Perjuangan Okke Hatta Rajasa Padankan Kain Tradisional dengan Modernitas

Upaya ini dilakukan Okke Hatta Rajasa lewat program yang dilakukan bersama Cita Tenun Indonesia.

oleh Asnida Riani diperbarui 06 Nov 2019, 09:03 WIB
Diterbitkan 06 Nov 2019, 09:03 WIB
Okke Hattara Jasa
Okke Hattara Jasa jadi pemateri di Simposium Kain Tradisional ASEAN 2019 di Royal Ambarrukmo, Yogyakarta, 5 November 2019. (Liputan6.com/Asnida Riani)

Liputan6.com, Yogyakarta - "Saya sadar benar bahwa kain tradisional menemani orang Indonesia sehari-hari, dari lahir sampai meninggal dunia," kata Okke Hatta Rajasa saat jadi pemateri Simposium Kain Tradisional ASEAN 2019 di Yogyakarta, Selasa, 5 November 2019.

Karenanya, pelestarian kain tradisional agar tetap hidup jadi satu hal yang tak bisa ditawar. Dalam perjalanan, warisan leluhur yang sarat akan nuansa tradisional ini nyatanya ditantang berbagai faktor serba modern.

Fenomena ini ditanggapi Cita Tenun Indonesia (CTI), organisasi non-profit gagasan Okke, dengan inovasi yang memadankan kedua faktor tersebut. Terbosan ini dinamakan Adu Manis, padanan dua jenis kain tenun dengan sentuhan songket dari Jawa, Bali, dan Sumatera.

Motif ini, sesuai cita-citanya, merupakan penyempurnaan metafor dari sekian tahun pengalaman CTI untuk menyulap tekstil sebagai refleksi tradisi dengan tak melupakan sentuhan modern agar tak tergerus arus deras waktu.

"Upaya kami fokus pada menyegarkan sekaligus memperkenalkan kembali tradisi ini ke gaya hidup sekarang," sambung besan Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono, tersebut.

Menurut Okke, tradisi yang diinterpretasi dalam bentuk kain tradisional ini dinilai krusial. Hal ini lantaran jadi pondasi awal untuk memahami nilai unik dan tak ternilai dari kebiasaan yang diadaptasi sekian banyak penduduk Indonesia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Kolaborasi dengan Ide Tak Biasa

Okke Hattara Jasa
Okke Hattara Jasa jadi pemateri di Simposium Kain Tradisional ASEAN 2019 di Royal Ambarrukmo, Yogyakarta, 5 November 2019. (Liputan6.com/Asnida Riani)

Perjalanan CTI dalam menjembatani kain tradisional dengan modernitas juga dilakukan lewat kolaborasi antar pihak. Sebut saja mulai dari pengrajin lokal, desainer, hingga kolektor.

Prosesnya biasa dimulai dengan pemetaan berdasarkan penelitian yang dilakukan di area tertentu. Titik beratnya berkonsenterasi pada tradisi yang masih eksis dan ragam warisan sangat mungkin masih applicable.

Pelatihan dan program bakal diaplikasikan selama satu tahun dengan empat hingga enam kunjungan. Kunjungan ini bakal berupa wawancara mendalam dan penentuan pola untuk menentukan strategi selanjutnya.

Di beberapa kesempatan, CTI bahkan memberi tantangan, termasuk memproduksi busana dengan modifikasi motif original, juga penambahan warna. Tantangan ini dibantu dengan pembiayaan dari pihak CTI.

Dengan variasi, lebih dari 10 tahun, CTI telah menyelesaikan pelatihan di sekian banyak wilayah, termasuk Halaban dan Palembang di Sumatera, Baduy, Banten, Garut, Jawa Barat, bagian utara dan selatan Jawa Tengah, Bali, Sulawesi Tenggara, Sambas, Kalimantan Barat, Lombok, Sumba Timur, Manggarai Barat, Flores, serta Tidore, Maluku Utara.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya