Liputan6.com, Jakarta - Tak terasa usia cucu kelima Sultan Hamengku Buwono X sudah menginjak satu tahun. Pertambahan usia itu dirayakan Raden Mas Radityo Mandhala Yudo dengan menjalani upacara tedhak siten.
Dilansir dari laman kratonjogja.id, Sabtu (30/11/2019), upacara yang menandai fase bayi menuju anak-anak itu berlangsung pada Minggu, 24 November 2019, di Pendapa Keraton Kilen. Dalam upacara tersebut, selain Sultan HB X, ada pula GKR Hemas, dan tentu kedua orangtua RM Radityo, yakni GKR Bendara yang akrab disapa Jeng Reni dan KPH Yudanegara.
Advertisement
Baca Juga
Prosesi diawali dengan pembacaan doa. Selanjutnya, cucu Sultan HB X itu digendong orangtuanya untuk sungkem kepada kakek dan neneknya. Radityo selanjutnya dituntun sang ayah berjalan menginjak tujuh tampah berisi tanah serta jadah tujuh warna, yakni putih, kuning, merah, cokelat, biru, hijau, ungu.
Prosesi dilanjutkan dengan minggah andha tebu, yakni dituntun memanjat tangga yang terbuat dari batang tebu. Setelah turun, bocah lelaki itu dibawa masuk ke dalam kurungan ayam berukuran besar.
Di dalam kurungan itu disiapkan berbagai macam barang dan mainan. Tangan Radityo berhenti pada figur wayang. Tepuk tangan pun bergemuruh saat ia memilih benda itu.
"Barang yang dipilih mengandung harapan semoga kelak Raden Mas menjadi pribadi yang senantiasa teguh menjaga kebudayaan," tulis laman tersebut mengartikan pilihan cucu Sultan Hamengku Buwono X tersebut.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Maksud Tedhak Sinten
Prosesi masih belum selesai usai Radityo mengambil wayang. Ia selanjutnya menjalani siraman yang dilakukan oleh GKR Hemas, BRAy Puger, dan GKR Mangkubumi. Usai siraman, RM Radityo berganti busana padintenan dengan kain dan surjan.
Berikutnya, prosesi congkokan, yaitu dituntun oleh kedua orangtua dengan membawa tongkat congkok dari batang tebu yang atasnya diberi ikatan ayam panggang. Kegiatan itu ditutup dengan menyantap hidangan dan berbagi sedekah kepada para undangan.
Tedhak Siten bisa disebut pula dengan upacara menginjak tanah. Upacara itu menjadi simbol perubahan fase bayi yang semula lebih banyak dalam buaian menjadi dominan beraktivitas di tanah.
Tanah adalah ruang sekaligus media belajar. Selain itu, upacara tersebut juga bertujuan untuk mengungkapkan rasa syukur atas tumbuh kembang sang buah hati serta memohon keselamatan agar terhindar dari marabahaya.
Advertisement