Liputan6.com, Jakarta - Bait-bait Jongko Joyoboyo. Ramalan sosial politik yang menjadi pegangan sebagian masyarakat Jawa selama hampir 9 abad. Ramalan ini dipercaya sebagai buah pikiran Prabu Jayabaya, Raja Kediri yang memerintah sejak tahun 1135 hingga 1157 Masehi.
Seperti ditayangkan Potret Menembus Batas SCTV, Minggu (20/7/2014), karena kesaktiannya Prabu Jayabaya dipercaya sejajar dengan para dewa.
Bahkan berkat kesuciannya, Prabu Jayabaya di akhir hayatnya moksa. Ia dipercaya meninggalkan dunia menuju pusat alam semesta di mana Tuhan bertahta bersamaan dengan lenyapnya jasmani.
Bagi masyarakat Jawa, Jongko Joyoboyo atau Ramalan Jayabaya punya tempat istimewa. Pewaris manuskrip tertua Jayabaya Serat Kalatidha adalah Keraton Surakarta Hadiningrat. Serat Kalatidha digubah pujangga keraton Raden Ngabehi Ronggowarsito 1,5 abad silam.
Sebuah karya yang menjadi sumber inspirasi untuk mempertajam mata dan telinga batin. Menaklukkan hawa nafsu dan menangkap tanda-tanda zaman.
Lewat kata-kata itulah, masyarakat mencari jawaban apa yang terjadi di kemudian hari. Kala itu, pujangga memainkan peran penting dalam lingkaran kekuasaan kerajaan.
Jongko Joyoboyo juga dianggap sebagai karya sastra berupa tembang atau kakawin dalam bahasa Jawa kuno. Sebagai karya Adiluhung, Ramalan Jayabaya dinilai memiliki tingkat kesusastraan yang amat tinggi.
Tak sekedar ramalan tentang notonagoro yang disebut-sebut sebagai urutan kepemimpinan nasional. Kelebihan Ramalan Jayabaya adalah kemampuan menyusun periodisasi peradaban manusia hingga kurun abad ke-21. Di dalamnya termaktub ramalan perilaku masyarakat hingga pemerintahan yang korup.
Selain Ramalan Jayabaya, Serat Kakawin Baratayudha adalah karya monumental lain yang muncul di era pemerintahan Jayabaya. Serat Kakawin Baratayudha digubah oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh.
Karya yang dalam masyarakat Jawa dikenal sebagai babak paling menegangkan di dalam dunia pewayangan.
9 Abad berlalu, Ramalan Jayabaya tetap tak terpinggirkan. Kehadirannya semakin bermakna ketika suksesi politik tanah air terjadi. Ramalan Jayabaya dipercaya menjadi jawaban ketidakpastian pemimpin masa depan. Karena Serat Jayabaya dianggap memiliki akurasi tersendiri.
Serat Pustaka Raja di Keraton Solo adalah salah satu turunan Jongko Joyoboyo yang ditulis Pujangga Keraton Surakarta, Raden Ngabehi Ronggowarsito. Detil dalam tembang dandang gulo misalnya, dipercaya merujuk kepada kepemimpinan nusantara dari waktu ke waktu.
Mantan Presiden Sukarno adalah presiden pertama Republik Indonesia yang dilambangkan sebagai Satrio Kinunjoro. Seorang yang mempunyai peran besar dengan pengalaman berkali-kali dipenjara.
Sedangkan mantan Presiden Soeharto digambarkan sebagai pemimpin yang harus lengser karena tuntutan rakyatnya. Presiden Soeharto dilambangkan sebagai Satrio Mukti Wibowo.
Kemudian Presiden BJ Habibie dilambangkan sebagai Satrio Jinumput atau Satrio Sumelo Atur.
Almarhum KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur disebut sebagai Satrio Lelono Bumi. Yakni pemimpin yang gemar keliling dunia walau tidak bisa melihat.
Adapun Megawati Sukarnoputri dipercaya sebagai Satria piningit. Yakni yang membawa nama besar sang ayah.
Sedangkan Susilo Bambang Yudhoyono disebut sebagai Satrio Pinilih. Yakni presiden pertama yang dipilih langsung oleh rakyat.
Seperti apakah gambaran pemimpin nusantara ini selanjutnya menurut Ramalan Jayabaya? Selengkapnya saksikan video "Potret: Ramalan Jayabaya dan Suksesi Kepemimpinan Nusantara" di bawah ini.
(Riz)
Baca juga:
Baca Juga
Jawara dan Kiai di Ranah Banten
Advertisement