Korea Selatan Tinjau Ulang Penggunaan Sedotan Kertas, Klaim Ramah Lingkungan Dipertanyakan

Proses peninjauan ulang penggunaan sedotan kertas oleh Kementerian Lingkungan Hidup Korea Selatan diperkirakan akan memakan waktu hingga April 2025.

oleh Dinny Mutiah Diperbarui 16 Feb 2025, 16:00 WIB
Diterbitkan 16 Feb 2025, 16:00 WIB
Ilustrasi Sedotan Kertas
Sedotan kertas ramah lingkungan (Meghan Rodgers/Unsplash).... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup Korea Selatan mengumumkan akan meninjau ulang siklus hidup (LCA) sedotan kertas dan membandingkannya dengan sedotan plastik pada Kamis, 13 Februari 2025. Mereka akan meneliti dampak lingkungan yang dibawa oleh kedua jenis sedotan tersebut pada berbagai tahap siklus hidupnya, seperti produksi, konsumsi, dan pembuangan.

Hasil dari tinjauan ini kemungkinan akan menentukan apakah pemerintah akan terus mempromosikan penggunaan sedotan kertas. Penilaian ini diperkirakan akan selesai pada April tahun ini.

LCA dilakukan setelah pemerintah pada 2021 merevisi Peraturan Pelaksanaan UU tentang Promosi Penghematan dan Daur Ulang Sumber Daya. Di dalamnya diumumkan bahwa penggunaan sedotan plastik dilarang mulai 2022.

Namun pada 2022, pelarangan tersebut ditunda hingga tahun berikutnya. Pada 2023, pelaksanaan pelarangan tersebut ditunda tanpa batas waktu, yang secara efektif memungkinkan penggunaan sedotan plastik kembali untuk sementara waktu.

Kementerian juga akan mulai melakukan benchmarking terhadap peraturan penggunaan sedotan plastik di negara-negara lain, khususnya di Uni Eropa. Mereka menambahkan bahwa mereka akan menyelidiki berapa banyak sedotan kertas yang digunakan di bisnis waralaba di negara tersebut, yang telah menandatangani perjanjian dengan pemerintah untuk memilih sedotan kertas daripada plastik.

"Bahkan para ahli memiliki pendapat yang berbeda tentang apakah sedotan kertas lebih aman bagi lingkungan atau tidak, yang membingungkan konsumen dan produsen sedotan," kata seorang pejabat kementerian.

"Jadi hal ini mendorong kami untuk meluncurkan inspeksi komprehensif terhadap sedotan kertas, plastik, dan bahan alternatif lainnya untuk memahami komposisi kimia dan dampaknya terhadap alam."

Donald Trump Kembalikan Sedotan Plastik

Ilustrasi
Ilustrasi sedotan plastik. (dok. unsplash.com/thoango)... Selengkapnya

Tinjauan ini dilakukan menyusul pengumuman dari beberapa negara dan perusahaan di seluruh dunia yang menyatakan rencana mereka untuk kembali menggunakan sedotan plastik. Hal ini merupakan perubahan drastis dari tren yang dulunya lebih menyukai sedotan kertas karena dianggap lebih ramah lingkungan, meskipun para peneliti belum mencapai konsensus mengenai hal ini.

Selama beberapa tahun terakhir, sedotan kertas telah kehilangan popularitasnya di kalangan perusahaan dan konsumen di seluruh dunia karena keunggulan ekologinya yang diklaim tidak dapat mengimbangi bahaya lingkungan dari sedotan plastik. Hal ini mendorong Presiden AS Donald Trump untuk memerintahkan kembalinya penggunaan sedotan plastik di pemerintahan federal AS.

Awal pekan ini, dia menandatangani dekrit untuk membatalkan kebijakan pengadaan federal yang mendorong pembelian sedotan kertas dan membatasi sedotan plastik. Perintah Trump dikeluarkan setelah Badan Perlindungan Lingkungan AS pada 2020 mengatakan bahwa sedotan kertas menghasilkan emisi karbon 5,5 kali lebih banyak daripada sedotan plastik selama proses produksinya.

"Ini adalah situasi yang konyol. Kita kembali ke sedotan plastik," kata Trump saat menandatangani dekrit tersebut, menambahkan bahwa sedotan kertas 'tidak berfungsi' dan 'tidak bertahan lama'.

Kembalinya Sedotan Plastik ke Industri

Ilustrasi
Ilustrasi sedotan kertas. (dok. unsplash @jasondeblooisphotography)... Selengkapnya

Starbucks Jepang tahun ini mengumumkan bahwa mereka akan menyediakan sedotan plastik biodegradable kepada pelanggannya mulai tahun ini. Langkah ini dilakukan lima tahun setelah mereka berhenti menyediakan sedotan plastik kepada pelanggannya.

Produsen jus Jerman Capri-Sun mengatakan tahun lalu bahwa mereka berencana untuk membawa kembali sedotan plastik untuk produk di Swiss. Kebijakan negara itu tidak seperti di Uni Eropa karena tidak ada larangan menggunakan sedotan plastik.

Dengan sikap pemerintah Korea Selatan yang tidak pasti terhadap sedotan kertas, volume impor sedotan kertas turun menjadi 401 ton dari 919 ton pada 2023, menurut Kementerian Keamanan Pangan dan Obat-obatan. Hingga tahun lalu, hampir separuh dari semua produsen sedotan kertas domestik menutup bisnis mereka karena permintaan sedotan kertas menurun.

Jika sedotan kertas dipertanyakan manfaat ekologisnya, Indonesia memiliki solusi sedotan yang lebih ramah lingkungan karena terbuat dari purun. Hartati, pemilik label Purun Ecostraw, memajang produknya di pameran mini di Belitung, pada 2021.

Kepada Liputan6.com, beberapa waktu lalu, ia mengaku mulai memperkenalkan produknya pada akhir 2019. Produk itu pertama kali dipasarkan ke Bali yang dikenal gencar menangkal penggunaan plastik sekali pakai. "Saya coba dulu sebelumnya. Ada rasa atau apa, ternyata it's okay," ujarnya.

Sedotan Purun nan Ramah Lingkungan

BRI berhasil melakukan pembinaan terhadap salah satu mitranyam yaitu Klaster Purun Eco-Straw
Salah satu wujud keberhasilan BRI dibuktikan melalui Klaster Purun Eco-Straw, yakni usaha kerajinan rumahan yang mengedepankan konsep ramah lingkungan. Produk yang dihasilkan berupa sedotan yang berasal dari bahan rumput purun.... Selengkapnya

Sedotan ini diperoleh dari purun, sejenis gulma di rawa gambut. Produk itu tak serapuh sedotan kertas, tapi juga tak sekokoh sedotan logam yang banyak digunakan sebagai sedotan ramah lingkungan.

"Sifatnya seperti daun keladi. Tidak berubah bentuk juga tidak memakai perekat," ujarnya.

Proses pembuatannya membutuhkan waktu lima hari. Ia memanfaatkan sinar matahari untuk mengeringkan purun sebelum dioven agar benar-benar kering. Sedotan itu sengaja digunakan sekali pakai karena menyerap air. "Takutnya juga ada bakteri yang bersarang karena dia menyerap air," sambungnya.

Hartati menjamin sedotan purun tak akan menambah beban lingkungan. Karena menggunakan bahan alami, sedotan akan hancur dalam waktu seminggu setelah dibuang. 

"Kalau dibuang ke laut pun enggak akan kesangkut," imbuhnya.

Ia mengaku banyak mendapat pesanan dari Bali dan Jakarta, terutama para pemilik restoran. Ia menjual dalam dua pilihan, sekotak isi 50 buah dan 100 buah dengan harga berkisar Rp25 ribu --Rp50 ribu. Hal itu menjadi salah satu wujud inovasi dalam sektor pariwisata berkelanjutan yang dipaparkan mantan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno di Markas PBB pada pada 4--5 Mei 2022.

Bahaya Sampah Plastik di Laut
Infografis bahaya sampah plastik di laut. (dok. TKN PSL)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Live dan Produksi VOD

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya