Tempat Wisata Terapkan Beragam Perizinan dan Aturan tapi Pelanggaran Tetap Jalan

Peraturan di tempat wisata dibuat untuk menjaga keamanan dan kenyamanan wisatawan saat menikmati liburan di destinasi wisata tersebut. Namun terkadang masih banyak beberapa oknum yang melanggar aturan .

oleh Henry diperbarui 01 Jun 2024, 10:00 WIB
Diterbitkan 01 Jun 2024, 10:00 WIB
Taman Nasional Gunung Rinjani
Bukit Propok di Taman Nasional Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat. (dok. Instagram @en.cres/https://www.instagram.com/p/BynCoitB2yB/)

Liputan6.com, Jakarta - Aturan di tempat wisata tentunya dibuat untuk dipatuhi, bukannya dilanggar. Adanya peraturan dan perizinan di tempat wisata tersebut untuk menjaga keamanan dan kenyamanan wisatawan saat menikmati liburan di destinasi wisata tersebut.

Namun terkadang masih banyak beberapa oknum yang melanggar aturan, bahkan ada yang melakukannya berulang-ulang . Alhasil banyak wisatawan yang tidak nyaman dan aman berada di lingkungan tersebut. Hal itu juga diakui oleh Lutfi Naufal, pemilik dan pengelola Taman Wisata Posong di Temanggung, Jawa Tengah.

Mennurut Naufal, ada beberapa wisatawan yang diketahui melalui jalur tembusan (tidak melalui jalur loket tiket). Kabarnya, mereka sering diarahkan Google Map melalui jalur tersebut.

"Itu biasanya terjadi di pagi hari sebelum pukul 5 pagi karena loket tiket di bagian bawah dibuka mulai pukul 4 pagi pak. Jadi jika ketahuan belum membayar tiket biasanya wisatawan mengganti ticketing di atas," ungkap Naufal pada Liputan6.com, Jumat, 31 Mei 2024.

"Itu sudah jarang sekarang. Belakangan ini sudah mulai tertib penjagaan untuk jalur tembusan tersebut, karena jalur itu sudah tidak bisa dilalui mobil,” lanjutnya. Aturan lain yang lebih diperketat adalah soal pengunjung camp atau berkemah.

Taman wisata ini menolak pengunjung yang mau berkemah tapi hanya dua orang saja. Alasannya, mereka tak ingin ada berkemah hanya dua orang dan bukan pasutri. Pihak pengelola pun melakukan pengecekan data diri tamu seperti dengan memeriksa KTP calon pengunjung.

Di sisi lain, ada satu peraturan yang sering dikeluhkan yaitu mengenai peraturan jam buka-tutup mobil di pukul 11.00-13.00 WIB. Peraturan ini berlaku di Sabtu, Minggu, dan hari libur nasional.

Mereka biasanya menbagikan informasi tersebut di media sosial yaitu di akun Instagram: @tamanwisata_posong. Mereka menerapkan peraturan jam buka tutup mobil dikarenakan jalur utama menuju Taman Wisata Posong harus melalui jalan usaha tani (JUT).

 

 

Pengunjung Tak Bisa Terlalu Dibebaskan

Wisata Alam Posong
Wisata Alam Posong (sumber: wisata.temanggungkab.go.id)

 

"Kita memang harus bikin peraturan itu setelah musyawarah dengan pihak desa, perwakilan kelompok petani, dan tokoh-tokoh. Kita bikin di jam 11 sampai 13 karena itu adalah waktunya petani turun drari ladang. Selain jam tersebut, semuanya berjalan normal lagi, jadi kita berharap para pengunjung bisa maklum," terangnya.

Naufal menambahkan, aturan yang lebih ketat di kawasan wisata alam memang harus diberlakukan karena kalau pengunjung terlalu dibebaskan bisa menganggu kelestarian alam sekitar. Pendapat hampir senada juga datang dari pengelola kawasan wisata Gunung Rinjani di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Di tahun lalu cukup banyak pengujung jalur pendakian yang kena blacklist. Penyebab terbesarnya karena overtime atau melakukan pendakian melebihi waktu yang tertera pada tiket mereke. Selain itu ada juga pelanggaran karena sampah, melakukan pendakian illegal, pemalsuan tiket.

Menurut Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) Dwi Pangestu, aturan melebihi hari dari tiket hanya diperbolehkan dengan alasan seperti sakit. Maksimal pendakian di Gunung Rinjani adalah empat hari, jika melewati batas waktu karena sakit harus dibuktikan dengan keterangan dokter maka masih diperbolehkan.

 

Pelaku Pelanggaran Berat Dimasukkan Daftar Cekal

Gunung Barujari merupakan anak Gunung Rinjani di Lombok, NTT
Gunung Barujari merupakan anak Gunung Rinjani di Lombok, NTT.(Dok: Instagram @ardian_underline)

 

Untuk kelebihan hari pendakian setelah maksimal waktu pendakian adalah tiga hari..jika telah membayar tiket sesuai kelebihan hari maka tidak dikenakan blacklist. Dwi Pangestu mengungkapkan, mayoritas poin aturan yang dilanggar adalah mengenai durasi mendaki. Pelanggaran lainnya seperti tidak membawa sampah, pemalsuan etiketing dan pendakian ilegal.

"Setiap pelanggaran akan dikenakan sanksi sesuai kategorinya. Ada pelanggaran ringan maka diberikan surat peringatan I secara tertulis, pelanggaran sedang diberikan surat peringatan II dan menandatangani pernyataan untuk siap dimaskukan dalam daftar cekal (blaklist)," jelasnya pada Liputan6.com, Jumat, 31 Mei 2024.

Untuk pelanggaran berat dimasukan dalam daftar cekal di Taman Nasional Gunung Rinjani. Setiap pelanggaran ringan, sedang dan berat dapat disampaikan ke publik melalui media informasi baik daring dan luring.

Untuk pelaku jasa wisata sanksi beratnya yaitu pencabutan ijin usahanya. TNGR adalah salah satu kawasan konservasi yang mengutamakan kepentingan lingkungan bukan yang bersifat msss tourism atau sebanyak-banyaknya pengunjung.

"Wisata TNGR memperhatikan daya dukung seperti ketersediaan air dan daya tampung seperti jumlah maksimal pengunjung yang dapat mendirikan tenda ataupun yang melintas disepanjang jalur. sehingga aturan yang ketat sangat diperlukan untukkenyamanan dan keselamatan pengunjung," tutur Dwi Pangestu.

Menegakkan Hukum di Tempat Wisata

Survei Adventure Outlook 2021: CHSE Jadi Pertimbangan Penting Turis untuk Berwisata Alam
Ilustrasi wisata petualang. (dok Toomas Tartes/Unsplash.com)

 

Sementara itu pengamat pariwisata Robert Maningka menilai aturan di tenpat wisata terutama wisata alam dan konservasi sudah mempunyai aturan yang jelas dan lengkap. Namun sayangnya penerapannya terkadang tidak sesuai dengan peraturan yang ada. Sejumlah aturan sering diabaikan oleh para pengunjung termasuk para pendaki gunung yang mendaki tanpa izin. Mereka biasanya tidak tergabung dalam komunitas pencinta alam.

"Aspek penegakan tata tertib dan aturan bisa dibilang masih relatif lemah, selain jumlah petugas jaga dan tidak ada aturan yang mengharuskan setiap kelompok harus didampingi pemandu gunung yang kompeten bersertifikasi dan berlisensi," kata pria yang akrab disapa Bob ini pada Liputan6.com, Jumat, 31 Mei 2024.

Menurut Ketua DPP PP Indonesia Tour Leader Association (ITLA) ini, law enforcement atau penegakan hukum di tempat wisata masih lemah sehingga terkesan longgar dan rentan dilanggar. Ia mengusulkan agar rasio jumlah petugas dan wisatawan tidak terlalu timpang agar pengawasan bisa dilakukan lebih intensif lagi dan penegakkan aturan harus lebih tegas lagi. Penggunaan CCTV di ruang terbuka untuk kawasan wisata alam bisa jadi alternatif tapi perlu kajian lebih dalam apakah akan lebih efektif dalam mengawasi pengunjung.

“Kalau menurut saya pribadi, perlu pembinaan ataupun sadar wisata kepada para wisatawan melalui komunitas ataupun organisasi. Bisa juga dilakukan edukasi atau literasi melalui media sosial agar lebih luas lagi penyebarannya,” pungkasnya.

 

Infografis: 4 Unsur Wisata Ramah Lingkungan atau Berkelanjutan
Infografis: 4 Unsur Wisata Ramah Lingkungan atau Berkelanjutan
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya