Mega `Membendung` Risma

Niat Risma meninggalkan kursi Walikota Surabaya akibat konflik dengan Wisnu akhirnya kandas.

oleh Trimutia Hatta diperbarui 02 Mar 2014, 00:02 WIB
Diterbitkan 02 Mar 2014, 00:02 WIB
Megawati dan Risma
Megawati dan Risma

Liputan6.com, Jakarta - Malam itu, Rabu 26 Februari lalu, Walikota Surabaya Tri Rismaharini tak terlihat. Rapat dengan Mendagri Gamawan Fauzi dan Gubernur Jawa Timur Soekarwo di Komisi II DPR pun antiklimaks. Padahal, agendanya membahas konflik Risma dengan Wakilnya, Wisnu Sakti Buana.

Rupanya, pada Minggu 23 Februari, Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat, Risma telah menemui Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Niat Risma meninggalkan kursi Walikota Surabaya akibat konflik dengan Wisnu, akhirnya kandas.

Kebijakan Risma menaikkan pajak reklame hingga 25% sempat membuat DPRD Surabaya, termasuk Wisnu sebagai Wakil Ketua DPRD saat itu, hendak melengserkannya. Risma juga menolak rencana pembangunan jalan tol yang membelah Kota Surabaya. Proyek pemerintah pusat ini dinilai hanya akan memperparah kemacetan.

Setelah Wisnu yang dulu ikut mendukung upaya pelengseran Risma diangkat sebagai Wakil Walikota Surabaya, ketegangan pun terjadi. Risma menilai pengangkatan Wisnu tidak sesuai prosedur. Hal ini membuat Risma berniat mengundurkan diri.

Kini niat itu telah dibendung Mega. Saat bersama Gubernur DKI Jakarta Jokowi menemui Risma dan Wisnu di Surabaya, Sabtu (1/3/2014), Mega mengaku tak merestui niatan Risma mundur dari jabatanya.

"Saya tidak mengizinkan Ibu Risma mengundurkan diri dan tetap bekerja untuk rakyat, melanjutkan program pemerintah Kota Surabaya," ujar Megawati.

Sedangkan Walikota Surabaya Wisnu Sakti Buana yang juga kader PDIP, diminta Megawati untuk membantu Risma, "Melaksanakan seluruh garis kebijakaan dan keputusan yang diambil Walikota Surabaya," tukas Megawati.

Damai

Selain membendung niat mundurnya Risma Mega juga menyelesaikan persoalan antara Risma dan Wisnu. "DPP PDIP menegaskan, seluruh persoalan terkait dengan mundurnya Walikota Surabaya telah selesai secara musyawarah," kata Wakil Sekjen PDIP Hasto Kristianto di Surabaya.

Dituturkan Hasto, dalam pertemuan Mega dan Risma pekan kemarin, mantan Presiden RI itu secara tegas mendukung kepemimpinan Risma-Wisnu untuk melanjutkan program-program pemerintahan Kota Surabaya yang positif bagi warganya.

"DPP PDIP menegaskan sikapnya untuk tetap memberikan dukungan sepenuhnya kepada kepemimpinan Tri Rismaharini dan Wisnu Sakti Buana," ujarnya

"Penetapan Wisnu selain telah melalui tahapan yang sesuai dengan ketentuan undang-undang, juga ditetapkan oleh DPP PDIP sebagai sebagai partai pengusung pasangan Tri Rismaharini pada pemilu Kepala Daerah Kota Surabaya pada tahun 2010," imbuh Hasto.

Cium Tangan

Kini, rasa hormat pun ditunjukkan Wisnu terhadap sang Wali di kota pahlawan, Risma. Wisnu mencium tangan Risma saat berjabat tangan, sebelum menyambut kedatangan Mega dan Jokowi.

Wisnu telah lebih dulu tiba di Bandara Juanda, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (1/3/2014) sekitar pukul 10.25 WIB. Selang 5 menit kemudian, tibalah mobil Risma.

Pantauan Liputan6.com, Wisnu menyambut Risma, menjabat tangan Risma, lalu menunduk mencium tangan Risma sebagai tanda hormat di Gedung Graha Amukti Praja VVIP Room.

Setelah itu Risma yang mengenakan batik kombinasi hitam dan abu-abu dan Wisnu yang memakai kemeja coklat bersama-sama menuju area pendaratan pesawat untuk menyambut Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Gubernur DKI Jakarta yang juga politisi PDIP Joko Widodo atau Jokowi.

Tak ada sepatah kata pun yang disampaikan Risma maupun Wisnu yang keduanya juga sama-sama politisi PDIP tersebut kepada jurnalis yang menyaksikan pertemuan tersebut.

Bukan Rekayasa

Ketegangan Risma dan Wisnu beberapa pekan ini menjadi sorotan publik. Bahkan, lawan politik PDIP menilai isu mundurnya Risma hanyalah akal-akalan untuk menaikkan elektabilitas. 

"Kalau isu itu justru menggambarkan ada kisruh di PDIP, itu menunjukkan citra tidak bagus. Justru terbalik nggak bagus untuk PDIP itu dan bukan pencitraan," kata pengamat politik Andrinov Chaniago saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta.

Ia menilai, siapa pun akan merasakan hal yang sama bila menjadi pemimpin lalu disodorkan seorang wakil secara tiba-tiba. Dia menyebutkan, apa yang diutarakan Risma kepada publik adalah hal yang nyata.

"Saya mengikuti fakta kenapa Bu Risma itu sampai mengungkapkan apa yang terjadi yang diungkap itu kan sangat terkonfirmasi jelas itu bukan direkayasa. Saya rasa siapa pun kalau dia pemimpin, lalu ditodong orang nomor 2 saya rasa akan sama," papar Andrinov.

Andrinov mengatakan, saat ini yang terjadi adalah pembunuhan karakter terhadap Risma. Kompetitor PDIP yang mengatakan apa yang terjadi di dalam tubuh banteng moncong putih sebagai pencitraan, itu tidak bisa diterima.

"Yang terjadi sekarang upaya penyerangan karakter untuk Risma. Kalau ada yang ngompor-ngomporin itu mungkin saja, tapi persoalan pokoknya jelas benar, dan tak bisa diingkari. Bu Mega kan akhirnya turun menyambangi Bu Risma dan mediasi melalui Pak Jokowi," tandas Andrinov.

Risma Cengeng?

Rencana pengunduran diri Risma sebagai Walikota Surabaya dikritisi banyak pihak. Mayoritas meminta Risma untuk tetap menjadi Walikota Surabaya. Salah satunya pakar psikologi politik dari Universitas Indonesia Hamdi Muluk.

"Risma jangan mundur, pemimpin jangan cengeng," katanya saat dihubungi Liputan6.com.

Hamdi menambahkan, dalam politik pasti ada kepentingan-kepentingan. Kepentingan itu bisa sangat keras. "Jangan takut dengan tekanan politik. Teguh saja," ucap Hamdi.

Selagi untuk kepentingan publik, lanjutnya, Risma tetap harus mengedepankan agenda publik. Risma juga harus amanah menjalankan tugas. "Amanah saja. tidak korupsi. Selagi mengedepankan agenda publik, Kita kawal," tandas Hamdi.

Pada Kamis 20 Februari 2014, Risma sempat menemui Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso. Tujuannya, meminta bantuan dalam menghadapi polemik yang saat ini sedang dialaminya.

Risma mengaku keberatan dengan pemilihan Wakil Walikota Surabaya yang baru, Wisnu Sakti Buana. Dia menganggap, pemilihan tersebut tidak transparan dan tidak sesuai prosedur.

Menyikapi hal tersebut, Priyo kemudian menggelar pertemuan dengan Mendagri Gamawan Fauzi, Gubernur Jawa Timur Soekarwo, dan Komisi II DPR pada Rabu 26 Februari 2014.

Hasilnya, Gamawan Fauzi dan Soekarwo satu suara menyatakan tak ada kesalahan prosedural dalam pengangkatan Wisnu sebagai Wakil Walikota Surabaya. Kemudian, Ketua Komisi II DPR Agun Gunanjar menuturkan, bahwa permasalahan itu menjadi kewenangan DPRD Surabaya. (Rizki Gunawan)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya