Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan terkait pernikahan beda agama. Agenda sidang kali ini pemeriksaan perbaikan permohonan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang mengakibatkan diskriminasi terhadap pasangan yang menikah beda agama.
"Agenda merupakan pemeriksaan perbaikan permohonan, pada waktu yang lalu kita sudah memberikan saran perbaikan," kata Hakim MK Wahiduddin Adam di Gedung MK, Jakarta, Rabu (17/9/2014).
Baca Juga
Sementara pihak pemohon mengatakan sudah melakukan 6 kali perbaikan. Pertama, permohonan tidak hanya permohonan uji materi tapi juga formil.
Advertisement
"Apakah proses pembentukan UU Nomor 1 Tahun 1974, khususnya pada Pasal 2 ayat (1) itu diuji, apakah sudah sesuai dengan asas-asas perundangan atau dibuat hanya berdasarkan keputusan sepihak pembuat undang-undang," tutur salah seorang perwakilan pemohon, Damian Agata Yuvens.
Kedua, lanjut Damian, pokok permohonannya dilengkapi dengan elaborasi sila pertama Pancasila terhadap UU Perkawainan. Ketiga, sudah tidak ingin menghapus Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan tersebut. Dia hanya menginginkan pemaknaan yang baru, yaitu hak kontitusional warga negara yang bebas menikah tanpa memandang suatu agama tertentu setiap pasangannya.
Keempat, sambung Damian, pihaknya meminta MK bahwa suatu perkawinan bisa dikatakan sah sepanjang hukum agamanya diserahkan kepada para masing-masing calon mempelai.
Kelima, kata Damian, pengubahan pokok permohonannya itu sehubungan dengan dampak pemaknaan atas gugatan yang diajukannya. Sehingga diharapkan pemaknaaan gugatannya ini merupakan langkah konstitusional.
"Terakhir, kepada Mahkamah untuk mempertimbangkan tingkat keragaman dan kemajemukan masyarakat Indonesia dalam memutuskan perkara ini," tandas Damian.
4 Alumnus dan seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Damian Agata Yuvens, Rangga Sujud Widigda, Varida Megawati Simarmata, Anbar Jayadi, dan Luthfi Sahputra mengajukan judicial review atau uji materi Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan di MK.
Mereka menilai hak-hak konstitusionalitasnya dirugikan dengan berlakunya syarat keabsahan perkawinan menurut hukum agama. (Sss)