Liputan6.com, Jakarta - Nenek Fatimah tak bisa menyembunyikan cekungan di matanya. Raut kelelahan nampak jelas di balik kerudung putih yang dikenakan wanita berusia 90 tahun itu.
Di salah satu sudut Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Fatimah menyeka air mata dengan sapu tangan lusuhnya. Segala urusan hukum yang membelit dirinya membuat wanita sepuh itu lelah lahir dan batin.
Di usia senjanya, nenek Fatimah yang baru saja dinyatakan bebas atas gugatan Rp 1 miliar dari anak dan menantunya sendiri, kembali harus menjalani proses persidangan. Kali ini pasangan Nurhana dan Nurhakim kembali meminta hak atas sertifikat tanah yang di atasnya berdiri rumah sederhana milik Fatimah.
Kisah Fatimah bukan satu-satunya. Ada kisah seteru Titin Suhartini dan putrinya, Princess Gusti Santang Amin, juga veteran perang Achmad Tjakoen Tjokrohadi dan lainnya.
Hampir semua gugatan tersebut dilayangkan darah daging mereka karena persoalan tanah. Berikut catatannya yang Liputan6.com himpun, Kamis (18/12/2014):
Selanjutnya: Air Mata Nenek Fatimah...
Air Mata Nenek Fatimah
Air Mata Nenek Fatimah
Nenek Fatimah belum bisa bernapas lega meski baru saja dinyatakan bebas atas gugatan Rp 1 miliar dari anak dan menantunya, Nurhanah dan Nurhakim beberapa waktu lalu. Bersama suaminya, Nurhanah tega menyeret kembali perempuan yang telah melahirkannya ke meja hijau.
Masalahnya masih sama, janda 8 anak itu dituduh melakukan penyerobotan tanah yang di atasnya berdiri rumah sederhana milik Fatimah. Rumah itu telah ditempati nenek Fathimah dan keluarga selama 27 tahun.
Pada awalnya, tanah seluas 397 meter persegi yang berlokasi di Kelurahan Kenanga, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang itu milik sang menantu, Nurhakim. Lalu pada 1987, tanah tersebut dibeli almarhum ayahnya, Abdurahman, senilai Rp 10 juta.
Dia juga memberikan Rp 1 juta untuk Nurhana sebagai warisan. Namun berdasarkan keterangan anak bungsu Fatimah, Amas (37), sertifikat tanah itu hingga kini belum dibalik nama karena Nurhakim tidak pernah mau melakukan itu.
Perjalanan kasus ini membuat sang nenek sedih. Fatimah mengaku sudah lebih dari 4 tahun lamanya dia dan sang menantu Nurhakim, tidak bertegur sapa.
"Ya semenjak sidang kemarin itu, sering nggak enak badan, nggak enak makan, nggak enak segalanya," kata Fatimah lirih.
Sementara kuasa hukumpenggugat M Singarimbun mengatakan, kliennya Nurhakim mengaku kalau dia memberikan sertifikat tanah kepada ayah mertuanya, Abdurahman, karena dijanjikan akan dibeli pada 1987. Namun sampai mertuanya meninggal, dia tidak pernah mendapat bayaran atas penjualan tanah itu.
"Nurhakim sempat pindah ke Palangkaraya, Kalimantan, bersama Nurhana. Saat mengetahui mertuanya meninggal, dia pulang ke Tangerang untuk minta supaya tanah itu dibayar," ujar Singarimbun.
Selanjutnya: Titin Suhartini...
Advertisement
Titin Suhartini
Titin Suhartini
Kisah miris Nenek Fatimah juga dialami seorang ibu di Bogor, Jawa Barat, Titin Suhartini. Titin digugat oleh anak yang dilahirkannya, yakni Princess Gusti Santang Heroeningrat dan juga oleh mantan suaminya yang merupakan ayah kandung dari anaknya tersebut.
Sebuah rumah di Taman Cibalagung, Kota Bogor menjadi obyek rebutan sang anak dan mantan suami. Keduanya mengklaim rumah tersebut atas nama mereka dan oleh karenanya Titin harus keluar dari situ.
"Di sini saya sebagai kuasa insidentil dari penggugat. Ini merupakan perkara rumah dan gugatan melawan hukum yang terjadi antara kedua orangtua saya," kata Princess Gusti Santang Amin, 17 Desember 2014.
Princess bahkan berencana mengusir ibu kandungnya sendiri bila memenangkan kasus ini. Ironis, ibu beranak 7 tersebut harus menghadapi sang anak dan mantan suami tanpa dampingan pengacara.
Selanjutnya: Achmad Tjakoen Tjokrohadi...
Achmad Tjakoen Tjokrohadi
Achmad Tjakoen Tjokrohadi
Pasangan Achmad Tjakoen Tjokrohadi (92) dan Boedi Harti (86) tak kalah sepuh dari Nenek Fatimah. Dan di usia senjanya, pasangan ini juga masih harus menghadapi persoalan serupa dengan Nenek Fatimah.
Pensiunan TNI AD dengan pangkat Letnan Kolonel itu digugat oleh anak keempatnya, Ani Hadi Setyowati. Peristiwa ini berawal saat pria yang karib disapa Hadi itu ingin membalik nama sertifikat rumah yang sebelumnya menggunakan nama Ani. Sebab, Hadi ingin membagi rumah satu-satunya itu kepada 8 anaknya.
Selanjutnya: Nenek Artija...
Advertisement
Nenek Artija
Nenek Artija
Nenek Artija (70) menjadi terdakwa setelah dilaporkan oleh anak kandungnya sendiri ke polisi. Dia dilaporkan anaknya, Manisah atas tuduhan mencuri 4 batang pohon. Padahal, pohon itu ditanam oleh sang nenek di pekarangan rumahnya.
Batang pohon, kata Artija, dia yang menanam bersama almarhum suaminya, Sabihah. Pohon itu ditanam di pekarangan samping rumah warisan almarhum suami. Artija kaget saat tiba-tiba dilaporkan ke polisi oleh anak keduanya, Manisah.
Di persidangan, nenek Artija tak henti-hentinya menangis histeris. Dia ketakutan. Meminta tolong kepada majelis hakim agar dibebaskan dan tidak disidang. Dalam sidang itu pun, jaksa penuntut umum menolak pembelaan dari terdakwa. Tangis nenek Artija tidak terbendung.
Belakangan Artija dan Manisah berdamai. Namun sidang sang nenek tetap dilanjutkan. (Ndy/Ado)