Pakar Tepis Kubu BG: 2 Pimpinan KPK Tetap Bisa Ambil Keputusan

Pakar hukum tata negara Refly Harun mengatakan, sistem kepemimpinan KPK merupakan kolektif kolegial.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 02 Feb 2015, 05:00 WIB
Diterbitkan 02 Feb 2015, 05:00 WIB
Refly Harun

Liputan6.com, Jakarta - Komjen Pol Budi Gunawan beserta saksinya mangkir dari panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tim kuasa hukum Budi Gunawan menilai, surat pemanggilan itu cacat hukum karena hanya ditandatangani 2 komisioner KPK.

Namun hal ini dibantah oleh pakar hukum tata negara Refly Harun. Refly mengatakan, sistem kepemimpinan KPK merupakan kolektif kolegial. Dalam tatanan ini, pimpinan minimal harus 2 untuk memutuskan sesuatu.

"Sekarang ini kan banyak yang bilang kalau 2 pimpinan itu tidak sah. Kalau menentukan bukan 5 salah. Itu salah. Saya katakan tidak. 2 juga bisa karena ini institusi. Asal jangan 1 orang," jelas Refly di kawasan Cikini, Jakarta Minggu (1/2/2015).

Status tersangka yang disematkan pada Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto membuat formasi di tingkat pimpinan KPK berkurang. Kini hanya menyisakan Ketua Abraham Samad dan 2 wakil lainnya Adnan Pandu Praja dan Zulkarnaen.

Dari sisa pimpinan KPK yang ada, Samad dan Adnan belum lama ini diadukan ke Bareskrim Polri dengan berbagai tuduhan. Beruntung, baik Samad maupun Adnan belum berstatus tersangka seperti Bambang Widjojanto.

Refly menegaskan, dalam sistem kepemimpinan kolektif kolegial seperti yang diterapkan KPK, pimpinan memang harus menyisakan 2 orang. Kalau pun nantinya Samad dan Adnan menjadi tersangka dan harus mundur, Presiden Jokowi harus sigap menerbitkan Perppu untuk menunjuk pelaksana tugas.

"Minimal harus 2. Kolektif kolegial itu harus lebih dari 1. Kalau sudah tinggal 1, presiden harus keluarkan Perppu menunjuk pelaksana tugas. Keputusan KPK itu kolektif kolegial jadi nama itu tidak masalah," tandas Refly Harun. (Riz)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya