Begini Cara Bedakan Intoleransi Laktosa dan Alergi Susu Sapi pada Anak

Salah satu gejala yang timbul pada anak yang mengalami intoleransi laktosa dan alergi susu sapi adalah diare. Lalu, bagaimana membedakan antara kedua kondisi itu?

oleh Dinny Mutiah diperbarui 27 Jun 2024, 05:01 WIB
Diterbitkan 27 Jun 2024, 05:01 WIB
Susu Full Cream
Ilustrasi Susu Full Cream / by freepik

Liputan6.com, Jakarta - Susu sapi pada dasarnya tak membahayakan untuk manusia. Namun, tak semua anak nyatanya bisa mengonsumsinya karena mengalami alergi susu sapi (ASS). Gejala yang ditimbulkan bisa beragam, salah satunya diare. Lalu, bagaimana bisa membedakannya dengan intoleransi laktosa karena susu sapi?

Prof. Dr. Budi Setiabudiawan, SpA(K), selaku dokter spesialis anak dan konsultan alergi imunologi membeberkan salah satu indikasi anak mengalami intoleransi laktosa adalah bila tidak ada riwayat kemungkinan alergi di keluarga, baik dari pihak ayah maupun ibu. Pasalnya, risiko alergi bisa diturunkan dari orangtua.

"Kalau mengalami lactose intolerance susu sapi, diberikan susu formula asam amino, tidak ada laktosa lagi, dia akan sembuh," katanya dalam acara Bicara Gizi bertema Tangani Alergi Susu Sapi (ASS) pada Anak dengan Cepat dan Tepat sebelum Terlambat secara daring, Selasa, 25 Juni 2024.

Namun, itu berbeda dengan anak yang mengalami ASS. Prof. Budi menyatakan bahwa sampai kapan pun alergi tersebut masih ada di tubuh anak tersebut meski tingkat alerginya bisa berkurang signifikan bila ditangani sejak dini.

"Dengan tata laksana yang tepat, penghindaran sumber alergi, anak-anak bisa mengalami remisi, tapi tidak sampai 100 persen. Di tahun pertama bisa berkurang 50 persen, tahun kedua 60--70 persen, dan tahun ketiga 90 persen," ia menguraikan.

Untuk mengurangi tingkat alergi, sambung dia, orangtua harus segera berkonsultasi pada dokter, terutama bila anak menunjukkan gejala-gejala alergi. Selain diare, gejala alergi bisa juga ditunjukkan lewat ruam atau eksim di kulit dan gangguan pernapasan. Pada tingkat berat, anak bahkan mengalami anafilaksis.

"Tapi yang paling sering dikeluhkan orangtua adalah sering mulas atau kolik lebih dari tiga jam per hari, lebih dari tiga hari seminggu, selama lebih dari tiga minggu," ia menerangkan.

 

Jangan Beri Susu Sapi

ilustrasi susu gandum bisa mencegah kolesterol/pexels
ilustrasi susu gandum bisa mencegah kolesterol/pexels

Dalam konsultasi medis itu, dokter bisa menyarankan uji alergen untuk memastikan diagnosis. Bila sudah dipastikan, kata Prof. Budi, orangtua sama sekali tidak diperkenankan memberikan anak susu sapi, turunannya, maupun olahan dari susu sapi.

"Kalau seorang anak didiagnosis alergi susu sapi, harus total (dilarang). Kalau ada yang bilang kasih sedikit-sedikit aja nanti jadi kebal, itu tidak. Kalau sudah dinyatakan alergi, total tidak boleh konsumsi susu sapi, produk turunannya, atau olahannya," ia menegaskan seraya meminta orangtua lebih teliti membaca label makanan agar tidak ada sedikit pun susu sapi yang dikonsumsi.

Gejala alergi, sambung Budi, bisa muncul pada usia enam bulan, satu tahun, atau dua tahun. "Beda-beda, tapi kebanyakan di bawah usia 2 tahun," katanya.

Setelah diagnosis ditegakkan, ia meminta ibu untuk terus menyusui anak mereka dengan ASI hingga usia 2 tahun. ASI, kata Budi, mengandung protein rantai pendek yang mudah dicerna lambung anak. ASI juga mengandung oligosakarida yang identik sebagai prebiotik.

"Selain itu, ASI mengandung kuman hidup bermanfaat (probiotik). Semua itu membantu mempercepat terjadinya remisi," ucapnya.

Bagaimana Bila Tak Bisa Dapat ASI?

5 Buah yang Bagus Dikonsumsi Ibu Menyusui agar Bayi Cerdas
Inilah 5 buah yang bagus untuk dikonsumsi oleh ibu menyusui agar bayi cerdas dan sehat. (ilustrasi/Pexels/Laura Garcia)

Lalu, bagaimana bila anak tak bisa mendapatkan ASI? Bila anak tersebut tak bisa mendapatkan ASI, barulah bisa diberikan susu formula. "Bisa diberikan susu hidrolisat ekstensif untuk yang mengalami alergi ringan sedang. Tapi kalau berat, bisa susu formula asam amino. Sebagai alternatif, bisa gunakan susu formula soya," ucapnya.

Prof. Budi juga mengingatkan agar orangtua tidak sekali-kali memberikan susu kambing sebagai pengganti susu sapi. Pasalnya, susunan protein antara susu kambing dan sapi sama saja. Maka itu, bila susu formula hidrolisat atau asam amino tidak cocok, anak boleh mengonsumsi susu soya.

ASS pada anak sebenarnya bisa dicegah lewat beberapa cara. Pertama, pada saat kehamilan, ibu makan apa pun tanpa ada pantangan kecuali bila ibu sudah terdiagnosis alergi. Kedua adalah memilih persalinan lewat vagina, bukan caesarian.

"Pada kelahiran caesar, terjadi penundaan perkembangan bakteri bagi pada usus. Padahal, ini sangat berguna salah satunya mencegah alergi. Dengan caesar, anak tertunda dan sistem imun anak berubah hingga meningkatkan risiko alergi," ucapnya.

Saat anak berumur enam bulan dan mulai makan padat, Prof. Budi menganjurkan agar anak makan apa saja. Dengan begitu, imunitasnya bisa terbangun. Terakhir, hindarkan anak dari asap rokok, baik aktif maupun pasif.

Apa Itu Alergi Susu Sapi?

Begini Cara Bedakan Intoleransi Laktosa dan Alergi Susu Sapi pada Anak
Prof. Dr. Budi Setiabudiawan, SpA(K). (dok. Nutricia)

Alergi susu sapi terjadi ketika sistem kekebalan tubuh bereaksi berlebihanterhadap protein dalam susu sapi yang dapat memengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan anak jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat. ASS adalah alergi makanan yang paling umum pada awal masa kanak-kanak, dengan insidensi 2--3 persen pada tahun pertama kehidupan.

Data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebutkan bahwa prevalensi ASS pada anak Indonesia sekitar 2--7,5 persen, dengan protein susu sapi menjadi alergen kedua yang paling umum setelah telur. Karena itu, penanganan cepat dan tepat sangat penting dilakukan untuk mencegah terjadinya dampak jangka panjang ASS dan memastikan pertumbuhan serta perkembangan anak tidak terganggu.

Dampak ASS dapat bervariasi dari ringan hingga berat, dan dapat memengaruhi berbagai sistem dalam tubuh. Dalam jangka pendek, ASS dapat menyebabkan ketidaknyamanan, serta kesulitan makan dan tidur. Dampak jangka panjang, dapat mencakup berat badan yang tidak optimal, malnutrisi, danketerlambatan pertumbuhan. Selain itu, sifat alergi yang persisten dapat meningkatkan risiko perkembangan kondisi atopik lain, seperti asma atau eksim, di kemudian hari.

Infografis Jangan Ragu, Vaksin Covid-19 Aman untuk Ibu Menyusui. (Liputan6.com/Niman)
Infografis Jangan Ragu, Vaksin Covid-19 Aman untuk Ibu Menyusui. (Liputan6.com/Niman)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya