Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan tertinggi di New York akan menjadi penentu hidup Happy, gajah Asia berusia 47 tahun yang menghuni Kebun Binatang Bronx. Pengadilan akan memutuskan apakah Happy selama ini dipenjara tanpa dasar hukum yang sah.
Kasus Happy bermula saat Nonhuman Rights Project (NhRP), sebuah LSM yang memperjuangkan hak untuk kera besar, gajah, lumba-lumba, dan paus, mengajukan petisi pertamanya terhadap kebun binatang pada 2018. Mereka menuntut pengakuan atas 'status hukum Happy dan hak fundamental atas kebebasan diri dan pembebasannya ke suaka gajah'.
Advertisement
Baca Juga
Pada Rabu pekan lalu, 18 Mei 2022, Pengadilan Banding New York mendengarkan argumen dari kedua belah pihak terkait pembebasan Happy dari kebun binatang. Pengadilan kemungkinan akan mengeluarkan keputusan dalam empat hingga enam minggu ke depan, perwakilan dari NhRP dan Kebun Binatang Bronx mengatakan kepada CNN.
Argumen hukum NhRP berkisar pada gagasan habeas corpus yang melindungi individu dari pemenjaraan ilegal. Mereka berpendapat Happy ditempatkan dalam kurungan terisolasi selama tinggai di Kebun Binatang Bronx. Kebijakan itu dinilai mereka sangat kejam mengingat gajah adalah satwa yang sangat sosial yang berkeliaran dalam radius yang luas di alam luar.
"Ini bentuk penahanan dari sifat alami spesies," yang membuat kondisi Happy melanggar prinsip habeas corpus," kata pengacara NhRP, Monica Miller, dikutip dari CNN, Senin (23/5/2022).
Happy lahir di alam liar pada 1971. Ia merupakan salah satu dari dua gajah Asia yang menghuni kebun binatang itu. Ia dipisahkan tetapi diletakkan berdekatan sehingga bisa mencium, melihat, dan menyentuh rekannya dengan belalainya lewat pagar.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Bikin Gajah Sakit
LSM itu mendorong agar Happy dipindahkan ke suaka gajah, yang dianggap lebih lapang seperti di alam liar, dan berkesempatan melakukan kontak sosial dengan gajah lain.
"Menahan (gajah) dalam kurungan dan mencegah mereka berperilaku normal dan mandiri, bisa mengakibatkan (Happy) mengalami radang sendi, osteoartritis, osteomielitis, kebosanan, dan perilaku stereotipik," kata peneliti gajah Joyce Poole dalam petisi yang diajukan NhPR.
"Dengan diisiolasi, gajah menjadi bosan, tertekan, agresif, katatonik, dan gagal berkembang," ia menambahkan.
Untuk itu, NhRP menyarankan agar Happy dilepaskan antara di Suaka Gajah di Tennessee atau Performing Animal Welfare Society di California. Tempat itu sama sekali tak terafiliasi dengan NhRP.
Namun, pihak kebun binatang keberatan. Mereka berargumen Happy bersosialisasi dengan gajah lain dan 'dirawat oleh dokter hewan spesialis satwa besar yang terlatih dan dijaga penjaga satwa yang memperlakukannya dengan hormat dan sayang'.
Pihak kebun binatang menekankan bahwa tempat mereka tersertifikasi. Sebagaimana hewan penghuni kebun binatang lainnya, Happy diklaim dilindungi oleh Undang-Undang Kesejahteraan Hewan. Selain itu, Happy dan hewan lain yang digugat NhRP, tidak meminta bantuan hukum NhRP. Pihak kebun binatang pun menyebut Happy tak membutuhkannya.
Advertisement
Argumentasi Pihak Kebun Binatang
Dalam pernyataan publik, pihak kebun binatang menuding pertimbangan utama NhRP dalam kasus itu tidak sepenuhnya demi kebaikan Happy, melainkan untuk 'memenangkan pendapat hukum'.
"NRP menggunakan Happy sama seperti mereka menggunakan hewan lain dalam kasus berbeda dalam upaya mereka untuk mengubah hukum habeas corpus yang telah ada selama berabad-abad dan memaksakan pandangan mereka sendiri bahwa hewan tidak boleh berada di kebun binatang," kata pihak kebun binatang.
Pihak kebun binatang juga berpendapat kasus itu akan menyebabkan implikasi hukum yang luas. Pasalnya, habeas corpus tidak pernah berlaku untuk hewan di New York, dan karena itu, bisa menimbulkan kekacauan hukum dan menambah ketegangan yang lebih besar pada sistem pengadilan negara bagian.
Pihak kebun binatang menyebut perubahan dalam konsep hukum yang paling fundamental ini tidak hanya akan berimplikasi pada kebun binatang, tetapi juga para pemilik hewan peliharaan, peternak, akademisi dan peneliti di rumah sakit. "Dan yang paling kritikal, setiap manusia yang mungkin mencari atau memerlukan akses kepada sistem peradilan," tulis pihak kebun binatang.
Merespons tudingan itu, Miller mengatakan bahwa NhRP mendorong keputusan yang jauh lebih sempit. Saat ini, kata dia, hukum 'tidak memiliki ruang untuk membedakan antara gajah dan ulat. Saat ini, Happy memiliki hak yang sama seperti semut.'
Miller mengatakan bahwa Happy "lebih seperti manusia untuk tujuan hak atas kebebasan tubuh, "Mencatat putusan itu tidak serta merta membuka pintu air bagi hewan lain seperti anjing atau ternak yang mendapatkan hak asasi manusia.
Pakai Pelacak
Di dalam negeri, Tim Satgas Penanggulangan Konflik Gajah Sumatera memasang kalung pelacak pada salah satu gajah betina dewasa 'Kelompok Lestari' di Batu Ampar, Dusun Cibitung, Desa Sukamarga, Kecamatan Suoh, Kabupaten Lambar, di luar kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).
Pemasangan pelacak pada Jumat, 20 Mei 2022, itu bertujuan mencegah konflik antara gajah dan masyarakat. Plt. Kepala Balai Besar TNBBS Ismanto mengatakan, data dari GPS Collar (kalung pelacak) juga bermanfaat untuk memetakan pola pergerakan Gajah di TNBBS, guna kepentingan tata ruang dan pemanfaatan wilayah.
Dalam rilis yang diterima Liputan6.com, sebelum kalung pelacak dipasang, tubuh gajah diukur terlebih dulu. Upaya pemasangan dimulai pada 19 Mei 2022 dan berhasil terpasang pada 20 Mei 2022. Hewan yang akan dipasangi pelacak itu dibius dulu dan kondisinya dimonitor setelah pemasangan untuk memastikan bahwa ia telah pulih dan bergabung kembali dengan kelompoknya.
"GPS Collar tersebut berhasil dipasang pada satu ekor gajah pada kelompok gajah liar tersebut yang berjumlah 18 ekor," kata Ismanto.
Status konservasi Gajah Sumatera berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 termasuk satwa dilindungi. Sedangkan berdasarkan IUCN, statusnya termasuk ke dalam kategori Critically Endangered (CR), yang berarti satwa ini berada di ambang kepunahan.
"Diharapkan setelah kembali terpasangnya GPS Collar pada kelompok Gajah Lestari upaya mitigasi konflik dapat lebih efektif dan efisien. Dan yang tidak kalah penting adalah terwujud harmonisasi berbagi ruang antara masyarakat dengan gajah dapat terjalin dengan baik, sehingga akan meminimalkan ancaman terhadap kelangsungan hidup Gajah Sumatera," ujar Ismanto.
Advertisement