Liputan6.com, Jakarta - Tim Siber Mabes Polri dinilai perlu segera turun tangan menyelidiki dugaan keterlibatan DPA yang diviralkan di media sosial mengunggah dokumen akses virtual cloud/portal dan akses virtual private network (VPN) Pusat Data Nasional (PDN) ke platform berbagi dokumen, scbribd.
"Masyarakat bisa unduh semua dokumen yang bersangkutan telah upload tersebut. Dokumen-dokumen rahasia semua dibocorkan secara sengaja. Semua bencana siber sejak dua tahun ini bisa jadi bermula dari dokumen bocor ini," ujar Direktur PoliEco Digital Institute (PEDAS) dan Pakar Digital Anthony Leong kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (6/7/2024).
"Bayangkan jika ditarik mundur ke 2022, ada berapa banyak kebocoran data yang terjadi," sambung dia.
Advertisement
Menurut Anthony, jika terbukti yang bersangkutan terlibat, maka aparat hukum harus segera menangkap yang bersangkutan karena telah merugikan negara.
Dia juga menegaskan insiden terhadap PDNS 2 merupakan sebuah aksi teror siber, yang diduga melibatkan orang dalam yang mungkin sengaja membuka akses data.
"Ini dipastikan serangan teror siber kepada PDN. Diduga ada keterlibatan orang dalam karena ada potensi orang dalam yang membuka data-data ini keluar. Jadi boleh dibilang bukan hackernya hebat. Dari bahasanya narasi permintaan maaf juga kelihatan seperti orang Indonesia," papar Anthony.
Dia menilai jika gangguan yang dialami Pusat Data Nasional disebabkan oleh serangan siber dengan metode ransomware, risiko yang dihadapi sangat besar. Bukan hanya mengganggu layanan publik, tapi juga mengancam bocornya data pribadi masyarakat yang ada di PDNS.
"Apalagi jika peretas berhasil mengakses server di PDNS, kebocoran data bisa meluas ke instansi lain yang menyimpan data masyarakat. Apalagi kemarin muncul dugaan kebocoran data juga terjadi di INAFIS dan BAIS TNI. Ini sangat berbahaya sekali, tidak boleh dianggap remeh," terang Anthony.
Perlu Ada Urgensi Tindakan Pemerintah
Anthony menilai, serangan teror siber yang kian meningkat telah mengguncang pondasi keamanan digital nasional dan mencatat tititk baru dalam catatan sejarah kejahatan siber di Indonesia. Dia menilai perlu ada urgensi tindakan pemerintah dalam menghadapi eskalasi serangan siber yang kian meningkat ini.
"Ini bukan lagi hanya tentang kebocoran data sembarangan melainkan sudah tentang keamanan nasional," ucap Anthony.
Oleh karena itu, Anthony menilai pemerintah perlu melibatkan lebih banyak sumber daya untuk memerangan kejahatan dan aksi teror siber dan meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk turun tangan langsung menghadapi ancaman terhadap negara ini.
"Ini saatnya Presiden menunjukkan keseriusannya dalam melindungi data dan infrastruktur digital negara dengan memimpin langsung mengatasi aksi teror siber ini," kata dia.
Anthony juga meminta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) segera melkukan audit terhadap Pusat Data Nasional untuk mengatasi dan mencegah kebocoran data.
"Masyarakat menunggu langkah tegas dari pihak berwenang dalam menangani dan menyelesaikan kasus ini," tegas Anthony.
Advertisement
Jokowi Evaluasi Menkominfo Imbas PDN Diserang, Bakal Kena Copot?
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku telah mengevaluasi Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Budi Arie Setiadi imbas serangan Ransomware terhadap Pusat Data Nasional (PDN).
Evaluasi itu terjadi di tengah ramai desakan agar Budi Arie Setiadi mundur dari jabatan Menkominfo. Namun, Jokowi belum banyak bicara seperti apa responsnya terhadap tuntutan itu.
"Semuanya sudah dievaluasi," kata Jokowi singkat saat ditemui usai peresmian Ekosistem Baterai dan Kendaraan Listrik Korea Selatan di Karawang New Industry City, Rabu 3 Juli 2024.
Jokowi mengatakan, pemerintah telah melakukan evaluasi secara menyeluruh setelah peretasan PDN. Ia pun meminta agar peristiwa serupa tidak terulang lagi.
"Yang paling penting semuanya harus dicarikan solusinya agar tidak terjadi lagi, di back-up semua data nasional kita. Sehingga kalau ada kejadian kita tidak terkaget-kaget. Ini juga terjadi di negara-negara lain, bukan hanya di Indonesia saja," tegasnya.
Serangan Ransomware terhadap Pusat Data Nasional sejak 20 Juni 2024 lalu telah berdampak pada beberapa layanan publik di pemerintahan, salah satunya di bidang perpajakan.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suryo Utomo menjelaskan, serangan ransomware ke server PDN ini mengakibatkan terganggunya layanan wajib pajak bagi warga negara asing (WNA).
"Terkait dengan pelayanan kepada wajib pajak memang ada satu yang mengalami hambatan, yaitu layanan registrasi NPWP secara online untuk wajib pajak PMA termasuk wajib pajak orang asing," kata Suryo dalam konferensi pers virtual APBN Kita beberapa waktu lalu.
Bagaimana dengan Data Wajib Pajak?
Suryo menyebut gangguan terjadi lantaran pihak harus mencocokkan validasi nomor paspor bagi WNA yang terdapat di layanan imigrasi. Hal ini menyebabkan terhambatnya proses validasi oleh DJP.
"Karena dalam proses ini kami harus melakukan validasi nomor paspor mereka dan hal itu ada di layanan imigrasi. Dampaknya pada akses kami untuk validasi data dengan data migrasi," ungkapnya.
Beruntung, sejauh ini tidak ada satupun data wajib pajak yang bocor akibat serangan ransomware tersebut. Saat ini, DJP terus melakukan pengecekan pasca serangan ransomware terhadap Pusat Data Nasional.
"Alhamdulillah sampai saat ini kita coba cek dan teliti, tidak ada data di Direktorat Jenderal Pajak yang terdampak dengan ransomware yang kemarin sempat menyerang Pusat Data Nasional," tegas Suryo.
Advertisement