WNI Ungkap Beda Aturan Kampanye Pemilu di Jepang dan Indonesia, Potret Semua Kandidat Sama Besar hingga Ada Mobil Orasi

Di Indonesia, masa kampanye Pemilu biasanya ditandai baliho besar calon legislatif maupun capres dan cawapres. Ternyata, tradisi tersebut tidak berlaku di penyelenggaraan Pemilu di Jepang.

oleh Dyah Ayu Pamela diperbarui 13 Jan 2024, 14:30 WIB
Diterbitkan 13 Jan 2024, 14:30 WIB
Perbedaan kampanye Pemilu Indonesia dengan di Jepang, tidak boleh ada baliho besar
Perbedaan kampanye Pemilu Indonesia dengan di Jepang, tidak boleh ada baliho besar. (Dok: TikTok @suci_amanda_)

Liputan6.com, Jakarta - Di Indonesia, masa kampanye Pemilu biasanya ditandai baliho besar calon legislatif maupun calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Ternyata, tradisi tersebut tidak berlaku di penyelenggaraan Pemilu di Jepang.

Hal tersebut terungkap setelah seorang WNI yang kini bekerja dan tinggal di Jepang berbagi video yang kini viral di jagat maya. "Musim Pemilu di Jepang ditandai dengan mobil orasi yang keliling jalan raya, serta pemukiman," tulis akun TikTok @suci_amanda_ dalam video yang diunggah Rabu, 10 Januari 2024.

Ia menyambung, "Pemilu di Jepang tidak boleh ada baliho segede gaban, apalagi paku-paku pohon dan nggak boleh bagi-bagi sembako juga."

Sebaliknya, poster-poster politisi hanya boleh ditempel di papan khusus yang disediakan pemerintah. Semua poster di papan itu juga harus memiliki ukuran sama besar dan satu politisi hanya mendapat satu ruang tempel poster.

Poster politisi juga jarang ditemukan di pemukiman penduduk. Menurutnya, paling terlihat hanya satu atau dua poster saja, dan itu pun ditempatkan dengan cukup rapi.

Suci juga bercerita bahwa bujet kampanye telah diatur pemerintah dan kandidat atau partai politik dilarang menggunakan uang melebihi batas yang ditetapkan. Orasi politik pun diatur ketat pemerintah Jepang.

Penyelenggaraannya juga hanya boleh dilakukan di ruang publik. Politisi melalui relawan atau tim suksesnya tidak bisa melakukan kontak langsung atau mendatangi rumah warga dari pintu ke pintu di masa kampanye.

Aturan KPU tentang Kampanye di Indonesia

Ilustrasi Pemilu
Badut berbentuk kotak suara Komisi Pemilihan Umum (KPU), ondel-ondel, dan marching band ikut meramaikan pawai Deklarasi Kampanye Damai di Monas. (Merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Sementara itu, mengutip laman resmi KPU, pelaksaan kampanye di Indonesia diatur dalam Peraturan KPU No.15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilihan Umum. Ketentuannya diisebutkan detail pada Pasal 33 tentang penyebaran bahan kampanye Pemilu pada umum. 

Bahan kampanye Pemilu dapat berbentuk selebaran, brosur, pamflet, poster, stiker, pakaian, penutup kepala, alat minum atau makan, kalender, kartu nama, pin, dan alat tulis. Di pasal tersebut juga tercantum ukuran selebaran, brosur, pamflet, poster, dan stiker yang diperbolehkan. 

Di Pasal 34 peraturan tersebut, disebutkan bahwa bahan kampanye wajib dipasang di lokasi yang tidak dilarang berdasarkan peraturan. Pemasangan juga mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan, dan keindahan kota atau kawasan setempat.

Lalu, pada Pasal 70 atat (1) disebutkan bahwa bahan kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dilarang ditempelkan di tempa-tempat tertentu, seperti tempat ibadah, rumah sakit, tempat pelayanan kesehatan, serta tempat pendidikan meliputi gedung dan/atau halaman sekolah dan/atau perguruan tinggi.

Selain itu, alat kampanye juga tidak boleh dipasang di gedung atau fasilitas milik pemerintah, jalan-jalan protokol, jalan bebas hambatan, sarana dan prasarana publik, dan/atau taman dan pepohonan. 

Laporan Awal Dana Kampanye

Ganjar Temui Petani Bawang
Ganjar pun menjelaskan, dirinya sudah biasa menjadi sasaran kampanye hitam dan pemberitaan bohong alias hoaks. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Menurut Tim Pemilu Liputan6.com, Komisioner KPU Bidang Teknis Penyelenggaraan Pemilu Idham Holik telah merilis Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) dari partai politik peserta Pemilu 2024. Dari laporan tersebut, PDIP jadi penerima dana terbesar, yakni senilai Rp183 miliar.

"Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan jumlah calon anggota legislatif (caleg) terdaftar sebanyak 580 orang, namun baru 575 orang yang melaporkan LADK. Total penerimaan partai dari LADK senilai Rp183.861.799.000 dengan total pengeluaran sebanyak Rp115.046.105.000," tulis Idham seperti dikutip Rabu, 10 Januari 2024.

Ia melanjutkan, setelah PDIP, penerimaan partai terbesar selanjutnya adalah PAN, Golkar, dan PPP dengan capaian penerimaan senilai Rp20-an miliar. "Partai Amanat Nasional (PAN) dengan seluruh caleg terdaftar, yakni 580 orang sudah melaporkan 580 orang LADK. Total penerimaannya adalah Rp29.826.000.000 dan total pengeluarannya adalah Rp22.419.055.000," jelas Idham.

Lalu, untuk Partai Golkar, seluruh caleg terdaftar berjumlah 580 orang sudah melakukan LADK. Total penerimaannya sebesar Rp20.591.513.702 dan total pengeluaran adalah Rp8.801.317.049.

Pelanggaran Konten Internet Selama Kampanye

Deklarasi Relawan Nusantara Ganjar (NAGA)
Ganjar mengatakan, kalangan muda yang muncul jelang berakhirnya masa kampanye membawa energi besar untuk memenangkan pasangan nomor urut tiga tersebut. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Idham melanjutkan, "Sedangkan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), juga seluruh calegnya berjumlah 580 orang sudah membuat LADK dengan total penerimaan Rp 20.005.000.000 dan total pengeluaran Rp13.155.500.000."

Lalu, ada partai-partai dengan rincian laporan penerimaan di angka Rp12 miliar ke bawah, yaitu PKS, Perindo, Demokrat, NasDem, Gelora, Garda Republik Indonesia (Garuda), Partai Buruh, Hanura, Gerindra, dan PKB.

Terakhir, ada daftar partai yang memiliki LADK dengan jumlah penerimaan di bawah Rp500 juta, yaitu Partai Ummat, PKNm dan Partai Bulan Bintang (PBB). Sementara, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)  mencatat 204 pelanggaran konten internet hingga 2 Januari 2024 atau 36 hari masa kampanye Pemilu 2024.

Anggota Bawaslu Lolly Suhenty mengungkap temuan ini berasal dari pengawasan siber, penelusuran melalui Intelligent Media Monitoring (IMM) Bawaslu, dan analisis aduan masyarakat.

"Dari 204 konten internet tersebut, (mereka) melanggar ketentuan Pasal 280 ayat 1 huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Pasal 28 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik," ungkap Lolly, dikutip dari Antara, 4 Januari 2024.

 

Infografis Deklarasi Kampanye Pemilu Damai 2024. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Deklarasi Kampanye Pemilu Damai 2024. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya