Liputan6.com, Jakarta - Gunung Toba merupakan gunung berapi supervulkan purba yang terletak di Provinsi Sumatera Utara. Gunung ini diperkirakan meletus terakhir sekitar 74 ribu tahun lalu.
Akibat letusannya terbentuk kaldera berukuran besar yang diisi oleh air, yang saat ini dikenal sebagai Danau Toba. Gunung Toba merupakan satu-satunya supervulkan yang ada di Indonesia.
Kompleks Kaldera diperkirakan masih aktif semenjak letusan besar terbarunya, keberadaan magma di bawah kerak di dukung oleh keberadaan mata air panas di sepanjang rekahan barat, kebangkitan lantai depresi pasca 74 ribu tahun, yang membentuk Pulau Samosir.
Advertisement
Masih banyak hal mengenai Gunung Toba selain kapan terakhir kalinya meletus dan dampak letusannya. Berikut enam fakta menarik Gunung Toba yang dirangkum Liputan6.com pada Minggu, 10 Desember 2023.
1. Peneliti Luar Negeri di Gunung TobaÂ
Mengutip dari situs resmi Dinas Energi Provinsi Aceh, para ilmuwan telah mempelajari Gunung Toba yang disebut sebagai gunung supervolcano purba di Indonesia dan menemukan gunung berapi tersebut tetap aktif. Bahkan letusannya akan berbahaya selama ribuan tahun setelah letusan super.
Studi ini dipimpin oleh para peneliti luar negeri dari Oregon State University. Studi ini ditulis bersama oleh para peneliti dari Universitas Heidelberg, Badan Geologi Indonesia, Dr Jack Gillespie dari Curtin's School of Earth and Planetary Sciences dan The Institute for Geoscience Research (TIGeR) yang merupakan Lembaga penelitian ilmu bumi unggulan Curtin.
Â
2. Diperkirakan Bakal Meletus Lagi
Kubah lava Gunung Toba telah terbelah menjadi pulau Samosir dan blok Uluan oleh sesar graben yang sejajar dengan sumbu panjang depresi kaldera. Keberadaan gunung api muda Pusuk Buhit, Sipiso-piso di barat dan Tandukbenua serta Singgalang di ujung barat laut kaldera mendukung kesimpulan bahwa magmatisme masih berlajut di bawah Toba
Melansir Science Daily, 3 September 2021, Professor Martin Danisik, penulis utama Australia dari John de Laeter Center yang berbasis di Curtin University, gunung berapi super atau supervulkano sering meletus beberapa kali dengan interval puluhan ribu tahun antara letusan besar, tetapi tidak diketahui apa yang terjadi selama periode tidak aktif.
Untuk mempelajari letusan biasanya melibatkan pencarian magma cair di bawah gunung berapi untuk menilai bahaya di masa depan. Menurut Danisik, ilmuwan sekarang harus mempertimbangkan bahwa letusan dapat terjadi bahkan jika tidak ada magma cair yang ditemukan di bawah gunung berapi.
Advertisement
3. Dampak Letusan Gunung Toba di Masa Depan
Letusan Gunung Toba dapat berdampak pada iklim global hingga membuat Bumi mengalami 'musim dingin vulkanik', yang merupakan periode dingin yang tidak normal serta dapat mengakibatkan kelaparan yang meluas serta gangguan populasi.
Menurut tim peneliti, mempelajari cara kerja supervolcano penting untuk memahami ancaman masa depan dari letusan super yang tak terhindarkan, yang terjadi sekitar 17 ribu tahun sekali. Tim peneliti telah menyelidiki nasib magma yang tertinggal setelah letusan super Toba 75 ribu tahun yang lalu.
4. Magma Gunung Toba Masih Ada di Kaldera
Mereka para peneliti menggunakan mineral feldspar dan zirkon, yang berisi catatan waktu independen berdasarkan akumulasi gas argon serta helium sebagai kapsul waktu di batuan vulkanik. Dengan menggunakan data geokronologis, inferensi statistik, dan pemodelan termal ini, pihaknya menunjukkan bahwa magma terus mengalir keluar di dalam kaldera, atau depresi dalam yang diciptakan oleh letusan magma, selama 5.000 hingga 13.000 tahun setelah letusan super.
5. Letusan Terakhir Picu Musim Dingin Vulkanik
Mengutip dari kanal Global Liputan6.com, Minggu, 10 Desember 2023, abu dan gas vulkanik Gunung Toba yang saat melatus menyembur dan meledak di atmosfer, menghalangi masuknya sinar matahari. Meski hanya sebagian, efeknya mampu menurunkan suhu global hingga 3,5 derajat.
Keadaan ini memicu musim dingin vulkanik yang berlangsung 6 hingga 10 tahun. Dunia kacau balau saat itu dan tanaman mati, dengan kejadian kelaparan.
6. Erupsi Gunung Toba Bikin Populasi Dunia Anjlok
Bukan hanya menyebabkan kematian dalam jumlah besar, erupsi Toba juga diyakini memicu penyumbatan pertumbuhan populasi manusia. Populasi penduduk dunia pun anjlok, diperkirakan hanya 10 ribu hingga 30 ribu orang yang mampu bertahan hidup.
Mulanya, para ahli belum menemukan bukti nyata dari anggapan tersebut, yang dikaitkan dengan variabel iklim seperti suhu dan curah hujan. Belakangan, studi teranyar yang dipublikasikan di jurnal Communications Earth & Environment telah menemukan benang merah antara erupsi Gunung Toba dan faktor penghambat pertumbuhan populasi manusia itu.
"Toba telah lama dianggap sebagai pemicu bottleneck, kata penulis hasil riset sekaligus ahli kimia atmosfer, Sergey Osipov dari Max Planck Institute for Chemistry seperti dikutip dari Daily Mail.Â
Advertisement