Liputan6.com, Jakarta - Untuk pertama kali, kereta api di Sulawesi mulai beroperasi. Jaringan rute kereta api Trans-Sulawesi dibangun sejak 2015, dimulai dari tahap I, yaitu jalur kereta api rute Makassar-Parepare.
Merujuk laporan kanal Regional Liputan6.com, uji coba telah dilakukan untuk melayani penumpang kereta api rute Stasiun Garongkong di Kabupaten Barru hingga Stasiun Mangilu di Kabupaten Pangkep. Warga pun berbondong-bondong mengikuti uji coba tersebut.
Advertisement
Baca Juga
Melalui unggahan di kanal YouTube-nya, Jumat, 28 Januari 2023, Jokowi menjelaskan, meski saat ini jalur kereta api tersebut hanya menghubungkan lima kabupaten-kota di Sulawesi Selatan, di masa mendatang, proyek jalan baja ini akan terus dilanjutkan hingga ke Manado, Sulawesi Utara.Â
Melansir situs web Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Sulawesi Selatan, Sabtu (29/1/2023), memang ada rencana beberapa rute kereta api di jaringan Trans-Sulawesi. Selain Makassar-Parepare (145 km), ada juga Parepare-Mamuju (225 km), serta Makassar-Bulukumba-Watampone (259 km).
Juga, Bitung-Gorontalo-Isimu (340 km) dan Manado-Bitung (48 km). Total, proyek perkeretaapian Trans-Sulawesi ditargetkan mencapai panjang dua ribu kilometer dari Makassar ke Manado.
Mengtip laman KAI, jalur rel di Sulawesi sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Berdasarkan buku Nederlandsch Indische Staatsspoor en Tramwegen (1921), studi kelayakan jalur perkeretaapian oleh swasta sudah dimulai sejak 1915.
Dalam laporan disebutkan bahwa secara teknis, jalur kereta api bisa dibangun, tapi tidak akan membawa keuntungan bagi swasta yang akan berinvestasi saat itu. Akhirnya, pembangunan jalur kereta api diambil alih negara, dalam kasus ini Hindia Belanda.
Pada 1917, penelitian teknis lapangan dilakukan untuk lintas Makassar–Takalar dan Makassar–Maros–Tanete–Parepare–Sengkang. Hasil studi mengungkap bahwa yang paling realistis dan sesuai bujet negara kala itu adalah pembangunan dan eksploitasi jalur trem.
Jalur Trem
Sesuai Staatsblad Nomor 224 tahun 1892, pembangunan jalur trem dinilai tidak serumit jalur kereta api, sehingga biaya yang dikeluarkan lebih sedikit. Namun demikian, kecepatan trem lebih lambat daripada kereta api dan daya angkutnya lebih sedikit.
Pada 1918, desain awal lintas pertama jalur trem uap Makassar–Maros selesai dibuat. Setahun kemudian, rancangan awal rute Maros–Tanete selesai. Di tahun yang sama, Gubernur Jenderal mengajukan anggaran tambahan pada Menteri Jajahan Belanda saat itu.
Anggaran pun disetujui, sekaligus dengan permintaan penyelidikan awal tentang potensi ekonomi pembangunan jalur perkeretaapian di Minahasa Sulawesi Utara mulai 1920. Melalui undang-undang yang disahkan parlemen Belanda pada 22 Desember 1919 yang dicatat dalam Lembaran Negara (Stbl.) Hindia Belanda nomor 53 tahun 1920, proyek pembangunan jalur trem uap Takalar–Makassar–Maros resmi dimulai.
Pada 18 Maret 1921, parlemen Belanda kembali mengesahkan undang-undang yang dicatat dalam Staatsblad van Nederlandsch Indie Nomor 200 sebagai landasan hukum pembangunan jalur trem uap Maros–Tanete.
Â
Advertisement
Hanya Bertahan 7 Tahun
Pada 1 Juli 1922, rel trem antara Makassar (Stasiun Pasar Butung)–Takalar selesai dibangun. Setahun kemudian, trem uap resmi dibuka untuk umum. Lintas ini jadi yang pertama sekaligus terakhir yang dibangun pemerintah Hindia Belanda. Sedangkan rute Maros–Tanete yang sudah disiapkan desainnya tidak pernah terlaksana pembangunannya.
Ketiadaan industri perkebunan di Sulawesi dan belum masifnya produksi tambang nikel diduga jadi penyebab jalur trem Makasar–Takalar hanya bertahan selama tujuh tahun. Pada 1930, layanan kereta trem uap terpaksa ditutup karena subsidi dari Staatsspoor en Tramwegen (jawatan kereta api dan trem negara di Jawa) untuk Staatstramwegen op Celebes dihentikan akibat krisis ekonomi dunia Depresi Besar pada 1929.
Selain faktor krisis ekonomi yang melanda dunia saat itu, ada beberapa penyebab lain operasional trem uap di Sulawesi pada zaman Belanda kurang menguntungkan. Berlakunya Perjanjian Bongaya tahun 1667, dan diperbarui pada 1824, pun tidak serta merta memudahkan kolonisasi Belanda atas Sulawesi.
Â
Situasi Tidak Kondusif
Gejolak politik dalam wujud perlawanan rakyat lokal terhadap pemerintahan Hindia Belanda di Sulawesi Selatan dan Tenggara kerap terjadi. Situasi tidak kondusif menyebabkan pemerintah kolonial menghadapi kendala fundamental, yaitu keterbatasan tenaga ahli di bidang pemerintahan, infrastruktur, dan pendidikan ala Barat yang mau ditugaskan ke wilayah ini.
Investasi swasta dalam bentuk pembukaan lahan perkebunan pun tersendat. Walau tidak memiliki perkebunan besar, Sulawesi memiliki kandungan nikel dalam jumlah besar.
Pada 1909, EC Abendanon, ahli geologi berkebangsaan Belanda, menemukan bijih nikel di Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Meski demikian, usaha eksplorasi tambang nikel baru dilakukan secara serius pascaBelanda hengkang dari Indonesia oleh PT. International Nickel Indonesia (INCO) sejak 1968.
Panjang perjalanannya, kereta api akhirnya ada di Sulawesi, kendati pembangunannya baru menyelesaikan tahap pertama. "Naik kereta api di Sulawesi? Sekarang bukan lagi hanya mimpi. Relnya sudah terbangun, keretanya pun sudah beroperasi," kata Jokowi di video YouTube-nya.
Advertisement