Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Covid-19 memengaruhi segala aspek kehidupan, tak terkecuali para perempuan yang berprofesi sebagai peneliti. Ada yang terpaksa mengalihkan pekerjaan mereka ke rumah, ada pula yang tetap harus ke luar rumah dan bersinggungan langsung dengan virus SARS-CoV2.
Adaptasi menjadi keniscayaan. Hal itu pula yang dilakukan Sri Fatmawati, seorang peneliti dan dosen di Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Analitika Data Institut Teknologi Surabaya (ITS). Ia memindahkan ruang kerjanya ke rumah sembari harus mengasuh empat anaknya yang kini belajar di rumah.
Advertisement
Baca Juga
"Dapur akhirnya separuh dibuat lab. Kamar anak saya yang pertama juga dibuat lab," kata dia dalam diskusi virtual Perempuan Peneliti Indonesia yang Berkontribusi Dalam Riset Terkait Covid-19 yang digelar L'oreal Indonesia, Jumat (29/5/2020).
Mengingat ia bekerja di tengah situasi tak biasa, ia hanya menggunakan bahan kimia yang aman. Ia mencontohkan saat harus memproduksi hand sanitizer untuk membantu rumah sakit dan puskesmas, ia tak menggunakan alkohol, melainkan minyak atsiri yang berefek setara. Begitu pula saat mengekstrak bahan-bahan untuk meneliti sampel penelitiannya.
"Jadi, saya tidak gunakan bahan kimia berbahaya," kata dia.
Tantangan berbeda dihadapi oleh Ratih Asmana Ningrum, Biosafety Manager di Fasilitas Biosafety level-3 LIPI. Perempuan yang akrab disapa Ratih tersebut harus berhadapan langsung dengan virus penyebab Covid-19 lantaran bertugas mendeteksi virus berbahaya setiap hari di laboratorium sembari melatih petugas lain agar memiliki pengetahuan yang sama.
"Tidak ada working from home, kita working from laboratory. Sebelum vaksin ditemukan, kita harus hidup berdampingan," ujar Ratih.
Turun ke Rumah Sakit
Ratih tak menampik jika ada ketakutan yang dirasakannya. Meski ia berusaha menyusun protokol keselamatan sebaik mungkin untuk semua orang di laboratorium, tak ada jaminan risiko tertular akan hilang.
"Saya selalu bilang kalau sedang perkenalkan protokol keselamatan, 'Kita tidak bisa hilangkan risiko, tapi hanya menurunkan risiko," sambung dia.
Mulai minggu depan, LIPI mulai melakukan kultur virus di laboratorium. Tahap itu sangat penting agar apapun yang diklaim sebagai antivirus, bisa terbukti secara ilmiah.
"Ini lebih berbahaya daripada deteksi virus karena kita memperbanyak virus. Takut? sudah pasti. tapi demi kemajuan riset, kita tidak mungkin tidak lakukan apa-apa," ujarnya.
Situasi lain lagi dihadapi Asmi Citra Malina, Kasubdit Inovasi di Direktorat Inovasi dan Kewirausahaan Universitas Hasanuddin. Ia sempat deg-degan ketika harus mengantarkan ventilator yang dibuat mahasiswanya ke Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo, rumah sakit rujukan Covid-19.
"Lumayan tantanganya, tapi kita berusaha saja menghindar dan berdoa," kata dia.
Advertisement