6 Fakta Menarik tentang Pasuruan, Tempat Kelahiran Penggagas Nama Nusantara

Siapa warga Pasuruan yang menjadi penggagas nama Nusantara untuk Hindia Belanda yang merdeka?

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Agu 2021, 17:04 WIB
Diterbitkan 16 Jun 2021, 08:32 WIB
Peninggalan Raja Airlangga
Patung Dewi Sri dan Dewi Laksmi, permaisuri Raja Airlangga, yang disebut Candi Belahan Sumber Tetek di Pasuruan, Jawa Timur. (Liputan6.com/Dhimas Prasaja)

Liputan6.com, Jakarta - Pasuruan merupakan nama kota dan kabupaten di Provinsi Jawa Timur ini. Keduanya bersisian satu sama lain. Lokasinya terletak 60 km sebelah tenggara Surabaya serta 355 km sebelah barat laut Denpasar, Bali.

Pasuruan berada di jalur utama pantai utara. Aksesnya terhubung dengan Tol Trans Jawa, tepatnya ruas Tol Gempol-Pasuruan. Posisinya yang strategis menjanjikan prospek ekonomi yang besar di Indonesia bagian timur.

Populasi penduduk Kabupaten Pasuruan lebih dari 1,8 juta jiwa pada 2019, sedangkan populasi penduduk Kota Pasuruan hanya 208ribu jiwa. Bupati Pasuruan kini dijabat oleh Irsyad Yusuf, sedangkan Wali Kota Pasuruan dijabat Syaifullah Yusuf yang pernah menjadi i Menteri Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal pada Kabinet Indonesia Bersatu dan Wakil Gubernur Jawa Timur.

Selain itu, masih banyak hal menarik lainnya tentang Pasuruan. Berikut enam fakta menarik tentang Pasuruan yang dirangkum dari berbagai sumber.

1. Tempat Kelahiran Ernest Douwes Dekker

Dr. Ernest François Eugène Douwes Dekker atau dikenal dengan nama Ernest Douwes Dekker lahir di Pasuruan, pada 8 Oktober 1879. Ia adalah seorang pejuang kemerdekaan dan pahlawan nasional Indonesia serta penggagas nama "Nusantara" sebagai nama untuk Hindia Belanda yang merdeka.

Ayahnya merupakan keturunan Belanda. Hal itu membuatnya mendapatkan perlakuan yang istimewa, terutama akses ke pendidikan. Tetapi, Ernest Douwes Dekker yang mendapat darah Jawa dari ibunya, selalu mengaku sebagai orang Jawa. Setelah menyelesaikan kuliahnya di Swiss, dia bekerja di perkebunan kopi Soember Doeren di Malang.

Di perkebunan itulah rasa kebangsaannya tergugah akibat melihat ketidakadilan yang dialami rakyat. Dalam gerakan perjuangan kebangsaan inilah, dia mengganti namanya menjadi Danudirja Setiabudhi. Bersama dengan Ki Hajar Dewantara dan Cipto Mangunkusumo, ia mendirikan organisasi politik yaitu Indische Partij pada 1912.

Mereka bertiga inilah yang dikenal sebagai Tiga Serangkai. Ernest merupakan cucu sepupu dari Eduard Douwes Dekker, yaitu penulis novel Max Havelaar yang terkenal lewat nama pena Multatuli. Ernest wafat di Bandung, Jawa Barat, 28 Agustus 1950, pada usia 70 tahun. Namanya diabadikan menjadi salah satu jalan di Bandung.

 

 

 

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2. Masjid Cheng Hoo

6 Fakta Menarik tentang Pasuruan, Tempat Kelahiran Penggagas Nama Nusantara
Masjid Muhammad Cheng Hoo Pasuruan. (Dok. Instagram/scptsc/https://www.instagram.com/p/CO0w9KHhe0W/)

Sosok Laksamana Cheng Hoo yang fenomenal membuatnya mendapat tempat di berbagai lokasi, termasuk di Pasuruan. Namanya diabadikan menjadi nama sebuah masjid, yakni Masjid Muhammad Cheng Hoo. Tempat ibadah itu termasuk salah satu destinasi wisata religi yang layak dikunjungi.

Masjid dibangun di atas tanah seluas 6.000 meter persegi, dengan luas bangunan 550 meter persegi. Dari jauh, atap bangunan masjid menampakkan gaya arsitektur khas pagoda, yakni menara yang berlapis-lapis dengan ujung yang runcing.

Arsitektur bangunan masjid memadukan unsur-unsur budaya Islam, Jawa, dan Tiongkok. Masjid dicat dengan sentuhan warna-warna cerah seperti warna, kuning, merah, dan hijau. Interiornya terdapat motif dan ornamen yang merupakan perpaduan dari tiga unsur tersebut. Perpaduan itu juga diaplikasikan di langit-langit dan tiang-tiang yang dicat kuning keemasan.

Masjid tersebut memiliki dua lantai. Lantai bawah untuk ruang pertemuan dan lantai atas digunakan khusus untuk salat. Masjid ini berlokasi di Jl. Raya Kasri No.18, Petung Sari, Petungasri, Kec. Pandaan, Pasuruan, Jawa Timur.

3. Candi Jawi

Pasuruan juga memiliki situs bercorak Hindu-Buddha, yaitu Candi Jawi. Candi itu adalah peninggalan bersejarah Kerajaan Singhasari yang dibangun sekitar abad ke-13. Letaknya di kaki Gunung Welirang, tepatnya di Desa Candi Wates, Prigen, Pasuruan, Jawa Timur, sekitar 31 kilometer dari Kota Pasuruan.

Candi Jawi banyak dikira sebagai tempat pemujaan atau tempat peribadatan Buddha, tetapi sebetulnya candi ini adalah tempat pendharmaan atau penyimpanan abu dari raja terakhir kerajaan Singhasar,i yaitu Raja Kertanegara. Candi Jawi menempati lahan sekitar 40 x 60 meter persegi, dan terbuat dari batu andesit yang dikelilingi oleh pagar bata setinggi 2 meter.

Bangunan candi tersebut dikelilingi parit yang kini dihiasi oleh bunga teratai. Ketinggian candi tersebut mencapai 24,5 meter dengan panjang 14,2 m dan lebar 9,5 m. Pintu candinya menghadap ke timur. Posisi pintu inilah yang oleh sebagian ahli dipakai alasan untuk mempertegas bahwa candi ini bukan tempat pemujaan.

Biasanya, candi untuk peribadatan menghadap ke arah gunung. Namun, Candi Jawi justru membelakangi Gunung Penanggungan. Anda bisa sekaligus melihat panorama indah Gunung Penanggungan yang ada di belakang candi tersebut.

 

 

4. Tradisi Manten Sapi

Manten Sapi
Acara manten sapi saat Idul Adha di Pasuruan, Jawa Timur (Dok.Instagram/@yoiki_pasuruan/https://www.instagram.com/p/BmvZx5tlvPw/Komarudin)

Masyarakat di Pasuruan memiliki tradisi unik dalam menyambut Idul Adha, yaitu manten sapi atau mantenan sapi. Beberapa desa di Pasuruan yang masih menggelar tradisi ini, yakni Desa Sebalong dan Desa Watestani di Kecamatan Nguling, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.

Tradisi ini biasanya dilakukan pada hari sebelum hewan kurban itu disembelih. Dalam tradisi ini, puluhan ekor hewan kurban akan dirias secantik mungkin oleh masyarakat. Sebelum dirias, hewan kurban dimandikan lebih dahulu. Mereka dihias menggunakan bunga-bunga bahkan diberi pewangi layaknya seorang pengantin.

Setelah itu, hewan-hewan kurban itu diarak keliling desa dan dipamerkan ke masyarakat. Masyarakat yang ikut berkeliling mengarak hewan kurban tersebut sambil membawa berbagai bahan makanan seperti beras, minyak goreng, dan bumbu. Semua bawaan itu akan diberikan kepada warga yang kurang mampu, supaya mereka tak kesusahan saat nanti mengolah daging kurban yang diperoleh. Tradisi turun-temurun ini juga sebagai pengingat bagi warga lain yang mampu untuk berkurban pada Idul Adha.

5. Kuliner dari Siput Laut

Pasuruan memiliki kuliner khas andalan yakni kupang kraton. Makanan itu terbuat dari kupang atau kerang yang lebih dikenal dengan sebutan siput laut.

Kupang biasanya berukuran sebesar kacang kedelai. Kupang diolah dengan campuran bumbu bawang putih, jeruk nipis, gula, cabai, dan sedikit petis. Lalu, ditambahkan beberapa potong lontong dan disiram dengan rebusan kupang. Anda bisa mencoba makanan ini di Pasar Kraton, sepanjang Jalan Ir. H. Juanda pasuruan, atau perempatan lampu merah Jalan Raya Kraton.

6. Oleh-Oleh Bipang

Bipang Jangkar merupakan oleh-oleh khas dari Pasuruan. Namanya makin populer sejak pidato presiden yang mempromosikan Bipang Ambawang. Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman buru-buru meluruskan dengan menyebut bipang dimaksud adalah Bipang dari Pasuruan.

Bipang merupakan kue beras kembung seperti popcorn yang sudah ada sejak 1949. Salah satu merek bipang yang paling terkenal di Indonesia adalah Bipang Jangkar, khas dari Pasuruan, Jawa Timur.  Bahan utama bipang adalah beras pilihan, gula asli, esens, dan pewarna khusus makanan. Rasanya pun beraneka ragam ada rasa kacang, jahe, kopi, vanilla dan lain-lain. Camilan ini dijual mulai dari harga Rp6.000--Rp40.000. (Jihan Karina Lasena)

 

4 Risiko Mobilitas di Masa Pandemi

Infografis Yuk Kenali 4 Risiko Mobilitas Saat Liburan untuk Cegah Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Yuk Kenali 4 Risiko Mobilitas Saat Liburan untuk Cegah Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya