Pemda di China Bakal Beri Angpao Rp2 Juta pada Pengantin Wanita yang Menikah Muda, Hanya Berlaku untuk Pernikahan Pertama

Salah satu daerah di China bakal bagi-bagi angpao untuk pengantin wanita yang menikah muda demi meningkatkan jumlah pernikahan.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 30 Agu 2023, 03:01 WIB
Diterbitkan 30 Agu 2023, 03:01 WIB
Upacara Pernikahan Tradisional di Guiyang
Sejumlah pengantin wanita memberi hormat dalam sebuah upacara pernikahan tradisional yang diadakan di Guiyang, ibu kota Provinsi Guizhou, China barat daya, pada 16 November 2020. (Xinhua/Ou Dongqu)

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah daerah di timur China mengiming-imingi 'angpao' berisi seribu yuan atau sekitar Rp2 juta untuk pengantin wanita yang menikah di usia 25 tahun atau lebih muda. Itu merupakan insentif terbaru yang diberikan pada anak muda setempat untuk segera menikah di tengah meningkatnya kekhawatiran akan menurunnya tingkat kelahiran.

Pengumuman itu disampaikan di akun Wechat resmi daerah Changshan, pekan lalu. Disampaikan bahwa hadiah itu digagas guna mempromosikan 'usia ideal pernikahan dan melahirkan' untuk pernikahan pertama. Di dalamnya juga disertakan sederet informasi tentang perawatan anak, kesuburan, dan subsidi biaya pendidikan bagi pasangan yang memiliki anak.

Mengutip The Star, Selasa, 29 Agustus 2023, angka populasi di Tiongkok menurun pertama kalinya dalam enam dekade terakhir, diikuti populasi yang menua secara cepat. Pihak berwenang segera mencoba serangkaian langkah guna  meningkatkan angka kelahiran, termasuk insentif keuangan dan peningkatan fasilitas penitipan anak.

Batasan usia resmi untuk menikah di China adalah 22 tahun untuk laki-laki dan 20 tahun untuk perempuan. Namun, jumlah pasangan yang menikah telah menurun. Hal ini telah menurunkan angka kelahiran karena kebijakan resmi yang mempersulit perempuan lajang untuk memiliki anak.

Tingkat pernikahan mencapai rekor terendah pada 2022, yaitu 6,8 juta pasangan, terendah sejak 1986, menurut data pemerintah yang dirilis pada Juni 2023. Jumlah pernikahan tahun lalu berkurang 800 ribu dibandingkan 2021. Tingkat kesuburan China, yang merupakan salah satu yang terendah di dunia, diperkirakan turun ke rekor terendah 1,09 pada 2022, menurut laporan media pemerintah.

Biaya penitipan anak yang tinggi dan keharusan berhenti berkarier telah membuat banyak perempuan enggan mempunyai anak lagi, bahkan tidak punya anak sama sekali. Diskriminasi gender dan stereotip tradisional mengenai perempuan yang mengasuh anak masih tersebar luas di seluruh negeri.

 

Cuti Berbayar untuk Pasangan Baru

Upacara Pernikahan Tradisional di Guiyang
Pasangan pengantin mengikuti sebuah upacara pernikahan tradisional yang diadakan di Guiyang, ibu kota Provinsi Guizhou, China barat daya, pada 16 November 2020. (Xinhua/Ou Dongqu)

Sebelumnya, sejumlah provinsi di China menawarkan cuti menikah berbayar selama 30 hari untuk para pasangan baru sebagai upaya meningkatkan minat warga menikah dan meningkatkan angka kelahiran anak. Dilaporkan People's Daily, corong Partai Komunis, Selasa, 21 Februari 2023, cuti menikah berbayar di China minimal adalah tiga hari. Namun, sejumlah provinsi berusaha menetapkan tunjangan yang lebih royal untuk warganya mulai Februari 2023.

Dikutip dari Telegraph, 22 Februari 2023, Provinsi Gansu di barat laut dan Provinsi Shanxi yang njadi produsen batu bara saat ini memberikan cuti menikah 30 hari. Media pemerintah itu juga memberitakan bahwa Shanghai memberikan 10 hari cuti menikah dan Sichuan hanya tiga hari. 

"Memperpanjang cuti menikah adalah salah satu cara yang efektif untuk meningkatkan angka fertilitas," kata Yang Haiyang, dekan Lembaga Penelitian Pembangunan Sosial Universitas Keuangan dan Ekonomi Southwestern.

"Perpanjangan cuti menikah mayoritas diterapkan di sejumlah provinsi dan kota dengan perkembangan ekonomi yang rendah," katanya, menambahkan bahwa ada hal mendesak untuk meningkatkan jumlah tenaga kerja dan menstimulasi tingkat konsumsi. Di luar itu, Yang mengatakan, sejumlah kebijakan pendukung lain juga diperlukan, termasuk subsidi perumahan dan cuti melahirkan bagi laki-laki.

Aturan Daerah Sichuan

Kota Terlarang di Beijing Kembali Dikunjungi Wisatawan
Seorang perempuan menarik gerobak portabel dengan seorang anak mendorong ke belakang ketika bersiap untuk mengunjungi Kota Terlarang di Beijing, China, Selasa (7/6/2022). Pemerintah melonggarkan beberapa pembatasan Covid-19 dengan sebagian besar museum gedung bioskop, dan pusat kebugaran diizinkan beroperasi hingga 75 persen dari kapasitas. (WANG Zhao / AFP)

Beda halnya langkah yang diambil Provinsi Sichuan di barat daya China. Mereka mencabut larangan para lajang memiliki anak di luar nikah. Ini adalah salah satu upaya pemerintah meningkatkan angka kelahiran yang anjlok di negara itu.

Pemerintah Sichuan sebelumnya hanya mengizinkan pasangan menikah untuk mendaftarkan kelahiran hingga dua anak. Mulai 15 Februari 2023, semua warga negara, termasuk orangtua yang belum menikah, dapat mendaftarkan kelahiran tanpa batas jumlah anak.

Kebijakan reproduksi nasional tidak secara eksplisit melarang perempuan yang belum menikah untuk memiliki anak, tapi bukti pernikahan diperlukan bagi orangtua untuk mengakses layanan gratis, termasuk perawatan kesehatan sebelum melahirkan, gaji ibu selama cuti melahirkan, dan perlindungan pekerjaan.

Menurut data pemerintah, Sichuan menempati urutan ketujuh dalam hal proporsi populasi yang lebih tua dari 60 tahun atau lebih dari 21 persen. Provinsi tersebut termasuk di antara sejumlah wilayah yang telah mencoba berbagai insentif untuk meningkatkan kelahiran. Pada Juli 2021, Pemerintah Sichuan memperkenalkan tunjangan bulanan pada orangtua yang memiliki anak kedua atau ketiga hingga anak tersebut berusia 3 tahun.

Kebijakan Satu Anak

Suhu Panas Beijing China
Anak-anak mendinginkan diri dengan kipas angin listrik saat beristirahat dekat Kota Terlarang pada hari yang panas di Beijing, China, 25 Juni 2023. Beijing meningkatkan level peringatan cuaca panas menjadi level tertinggi, yaitu kode merah. (AP Photo/Andy Wong)

Dikutip dari CNN, 31 Januari 2023, perubahan kebijakan terjadi setelah populasi China menyusut pada tahun lalu untuk pertama kalinya dalam lebih dari enam dekade, menandai momen bersejarah dalam krisis demografi yang semakin dalam. Tahun lalu, Negeri Tirai Bambu mencatat tingkat kelahiran terendah, yaitu 6,77 kelahiran per 1.000 orang.

Sebagian besar penurunan adalah hasil dari kebijakan 'satu anak' yang diberlakukan antara 1980 dan 2015. Negara itu telah menghapus kebijakan 'satu anak' yang kontroversial pada 2015, setelah menyadari bahwa pembatasan itu berkontribusi signifikan pada populasi yang menua dengan cepat dan penyusutan tenaga kerja yang bisa sangat mengganggu stabilitas ekonomi dan sosial negara.

Meski begitu, pelonggaran tersebut tak segera meningkatkan angka kelahiran. Lonjakan biaya pendidikan dan biaya hidup membuat banyak orang Tiongkok tidak memiliki lebih dari satu anak, bahkan tidak memiliki anak sama sekali. Krisis demografi di China diperkirakan berdampak pada tingkat pertumbuhan ekonomi, beberapa tahun mendatang.

Untuk mengendalikan penurunan tingkat kelahiran, pemerintah China mengizinkan pasangan yang menikah untuk memiliki dua anak pada 2015. Meski begitu, tingkat kelahiran secara nasional di China terus menunjukkan tren penurunan. 

Infografis Klaim China Vs Indonesia Terkait Laut China Selatan. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Klaim China Vs Indonesia Terkait Laut China Selatan. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya