Liputan6.com, Jakarta - Indonesia yang mayoritas masyarakatnya muslim mempunyai banyak masjid yang tersebar di berbagai daerah. Masjid punya sejarah tersendiri. Pada masa kerajaan dulu, masjid merupakan tempat bersatunya rakyat dan rajanya sebagai sesama mahkluk Ilahi dengan Tuhan. Raja akan bertindak sebagai imam dalam memimpin salat.
Masjid yang ada di Indonesia ternyata punya beberapa ciri khas tertentu yang membuatnya berbeda dari negara lain. Menurut sejarawan dari Universitas Indonesia, Gunawan Wicaksono, bentuk dan ukuran masjid biasanya memang berlainan.
Namun ciri khas sebuah masjid ialah atap (kubahnya). Masjid di Indonesia biasanya punya atap yang bersusun dan tingkatan yang paling atas biasanya berbentuk limas.
Advertisement
Baca Juga
"Jumlah atapnya biasanya ganjil. Bentuknya hampir sama dengan bentuk atap candi yang denahnya bujur sangkar dan selalu bersusun serta puncak stupa. Masjid dengan bentuk seperti ini mendapat pengaruh dari Hindu-Buddha," terang Gunawan pada Liputan6.com, Jumat, 2 April 2021.
Ia menambahkan, beberapa masjid di Indonesia memiliki menara, tempat muazin menyuarakan azan dan memukul bedug. Peninggalan sejarah Islam dalam bentuk masjid, juga masih ada sampai sekarang, bahkan terus dirawat dan digunakan. Salah satunya adalah Masjid Agung Demak yang pernah dicalonkan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO pada 1995.
"Masjid Agung Demak ini termasuk salah satu masjid tertua yang ada di Indonesia. Ini adalah bangunan tempat ibadah peninggalan kerajaan Demak yang kabarnya, di masjid inilah Walisongo sering berkumpul. Di sini juga ada makam raja-raja Kesultanan Demak dan ada museumnya juga," ucap Gunawan.
Selain itu, ada Masjid Lawang Kidul di Palembang, Sumatera Selatan. Masjid ini berperan penting pada masa Kesultanan Palembang Darusallam karena berfungsi sebagai pintu selatan berkembangnya agama Islam. Di zaman perjuangan kemerdekaan, masjid ini juga pernah digunakan sebagai markas para pejuang.
Saksikan Video Pilihan Berikut:
Persetujuan dari Masyarakat
"Arsitekturnya juga unik dan didominasi warna hijau. Setahu saya sampai saat ini kondisi bangunannya tetap terawat, bersih dan terjaga keasliannya. Sekarang ini juga sudah banyak bangunan masjid modern di Indonesia. Bentuknya pun beragam dengan beragam desain yang indah dan modern, bahkan banyak juga yang tidak mempunyai kubah," jelas Gunawan.
"Ada Masjid Salman ITB atau Masjid Raya Sumatera Barat, yang tetap bisa terkesan megah meski tanpa kubah. Ini karena perkembangan zaman, jadi teknologi termasuk desain dalam membangun masjid juga ikut berpengaruh. Yang terpenting fungsi utamanya dan cara menjalankan ibadah tidak berubah," lanjutnya. Yang tak kalah penting, masjid-masjid tersebut tentunya dibangun setelah mendapatkan izin dan dianggap sudah memenuhi persyaratan.
"Masjid dibangun biasanya karena ada permintaan dan persetujuan dari masyarakat setempat. Selain itu, harus mendapatkan izin dari pemerintah setempat dan kalau bisa dibangun di atas tanah wakaf," terang Ketua MUI (Majelis Ulama Indonesia)Â Muhammad Cholil Nafis pada Liputan6.com, Kamis, 1 April 2021.
Untuk pendirian rumah ibadah, termasuk masjid, tertuang dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 Tahun 2006 dan No. 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah.
Syarat pendirian rumah ibadah yang diatur oleh dua menteri tersebut adalah wajib memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung. Lalu, bagaimana pembangunan masjid dari segi desain dan arsitektur?
Advertisement
Aspek Lingkungan dan Pengguna
Menurut Dira, seorang arsitek dari Delution, langkah-langkah awal yang perlu dilakukan sebelum mendesain sebuah masjid sebetulnya tidak banyak berbeda dari mendesain produk arsitektur lainnya, di antaranya adalah menganalisis lahan, mengumpulkan informasi perihal kebutuhan ruang, juga isu yang ada baik dari aspek lingkungan maupun pengguna.
"Namun dalam detailnya, ada hal-hal fundamental yang tidak bisa dinegosiasi seperti misalnya memastikan arah kiblat dan menentukan zonasi serta sirkulasi ruang. Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah kebutuhan ruang juga isu-isu yang berkaitan dengan masjid ini," terang Dira dalam pesan tertulis pada Liputan6.com, Jumat, 2 April 2021.
"Misalnya lokasi masjid ini apakah di tengah pemukiman masyarakat, di rest area, di lokasi wisata atau justru merupakan masjid agung sebuah kota? Apakah masjid ini milik pribadi atau kelompok masyarakat? Bagaimana kebiasaan masyarakat sekitar khususnya dalam menggunakan masjid? Masih banyak lagi," sambungnya.
Hal tersebut nantinya akan menjadi acuan untuk merumuskan desain masjid yang harapannya dapat mengakomodir kebutuhan dan menjawab isu penggunanya.
Diskusi dengan Ahli Agama
Dira menambahkan, arsitek sebaiknya berkolaborasi dengan pakar, khususnya jika yang didesain merupakan bangunan dengan fungsi khusus. Berkolaborasi dan berdiskusi dengan ahli agama sebaiknya dilakukan untuk menentukan hal-hal yang boleh, tidak boleh maupun sebaiknya diperhatikan di dalam desain sebuah masjid.
Seperti misalnya apakah ada gimmick arsitektur tertentu yang sebaiknya tidak dimunculkan. Kemudian apakah ada jarak-jarak tertentu yang perlu diperhatikan antarjemaah, apakah ada aktivitass keagamaan tertentu yang ingin dihidupkan.
Menurut Dira, hal yang paling membedakan dalam mendesain masjid tentunya adalah orientasi arah bangunan, kebutuhan dan zonasi ruang, serta alur sirkulasi antarruangnya. Orientasi terhadap arah kiblat sebaiknya tervisualisasikan dengan jelas dalam desain untuk memudahkan pengguna mengidentifikasi posisinya dalam beribadah.
"Zonasi dan sirkulasi ruang juga harus jelas, karena dalam desain sebuah masjid harus ada separasi antara pengguna laki-laki dan perempuan, begitu pula kebutuhan ruang yang ingin diakomodir dalam sebuah masjid di mana umumnya terdapat ruang-ruang pendukung selain ruang ibadah utamanya," tutupnya.
Advertisement