Peta Jalan Perjanjian Polusi Plastik Global Pertama di Dunia

Polusi plastik disebut telah berkembang jadi epidemi.

oleh Asnida Riani diperbarui 04 Mar 2022, 18:02 WIB
Diterbitkan 04 Mar 2022, 18:02 WIB
Sampah Plastik
Monumen bertema "Matikan Keran Plastik" oleh aktivis dan seniman Kanada, Benjamin von Wong, menggunakan sampah plastik yang diambil dari perkampungan kumuh terbesar di Nairobi, Kibera. (TONY KARUMBA/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyetujui perjanjian polusi plastik global pertama di dunia pada Rabu, 2 Maret 2022. Ini merupakan bentuk kesepakatan lingkungan paling signifikan sejak Perjanjian Iklim Paris tahun 2015.

Dilansir dari AsiaOne, Jumat (4/3/2022), negara-negara anggota mengadakan perundingan selama lebih dari seminggu di Nairobi untuk menyetujui garis besar pengendalian melonjaknya polusi plastik secara global. Mereka menggarisbawahi krisis lingkungan yang meluas, dari laut hingga ke puncak gunung.

"Kami membuat sejarah hari ini dan Anda semua harus bangga. Polusi plastik telah berkembang jadi epidemi. Dengan resolusi hari ini, kami secara resmi berada di jalur penyembuhan," kata Espen Barth Eide, Presiden Majelis Lingkungan PBB (UNEA).

Pejabat pemerintah mengadopsi resolusi untuk membuat perjanjian polusi plastik. Kesepakatan itu mengikat secara hukum dan akan diselesaikan pada 2024. Poin-poin perjanjian disebut akan punya efek riak pada bisnis dan ekonomi di seluruh dunia.

Pasalnya, perjanjian apapun yang membatasi produksi, penggunaan, atau desain plastik akan memengaruhi perusahaan minyak dan kimia. Hal itu turut berdampak pada ekonomi negara-negara penghasil plastik utama, termasuk Amerika Serikat, Cina, India, Arab Saudi, dan Jepang.

Franz Perrez, duta besar Swiss, mengungkap tetap ada ketidaksepakatan tentang apa yang harus dimasukkan dalam pakta akhir. "Ini adalah pembagian antara mereka yang ambisius, serta ingin mencari solusi, dan mereka yang tidak ingin menemukan solusi karena alasan apapun," katanya.

Sementara dukungan publik mengalir deras untuk gagasan perjanjian PBB tentang polusi plastik. Menurut Ipsos poll yang dirilis bulan ini, para delegasi dengan cepat merayakan apa yang telah mereka capai di Nairobi.

"Ini hanya akhir dari awal. Kami memiliki banyak pekerjaan di depan kami. Tapi, itu adalah akhir dari momok sampah plastik bagi planet ini," kata kepala delegasi AS, Monica Medina, sambil menangis.

Juliet Kabera, negosiator utama untuk Rwanda, memuji resolusi itu sebagai "kemenangan besar dalam upaya global membalikkan dampak sampah plastik yang memburuk dengan cepat."

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Cegah Kerusakan Lingkungan Lebih Jauh

Ilustrasi sampah plastik
Ilustrasi sampah plastik (dok.unsplash/ Nick Fewings)

Menurut sebuah studi WWF yang dirilis Maret 2021, akan ada kerusakan lingkungan yang meluas selama beberapa dekade mendatang, sederet spesies laut berisiko punah, serta menghancurkan ekosistem sensitif, seperti terumbu karang dan bakau. Semua itu bisa diatasi dan dicegah melalui perjanjian polusi plastik.

"Kelayakhunian planet kita dipertaruhkan," Tim Grabiel, seorang pengacara dari Badan Investigasi Lingkungan nirlaba di Nairobi, mengatakan setelah pembicaraan. "Polusi plastik adalah krisis planet yang setara dengan perubahan iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati." (Natalia Adinda)

Apa yang Ditawarkan Perjanjian Itu?

Ilustrasi sampah plastik (pexels)
Prancis akan malarang penggunakan kemasan plastik untuk mayoritas jenis buah dan sayur demi mengurangi sampah plastik.

National Geographic melaporkan, perjanjian polusi plastik akan mengatasi inti masalah dengan mengharuskan negara-negara berkomitmen membersihkan sampah plastik mereka. Karena akan mengikat secara hukum, itu bisa membawa lebih banyak pukulan daripada kesepakatan Paris, yang mengharuskan negara-negara untuk secara sukarela berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca.

Para negosiator mengatakan mereka berencana mencapai kesepakatan dalam waktu dua tahun, kurun waktu yang dinilai sangat cepat bagi PBB. Badan itu mulai mengeksplorasi solusi untuk sampah plastik pada 2017.

Pada 2019, Amerika Serikat, yang menghasilkan lebih banyak sampah plastik per kapita daripada negara lain, disalahkan karena menggagalkan upaya memulai pembicaraan perjanjian, karena pemerintahan Trump menentang kesepakatan semacam itu. November 2021, AS berbalik arah, dan, bersama Prancis, mengumumkan dukungan untuk perjanjian yang mengikat secara hukum.

Mengapa Butuh Solusi Global?

Ilustrasi
Ilustrasi sampah plastik di laut. (dok. unsplash @naja_bertolt_jensen)

Karena krisis sampah plastik adalah masalah global, diperlukan pula solusi global untuk menyelesaikannya. Sekitar delapan juta ton plastik diperkirakan tumpah ke laut setiap tahun, dan diketahui melintasi lautan. Peraturan satu negara tidak mencegah sampah negara lain mencapai pantainya.

Larangan pemakaian kantong plastik sekali pakai di satu negara tidak menghentikan negara tetangga menyelundupkan medium itu untuk mendapat keuntungan yang besar. Sampah plastik juga diperdagangkan secara internasional.

Lebih penting lagi, tidak ada standar atau kebijakan global yang seragam untuk memandu industri ini. Definisi plastik biodegradable bervariasi, tergantung pada produsennya. Lalu, hampir tidak ada yang bisa memilah berbagai aturan tentang plastik apa yang bisa masuk ke tempat sampah.

Sementara itu, perusahaan multinasional yang beroperasi di banyak negara dapat menemukan diri mereka memilah-milah ratusan peraturan yang memengaruhi masalah, seperti desain produk atau ketebalan kemasan. Perusahaan-perusahaan ini sangat mendukung penyelarasan definisi, metrik pelaporan, dan metodologi yang akan menyederhanakan praktik industri, juga meningkatkan pengelolaan limbah.

Infografis Indonesia Penyumbang Sampah Plastik

Infografis Indonesia Penyumbang Sampah Plastik
Infografis Indonesia Penyumbang Sampah Plastik
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya