, apalagi politik," tulis Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho di akun Twitter @Sutopo_PN seperti dikutip Rabu (12/12/2018).

Merupakan penampakan tak biasa, Sutopo bahkan menyarankan pasangan yang mau menikah untuk menjadikan Semeru bertopi sebagai latar foto pre-wedding. "Sungguh memesona! Cintamu akan terus terayomi meski ada turbulensi di hatimu," katanya.

Sebelum awan seperti topi, fenomena salju di jalur pendakian menuju puncak Semeru juga sempat diperbincangkan pada pertengahan April 2018 lalu. Lapisan es seperti salju ditemukan di sejumlah titik di blok puncak bayangan, beberapa meter sebelum menggapai puncak Mahameru.

Polisi Hutan (Polhut) pada Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) yang menemukan fenomena alam langka tersebut memperkirakan, cuaca saat itu mencapai 0 derajat, bahkan minus, sehingga memunculkan salju.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya