Keluarga Lebih Harmonis di Masa Pandemi dengan Kompetensi Hubungan

Masa isolasi dapat menjadi tantangan tersendiri, khususnya bagi para orangtua.

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Nov 2020, 21:34 WIB
Diterbitkan 04 Nov 2020, 18:17 WIB
Keluarga Tetap Menjadi Prioritas Utama
Ilustrasi Keluarga Bahagia Credit: pexels.com/pixabay

Liputan6.com, Jakarta – Krisis pandemi Covid-19 telah mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat Indonesia termasuk dalam rutinitas kehidupan sehari-hari. Berada di rumah dalam masa isolasi dapat menjadi tantangan tersendiri, khususnya bagi para orangtua karena ruang lingkup kegiatan menjadi jauh lebih kecil.

Untuk itu, Sampoerna Academy sebagai institusi pendidikan formal bertaraf internasional, bersama Tiga Generasi sebagai rumah konsultasi psikologi keluarga menggelar forum diskusi virtual Light Friday Talk (LiFT) Webinar yang mengusung tema “Love in The Time of Corona” sebagai bentuk dukungan terhadap pemberdayaan pasangan sehat bagi keluarga sehat di tengah situasi pandemi saat ini.

Menurut data SurveyMETER di bulan Juli 2020, tingkat kecemasan dan depresi penduduk Indonesia pada masa pandemi cukup tinggi, yaitu 55% dari 3.533 responden mengalami kecemasan, dan 58% di antaranya mengalami depresi. Hal-hal eksternal seperti perubahan kondisi perekonomian, pendidikan, ataupun sosial menjadi penyebab munculnya stresor internal rumah tangga yang dapat mengganggu efektivitas komunikasi pasangan dalam hubungan pernikahan2.

Hal ini juga dibuktikan oleh hasil riset Komnas Perempuan Indonesia di tahun 2020 yang menunjukkan masih ada 10,3% pasangan dari 2.285 responden yang mengalami ketegangan dalam pernikahan selama pandemi, dengan tingkat kerentanan pasangan menikah lebih tinggi sebesar 12% dibandingkan pasangan belum menikah yaitu 2,5%.

Menurut Saskhya Aulia Prima, M.Psi., Psikolog, Co-founder Tiga Generasi, permasalahan hubungan pasangan selama pandemi cenderung terbagi dalam zona normal dan zona merah, “Dalam menghadapi situasi saat ini, pasangan masih berada dalam zona normal jika mulai mengalami kewalahan, merasa cemas akan masa depan, merindukan masa lalu, dan menganggap pasangan tidak membantu mengurus anak.

Selanjutnya pasangan dianggap berada di zona merah jika sudah muncul perasaan kesepian, keinginan untuk berpisah, bahkan terjadi tindakan kekerasan. Jika dilihat dari pola argumentasi, titik permasalahan biasanya terjadi hanya dalam waktu tiga menit, dan sistem signal pertahanan diri dalam otak kitalah yang menimbulkan rasa penolakan dan memperpanjang masalah tersebut,” jelas Saskhya.

Meski demikian, Saskhya turut menjelaskan berdasarkan riset kolaborasi Universitas Stony Brook, Towson, dan Northwestern di tahun 2017, kondisi ini dapat dihadapi dengan “Romantic Competence” atau “Kompetensi Hubungan”.

“Melalui “Kompetensi Hubungan”, pasangan dapat memperkuat hubungan mereka dengan belajar menghargai satu sama lain melalui persepsi masing-masing, mampu menunjukkan kerentanan diri, dan merubah diri untuk kualitas hubungan yang lebih baik.

Selain itu ada empat hal penting yang perlu diingat; yaitu L.O.V.E, (Listen) mendengarkan pasangan dan berikan batasan pribadi bagi pasangan anda, (Occasionally do new things) sesekali melakukan hal baru bersama, (Validate) validasi perasaan satu sama lain untuk menjaga koneksi pasangan, (Expect- less) berharap lebih sedikit dan saling menguatkan satu sama lain,” ungkapnya lebih lanjut.

 

Keluarga Lebih Harmonis di Masa Pandemi dengan Kompetensi Hubungan
Keluarga Lebih Harmonis di Masa Pandemi dengan Kompetensi Hubungan. foto: istimewa

Di kesempatan yang sama, Putu Andani M.Psi., Psikolog, Co-Founder Tiga Generasi ikut menjelaskan bahwa dari keempat hal tersebut, mendengarkan pasangan kita merupakan hal paling sulit dilakukan.

”Kita seringkali tidak benar-benar mendengar pasangan kita dan cenderung melakukan hal lain; seperti melamun, menghakimi, atau bahkan melawan pasangan.

Hal inilah yang disebut “Blocks to Listen" atau “Halangan Mendengar”, sehingga melalui assessment test bisa diketahui tipe listening blocking kita begitu juga dengan pasangan, apakah kita sudah berada di posisi mind-reading, rehearsing, atau ternyata masih berada di posisi judging. Hasil dari tes ini akan membantu pasangan menemukan titik permasalahan dan dapat meningkatkan efektivitas komunikasi mereka,” jelasnya.

“Kami mengerti situasi pandemi tentu memberikan dampak tidak hanya dalam segi eksternal, namun juga dalam segi hubungan internal dalam keluarga. Untuk itu kami percaya, selain memberikan kualitas pendidikan terbaik untuk anak, memelihara dan menjaga kualitas hubungan dalam lingkungan rumah tangga juga penting untuk tumbuh kembang psikologi anak.

Kami harap dengan diadakannya forum diskusi virtual ini, para orang tua dapat memperkuat ikatan keluarga dan mendukung terciptanya lingkungan keluarga yang sehat,” tutup Dr. Mustafa Guvercin, School Director Sampoerna Academy.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya