Mengenal Kebaya Lebih Dekat

Selain sesuai pakem, perkembangan zaman membuat kebaya hadir dengan sentuhan yang bervariasi.

oleh Putu Elmira diperbarui 08 Okt 2019, 18:01 WIB
Diterbitkan 08 Okt 2019, 18:01 WIB
Komunitas Perempuan Berkebaya Indonesia
Komunitas Perempuan Berkebaya Indonesia mengadakan diskusi bertajuk Rumpi Kebaya di Pekan Kebudayaan Nasional (PKN), Jakarta. (Liputan6.com/Putu Elmira)

Liputan6.com, Jakarta - Sebagai busana tradisional perempuan Indonesia, pamor kebaya tak pernah luntur dari masa ke masa. Perkembangan zaman memang melahirkan padu padan kontemporer, namun kebaya sesuai pakem tetap selalu terjaga.

Kebaya merupakan salah satu jenis blus dengan ciri khusus pada bagian kerah dengan bagian belakang yang berdiri. Ada pula belahan opening dan closing di bagian depan.

Menurut akademisi tata busana dari UPI, Suciati, kebaya memiliki pangkal lengan lurus dan harus lengan panjang. Siluet samping berkurva sampai sepanggul atau pertengahan antara panggul dan lutut yang bernama kebaya panjang.

"Kebaya merujuk salah satu jenis garmen blus. Pada bagian bottom pakai kain tradisional Indonesia. Selebihnya ada pula pemakaian sanggul, penataan rambut yang ditekuk, selendang, selop, longtorso, dan hand bag," kata Suciati pada diskusi Rumpi Kebaya di Pekan Kebudayaan Nasional di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (8/20/2019).

Pada diskusi yang digelar oleh Komunitas Perempuan Berkebaya Indonesia tersebut, Suciati juga menyebut terdapat beberapa jalur kebaya. Sebut saja kebaya adati, struktur tata busana yang dipakai untuk acara adat ditiap daerah dengan detail khusus merujuk pada daerah tersebut.

"Lalu ada kebaya etnik Nusantara, kebaya sehari-hari dengan beragam model. intinya pada detail model kerah depan, panjang pendek atau panjangnya kita lihat ciri dari daerah mana," lanjutnya.

Ada pula kebaya nasional dengan pakem secara nasional dan kebaya kontemporer yang padu padan tidak lagi mengikuti standar kebaya klasik. Pemakaian kebaya kontemporer biasanya dilengkapi dengan aksesori tertentu.

"Kebaya etnik merujuk pada aturan daerah, sedangkan kontemporer bukan lagi busana tradisi tetapi lebih ke fashion, bukan lagi berdasarkan aturan baku atau pakem," tutur Suciati.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Kebaya di Era Globalisasi

Komunitas Perempuan Berkebaya Indonesia
Komunitas Perempuan Berkebaya Indonesia mengadakan diskusi bertajuk Rumpi Kebaya di Pekan Kebudayaan Nasional (PKN), Jakarta. (Liputan6.com/Putu Elmira)

Tak dapat dipungkiri di tengah perkembangan zaman dan era globalisasi, ada begitu banyak hal yang seragam saat ini. Melihat itu, aktivis sekaligus politisi yenny Wahid menyebut perlu adanya upaya menonjolkan ciri khas sebagai bangsa.

"Salah satunya (upayanya) adalah dengan berkebaya yang menampikan keunikan kita sebagai bangsa dan tidak ada bangsa lain yang menyerupai. Berkebaya menghidupkan budaya. Living culture di Indonesia banyak sekali," ungkap Yenny pada kesempatan yang sama.

Menghidupkan budaya bangsa lewat berkebaya disampaikan putri Abdurrahman Wahid ini memiliki beragam efek. "Penguatan sense of identity punya imbas pada ekonomi, industri tradisional menciptakan lapangan pekerjaan baru," tambahnya.

Upaya tetap melestarikan kebaya juga dicanangkan lewat kampanye Selasa Berkebaya yang dicetuskan Komunitas Perempuan Berkebaya Indonesia. Langkah ini pula yang turut dilaksanakan di Kementerian Keuangan RI.

"Juli kemarin saya melihat posting di Facebook perempuan berkebaya. Kebetulan di Kementerian Keuangan banyak pejabat perempuan. Setingkat direktur punya grup WhatsApp saat itu terima video itu dan disambut baik (untuk berkebaya)," kata Endah Martiningrum, Direktur Evaluasi Akuntansi dan Settlement DJPPR Kementerian Keuangan.

Ide berkebaya pun disambut baik oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Akhirnya disetujui dalam satu bulan ditentukan berkebaya, tepatnya Selasa pekan pertama.

"Pegawai beragam usia (berkebaya) dengan bawahan masih ada yang pakai rok dan batik. Ini disambut baik oleh teman-teman," lanjutnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya