Tips Mengajak Anak Bermain di Playground, Wajib Hadirkan Rasa Aman

Ingin mengajak anak Anda main ke playground? Simak dulu beberapa tips dari ahli berikut ini.

oleh Putu Elmira diperbarui 11 Des 2023, 08:00 WIB
Diterbitkan 11 Des 2023, 08:00 WIB
FOTO: Menikmati Libur Tahun Baru di Taman Bermain Dalam Ruangan
Ilustrasi playground atau taman bermain. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Montessori and Certified Positive Discipline Parents Educator, Damar Wijayanti mengatakan dari segi tumbuh kembang anak, bermain tak sekadar main-main membuang waktu, namun ada tujuannya. "Makanya sampai ada quote "bermain adalah pekerjaan anak"," katanya saat ditemui di kawasan Senayan, Jakarta, Kamis, 7 Desember 2023.

Damar menyebut bahwa anak mengembangkan aspek diri dengan cara bermain. "Untuk anak bisa melakukan pekerjaan itu dalam bermain, bisa ambil manfaat tumbuh kembang dia, itu ada satu syarat yang tidak boleh terlewat, yaitu rasa aman," lanjutnya.

Co-Founder Good Enough Parents ini menambahkan bahwa rasa aman itu yang akhirnya mendorong siklus bernama "Circle of Wonder." "Jadi siklus yang dari rasa ingin tahu, lalu muncul eksplorasi, lalu muncul penemuan, lalu muncul penguasaan hal baru, terus mendorong eksplorasi yang lain. Jadi mutar terus kalau ada rasa aman," terang Damar.

"Jadi, tipsnya buat para parents kalau mau ngajak anak main di playground, pastikan dulu playground-nya memang aman, dan rasa aman yang diharapkan orangtua ngaruh juga ke anak," tambahnya.

Dari sisi anak, ia mengungkapkan, perlu untuk memenuhi kebutuhan si kecil sebelum mengajak main ke playground. "Jadi jangan diajak ke playground dalam kondisi lapar atau ngantuk," tegasnya.

"Penuhi dulu kebutuhannya, makan, istirahat jadi anak mainnya lebih senang dan bisa bermanfaat untuk perkembangan," kata Damar.

Tips selanjutnya adalah rasa aman secara emosional. "Jadi jangan, 'ayolah dek main sama temannya'. Padahal anaknya lagi mengamati dulu playground baru, diancam-ancam itu dihindari, beri rasa aman tadi," ungkapnya.

Kebutuhan Kognitif hingga Sosial

Taman Bermain Bernuansa Hutan Penuh Imajinasi dan Ramah Anak Berkebutuhan Khusus
Ilustrasi playground atau taman bermain. (Liputan6.com/Putu Elmira)

Dikatakan Damar, kaitan bermain dengan tumbuh kembang anak ada beragam aspek, mulai dari kebutuhan kognitif hingga sosial. "Tapi yang paling kelihatan dari kebutuhan kognitifnya di usia 0--2 tahun yang dibutuhkan adalah mereka butuh mengenal dunia lewat gerakan dan sensasi indrawi," katanya.

"Usia ini anak berkumpul di tempat yang ada sensory play, mereka penasaran, pegang-pegang," tambah Damar.

Memasuki usia 2 tahunan, kebutuhan gerak anak sedang tinggi. Maka, tak heran jika melihat si kecil akan banyak berlarian, mencoba perosotan, hingga memanjat.

"Sedangkan di usia 2--7 tahun kebutuhan kognitifnya dia sudah mulai bisa berpikir simbolik," katanya.

Damar melanjutkan, "Makanya biasanya melihat tongkat kayu bisa jadi apa, di dapur role play, jualan bakso. Usia 2--7 tahun memang kebutuhannya sudah symbolic play, dia berusaha memahami dunia lewat pengalaman di luar lihat apa, ada benda ini bisa disimboliskan."

"7 tahun ke atas lebih ke kebutuhan untuk berpikir logis makanya mereka akan lebih suka yang STEAM (science, technology, engineering, art, and mathematics), jadi percobaan-percobaan, teknologi, engineering," terangnya lagi.

Manfaat Bermain untuk Anak

FOTO: Menikmati Libur Tahun Baru di Taman Bermain Dalam Ruangan
Ilustrasi playground atau taman bermain. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Psikolog anak Anastasia Satriyo menyampaikan bahwa bermain memiliki peran yang sangat penting bagi anak. Bermain, dikatakannya, merupakan aktivitas natural untuk otak si buah hati.

"Otak anak itu berkembang paling awal di tujuh tahun pertama di area emosinya. Area emosi ini terkait imajinasi, storytelling, cerita, beragam warna, dan ekspresi bentuk wajah," kata Anas dalam bincang virtual "Ayo Main: Bawa Perubahan Lewat Bermain" bersama IKEA, Kamis, 3 November 2022.

Anas melanjutkan, lewat perkembangan otak di area imajinasi ini, bermain juga jadi sarana anak untuk belajar. Dikatakannya, belajar buat anak bukan selalu duduk dengan kertas atau diceramahi semata.

"Justru, bermain adalah belajarnya anak dan alat bermain itu mengembangkan aspek emosinya, sehingga kepeduliannya terhadap lingkungan sekitar, bagaimana sosialisasi dengan teman," terang Anas.

Terlebih, interaksi berkurang akibat pandemi Covid-19 yang melanda. Hal ini memunculkan isu adaptasi ke lingkungan sosial, bagaimana anak bertemu dengan teman-teman sebaya mereka. "Ini sangat bisa kita bantu fasilitasi sebagai orangtua lewat aktivitas bermain dengan anak," tambahnya.

Orangtua dapat mengembangkan pemahaman tentang diri anak, memahami emosi, memahami peran di lingkungan, serta lewat bermain peran. Orangtua bisa membantu mengembangkan intelegensi dan kognitif anak lewat beragam aktivitas permainan, mulai dari beragam ekspresi, komunikasi, hingga pemecahan masalah yang dilakukan lewat bermain.

"Ketika anak dan orangtua ada waktu bermain, anak perlu waktu main sendiri, tapi orangtua juga perlu 20--30 menit berkala menemani anak bermain. Itu ternyata juga memperkuat emotional bonding dan attachment," tutur Anas soal manfaat bermain.

Pentingnya Bermain

FOTO: Menikmati Libur Tahun Baru di Taman Bermain Dalam Ruangan
Ilustrasi playground atau taman bermain. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Anas menambah, bila orangtua paham otak anak berkembang di area emosi, berarti dengan setiap kali orangtua menemani anak bermain, itu adalah upaya mengembangkan otak anak, bukan sekadar membuang waktu. Manfaat bermain anak juga menyentuh elemen yang sangat penting.

"Manfaat bermain untuk anak meningkatkan kognitif sosial. Fisik anak juga, dan mengembangkan kesejahteraan emosi, sosial, atau kesehatan mental. Ini juga fondasi dari masa anak-anak sampai remaja," ungkap Anas.

Lewat bermain pula, disebut Anas, anak-anak akhirnya belajar mengerti tentang dirinya dan dunia sekitar. Maka, sangat diharapkan supaya anak-anak berkembang menjadi orang-orang yang punya empati dan kepedulian dengan lingkungannya.

"Ternyata apapun isu emosi anak, itu dimulai dari perkembangan fisik dulu. Ada pendekatan namanya movement and learning, jadi kita enggak bisa meminta anak punya kemampuan fokus atau kasus-kasus yang banyak aku tangani anak-anak yang terlambat bicara," lanjut Anas.

Ia menjelaskan, "Apalagi karena pandemi minim interaksi sama orang sekitar, terus kita berharap anak-anak langsung bisa optimal perkembangan emosi psikologisnya tanpa perkembangan fisik."

Infografis Taman-Taman Ramah Anak di Indonesia
Infografis Taman-Taman Ramah Anak di Indonesia. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya