Apa Kabar Pasar Santa yang Sempat Jadi Tempat Nongkrong Favorit Anak Jaksel?

Pasar Santa sempat jadi rujukan bagaimana menghidupkan pasar dengan menyasar target anak muda Jaksel.

oleh Geiska Vatikan diperbarui 24 Jan 2023, 06:31 WIB
Diterbitkan 24 Jan 2023, 06:31 WIB
Sempat Jadi Pusat Nongkrong Jakarta Selatan, Kondisi Pasar Santa Saat Ini Mulai Redup
Sempat Jadi Pusat Nongkrong Jakarta Selatan, Kondisi Pasar Santa Saat Ini Mulai Redup. (Liputan6.com/Geiska Vatikan Isdy)

Liputan6.com, Jakarta - Sempat ramai dan menjadi tempat nongkrong favorit anak Jakarta Selatan (Jaksel), pamor Pasar Santa kembali meredup. Itu terlihat terutama di lantai 3 pasar yang berada di kawasan Cipaku I, Jaksel.

Liputan6.com mendatangi tempat itu pada Kamis, 19 Januari 2023. Kios-kios yang dulu dipenuhi pedagang jajanan kekinian kini tertutup dan berdebu. Hanya sekitar 10 kios yang buka yang berjualan makanan dan minuman, serta fesyen. 

Saya datang saat makan siang. Berbeda jauh dengan situasi pada 2014-2015, hanya segelintir pengunjung yang datang untuk makan siang di sana, berselang-seling dengan pengemudi ojek online yang mengambil pesanan. Padahal dulu, pengunjung yang mayoritas bermobil bahkan sampai berdesak-desakan untuk menikmati jajanan di pasar yang bernaung di PD Pasar Jaya tersebut.

Chandra Dewi adalah salah satu penjual yang masih bertahan. Pemilik bisnis kuliner Dimsum Santa Vegetarian 88 itu mengaku tetap buka di sana karena sudah kepalang mengontrak kios itu selama 12 tahun.

Menurutnya, pengunjung yang datang adalah pegawai kantor sekitar pasar yang ingin makan siang atau sudah menjadi langganan di satu kios. "Pengunjung ini malah tambah sepi karena di tempat lain sudah pada buka kuliner," ucapnya.

Saat ini, penghasilan yang didapat Dewi masih cukup untuk membeli kebutuhan jualan, tetapi untuk biaya yang lainnya, seperti listrik terkadang belum mencukupi. "Misalnya untuk bayar listrik, karena kadang dapat Rp100 ribu atau Rp200 ribu per hari, itu juga saya tunda untuk bayar biaya listrik," tuturnya.

Target Pasar Sendiri

Laidback Blues Record Store
Kondisi salah satu toko vinil legendaris, Laidback Blues Record Store di Pasar Santa, Jakarta Selatan. (Geiska Vatikan Isdy).

Meski begitu, Dewi mengatakan pihaknya sudah memiliki segmen pasar masing-masing sehingga tetap optimistis melanjutkan usaha. Khusus Dewi, ia menawarkan produk kuliner vegetarian tanpa tambahan penyedap, daging palsu, bawang, dan telur. 

"Kalau yang suka vegetarian pasti akan cari toko saya, karena saya yakin di kawasan Jakarta Selatan toko saya yang murni vegetarian," katanya.

Pendapat senada juga disampaikan Pascal Marciano, yang akrab disapa Archie, salah satu karyawan pada toko Laidback Blues Record Store. Kiosnya tetap didatangi pembeli karena menyediakan produk khas, yakni vinil. "Biasa yang datang juga ada orang Jepang, karena di sini punya beberapa koleksi yang di toko lain nggak ada," jelas Archie.

Hal tersebut juga adalah salah satu alasan pemilik untuk mempertahankan eksistensi toko vinil tersebut meski diakui penjualan semakin sepi setelah pandemi Covid-19 melanda. "Kalau orang mau mencari vinil, ya pasti taunya di tempat ini," katanya.

 

Adam, pemilik toko A Craft juga menuturkan bahwa konsistensi jam operasional toko juga perlu diperhatikan untuk mendapatkan pelanggan.

 

Kebersihan Jadi Kekurangan

Banyak kios yang tutup di Pasar Santa, Jakarta Selatan.
Banyak kios yang tutup di Pasar Santa, Jakarta Selatan. (Geiska Vatikan Isdy)

Kondisi kebersihan dan penerangan di lantai tiga kawasan Pasar Santa ini menjadi perhatian para pedagang. Mereka sudah berusaha membersihkan, tapi bau tak sedap masih saja tercium. "Untuk yang di lorong kadang suka kotor dan setelah lantai dipel juga suka bau," tutur Archie. 

Selain itu, Dewi meminta agar sistem pembuangan air di Pasar Santa juga dibenahi. "Mungkin ini didesain tidak untuk food court, sehingga kalau semua kios buka dan mencuci sudah langsung banjir," jelas Dewi. Untuk mengakali hal ini, Dewi menggunakan ember untuk menampung air, baru dibuang ke luar pasar. 

Hal lain yang dikeluhkan pedagang adalah tidak terstrukturnya kios yang ada di lantai tiga Pasar Santa sehingga terlihat semrawut. Menurut Daud, penjual ayam Pancasona, seharusnya pasar bisa lebih rapi atau diberi tanda agar pengunjung tidak terlalu bingung. 

Dengan segala kekurangannya, beberapa pedagang masih ingin membuka kiosnya karena biaya sewa yang cukup murah. Saat ini, biaya sewa per kios kisaran antara Rp7 juta hingga Rp8 juta per tahun tergantung dari pemilik kios masing-masing.

Santa Festival dan Sale Out

Kondisi Pasar Santa saat ini, masih ada beberapa pedagang yang berjualan
Kondisi Pasar Santa saat ini, masih ada beberapa pedagang yang berjualan. (Geiska Vatikan Isdy)

Menurut Adam, saat ini Pasar Santa sudah bukan lagi menjadi tujuan akhir seseorang, tetapi sebagai tempat pemberhentian sementara. Untuk mengembalikan lagi keramaian, beberapa pelaku usaha mengusung Santa Festival, yaitu penampilan dari band atau live DJ. 

Untuk penampilan para DJ, juga dibantu oleh para karyawan toko vinil demi menghemat pengeluaran. Namun, acara Santa Festival tidak secara rutin digelar oleh para pelaku usaha karena panitia yang berjumlah sedikit.

Selain itu, pihaknya juga mengadakan Santa Sale Out yang digelar setiap satu tahun sekali untuk menawarkan harga produk yang lebih murah pada akhir tahun. Para pedagang juga membuka toko di e-commerce atau mendaftarkan kulinernya di aplikasi ojek online untuk menambah pembeli. Misalnya, Laidback Blues Record Store yang memiliki pelanggan lebih ramai di salah satu e-commerce. Kemudian, beberapa pelaku kuliner, seperti Ayam Pancasona dan Dimsum Santa Vegetarian, juga mengaku lebih laris ketika berjualan daring.

Infografis Diplomasi Lewat Jalur Kuliner
Diplomasi Lewat Jalur Kuliner (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya