Liputan6.com, Jakarta - Dalam sepekan terakhir, masyarakat Indonesia dikejutkan oleh dua kasus dugaan kekerasan dan pelecehan seksual yang melibatkan tenaga medis.
Pertama, publik digemparkan oleh kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang dokter PPDS Unpad, PAP, 31 tahun, terhadap keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
Baca Juga
Tak sampai seminggu berselang, kasus serupa kembali viral. Kali ini melibatkan seorang dokter obgyn di Garut.
Advertisement
Rentetan kasus ini memicu pertanyaan publik, perlukah ada penambahan syarat untuk mendapatkan Surat Tanda Registrasi (STR)?
Apalagi, saat ini STR berlaku seumur hidup. Apakah aturan ini perlu dikaji ulang agar masa berlakunya dibatasi, misalnya hanya lima tahun?
STR dan SIPÂ Itu Apa?
Ketua Konsil Kesehatan Indonesia (KKI), drg. Arianti Anaya, MKM, memberikan penjelasan penting mengenai STRÂ dan Surat Izin Praktik (SIP) bagi tenaga medis di Indonesia.
Menurut Arianti, STR memang berlaku seumur hidup, tetapi bukan berarti pemiliknya langsung bisa berpraktik.
"STR diberikan sebagai bukti bahwa seseorang telah menyelesaikan pendidikan dan dinyatakan kompeten oleh kolegium profesinya. Yang menyatakan mereka kompeten tentu bukan KKI, tetapi kolegium masing-masing. Kolegium yang memastikan seseorang layak mendapat sertifikat kompetensi,"Â ujarnya di Jakarta pada Kamis, 18 April 2025.
Meski STR berlaku seumur hidup, tenaga medis tetap wajib memiliki SIP agar dapat berpraktik secara legal. SIP inilah yang menunjukkan bahwa seseorang memiliki izin praktik aktif, dan harus diperpanjang setiap lima tahun sekali.
Â
Masa Berlaku STR dan SIP Apakah Sama?
Dulu, baik STR maupun SIP memiliki masa berlaku lima tahun. Namun kini, sistem diperbarui. STR hanya diberikan satu kali dan berlaku seumur hidup, sedangkan SIP tetap harus diperbarui lima tahun sekali dengan sejumlah syarat, seperti:
- Mengumpulkan Satuan Kredit Profesi (SKP)
- Melaporkan logbook praktik
"Saya, misalnya. Saya dokter gigi, punya STR. Tapi karena sudah lama tidak praktik, saya tidak punya SIP. Kalau sekarang mau praktik, saya harus ikut uji kompetensi lagi," ujarnya.
Artinya, tanpa SIP, tenaga medis tidak boleh menjalankan praktik, meskipun telah memiliki STR seumur hidup.
Proses perpanjangan SIP melibatkan penilaian dari fasilitas kesehatan (faskes) tempat tenaga medis bekerja. Faskes diminta memberikan laporan tentang kondisi dan kompetensi tenaga medis yang bersangkutan.
"Kenapa faskes? Karena mereka yang tahu kondisi tenaga kesehatannya. Apakah masih layak? Apakah mengalami penurunan kemampuan seperti tremor? Atau tidak lagi aktif ikut seminar dan pendidikan berkelanjutan?," tambahnya.
Masukan dari faskes menjadi salah satu pertimbangan penting dalam memutuskan apakah SIP seseorang bisa diperpanjang atau tidak.
Â
Advertisement
Soal Praktik Nakal dan Pengawasan
drg. Arianti menyambut baik meningkatnya kesadaran masyarakat dalam melaporkan dugaan praktik yang tidak sesuai prosedur.
"Sekarang masyarakat mulai melek. Mereka tahu ke mana harus melapor. Ini bagus, karena efek jera itu harus ada. Tapi kita juga harus adil. Tidak semua kasus kematian pasien berarti tenaga medis bersalah," katanya.
Setiap laporan akan diperiksa oleh Majelis Disiplin Profesi (MDP). Bila terbukti tenaga medis telah mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP), maka tidak akan ada sanksi. Namun, jika ditemukan pelanggaran, sanksi akan dijatuhkan.
Â
Ketua KKI: Dokter Bukan Tuhan, Tapi...
Arianti menegaskan bahwa tenaga medis bukan sosok yang kebal hukum, tapi juga tidak boleh menjadi korban ketidakadilan.
"Kalau ada pasien meninggal, belum tentu itu kesalahan dokter. Tapi kalau SOP dilanggar, tentu akan ada konsekuensinya," tegasnya.
Dia berharap ke depan tak ada lagi kasus-kasus yang merugikan baik masyarakat maupun tenaga medis. Jika pun ada, KKI berkomitmen untuk menindaklanjutinya secara adil, profesional, dan transparan.
Advertisement
