Liputan6.com, Jakarta - Band rock Amerika Nirvana telah menggugat lini fesyen Marc Jacobs karena menggunakan logo Smiley tanpa izin. Setelah lebih dari setengah dekade, tuntutan ini akhirnya sampai pada halaman terakhir, dengan kedua pihak memutuskan damai.
Menurut laporan NY Times, seperti dikutip dari Straits Times, Kamis (25/7/2024), entitas perusahaan yang mewakili Nirvana menggugat Marc Jacobs International pada 2018. Ini dilakukan setelah jenama fesyen tersebut mengumumkan akan merilis koleksi Bootleg Redux Grunge yang menampilkan logo Smiley.
Baca Juga
Gugatan itu menuliskan bahwa logo wajah tersenyum di rangkaian busana tersebut "hampir identik dengan gambar berhak cipta Nirvana." Smiley band itu berkepala tidak rata, mata X, dan senyuman bergelombang dengan lidah menjulur di sisi kanan wajahnya.
Advertisement
Logo wajah tersenyum Marc Jacobs, yang merupakan bagian dari desain pakaian dan promosi pemasaran umum untuk koleksi tersebut, terlihat sama, tapi menggunakan huruf "M" dan "J" untuk menggantikan huruf X. Band rock ini telah menggunakan logo Smiley mereka sejak awal 1990-an.
Selain poster perilisan album Nevermind (1991), simbol tersebut juga dicantumkan pada kaus oblong, hoodies, gelas, dan merchandise lain. Koleksi Marc Jacobs adalah nostalgia rangkaian busana grunge tahun 1992 milik desainer Perry Ellis, yang membuatnya dipecat dari perusahaan dan mengumumkan comeback sebagai kekuatan utama di dunia mode setelahnya.
Kampanye Marc Jacobs tahun 2018 juga memuat beberapa referensi lagu Nirvana. "Barang bootleg ini benar-benar berbau semangat remaja," bunyi keterangan di situs webnya ntuk setiap produk.
Tanggapan Marc Jacobs International
Salah satu foto promosi koleksi yang disertakan dalam gugatan tersebut memperlihatkan Jacobs mengenakan kaus Smiley di atas tulisan "Come As You Are." Gaya logo kuning-hitam dan jenis huruf yang digunakan pada kaus dinilai mirip dengan desain Nirvana, kata pengacara band tersebut.
Kesamaan ini adalah bagian dari kampanye untuk mengasosiasikan koleksi tersebut dengan Nirvana tanpa izin, sehingga membuat asosiasi Grunge dengan koleksi tersebut lebih autentik, demikian bunyi gugatan tersebut. Sebagai tanggapan, Marc Jacobs International mengajukan tuntutan balik.
Brand itu menuduh Nirvana tidak mengajukan pendaftaran hak cipta yang tepat untuk logo tersebut. Pihaknya juga mempertanyakan cerita pengacara mereka bahwa vokalis Nirvana Kurt Cobain telah mendesain logo tersebut.
Persyaratan penyelesaian, yang diumumkan dalam pengajuan 9 Juli 2024, belum diungkap dalam dokumen pengadilan yang bisa diakses. Sementara itu, pengacara Nirvana dan Marc Jacobs International tidak menanggapi permintaan komentar. Akhir gugatan ini juga menyelesaikan tuntutan hukum dari Robert Fisher, mantan artis Geffen Records, yang mengklaim bahwa dialah yang menciptakan logo Smiley.
Â
Advertisement
Hak Cipta untuk Ciri-Ciri Tertentu
Marc Jacobs tidak mengajukan kasus "penggunaan wajar," yang menurut Daniel Lifschitz, seorang litigator yang berspesialisasi dalam hukum hak cipta, akan menantang. Pasalnya, tujuan komersial perusahaan tersebut adalah menjual pakaian.
Lifschitz, yang bekerja di firma hukum Beverly Hills Johnson & Johnson dan mengikuti kasus Nirvana-Marc Jacobs sebagai bagian dari kursus di University of California, sekolah ekstensi Los Angeles, mengatakan masalah utama yang dihadapi adalah seleksi dan pengaturan.
Anda tidak dapat memiliki hak cipta atas gagasan wajah tersenyum, katanya, tapi Anda dapat memiliki hak cipta untuk ciri-ciri tertentu yang diatur dengan cara tertentu. "Marc Jacobs terlalu berlebihan dalam tahap perancangan, berpikir bahwa, 'Oh, ini hanya sebuah wajah tersenyum biasa, ini tidak dapat dilindungi hak cipta,'" katanya. “Itu adalah ide yang bodoh."
Dengan tudingan serupa, UNIQLO menggugat Shein di Jepang, menuduh pengecer China tersebut meniru desain tas Round Mini Shoulder mereka yang populer. Shein dituntut untuk segera menghentikan penjualan "produk imitasi" dan mengkompensasi kerugian yang ditimbulkan, kata Fast Retailing, perusahaan yang menaungi UNIQLO.
Â
Tuntutan dari Pemain Fesyen Lain
Melansir TIME, 17 Januari 2024, tas bahu yang dijual seharga 1,5 ribu yen (sekitar Rp159 ribu) di Jepang ini jadi hit global. Karena itu, UNIQLO telah memperingatkan konsumen tentang produk palsu dan item serupa yang dijual secara online.
Fast Retailing bergabung dengan saingannya, Hennes & Mauritz AB, dalam menuntut Shein atas pelanggaran hak cipta di Hong Kong. Litigasi yang bertujuan mengurangi "ancaman yang ditimbulkan" retailer China ini telah berlangsung sejak 2021.
Perwakilan Shein, perusahaan yang didirikan China dan sekarang berbasis di Singapura, tidak segera menanggapi permintaan komentar TIME. UNIQLO mengajukan gugatan terhadap Roadget Business Pte, Fashion Choice Pte., dan Shein Japan Co. pada 28 Desember 2023 di Pengadilan Distrik Tokyo.
"Perusahaan mengajukan pengaduan ini karena menilai bentuk produk tiruan yang dijual Shein sangat mirip dengan produknya sendiri," kata Fast Retailing dalam keterangannya. "Penjualan produk tiruan oleh Shein secara signifikan melemahkan tingkat kepercayaan pelanggan yang tinggi terhadap kualitas merek UNIQLO dan produknya."
Advertisement