Saksi Ahli Protes Pengulangan Pertanyaan Kuasa Hukum BG

Sidang gugatan praperadilan yang diajukan Komjen Pol Budi Gunawan di Pengadilan Jakarta Selatan berlanjut mendengarkan saksi ahli.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 11 Feb 2015, 13:21 WIB
Diterbitkan 11 Feb 2015, 13:21 WIB
Sidang Lanjutan Praperadilan Budi Gunawan Hadirkan Empat Saksi Ahli
Sidang lanjutan praperadilan BG kembali digelar di PN Jakarta Selatan, Rabu (11/2/2015). Empat saksi ahli dihadirkan, Prof I Gede Panca Astawa, Prof Romli Atmasasmita, DR Margarito, dan Dr Chairul Huda (kiri ke kanan). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Sidang gugatan praperadilan yang diajukan Komjen Pol Budi Gunawan di Pengadilan Jakarta Selatan berlanjut dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli. Salah satu saksi ahli adalah Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Romli Atmasasmita.

Dalam kesaksiannya, Romli sempat protes lantaran dilontarkan pertanyaan yang sama oleh Tim Kuasa Hukum Budi Gunawan.

Awalnya Romli sempat menjawab sejumlah pertanyaan dari Tim kuasa hukum Budi Gunawan mengenai awal mula pembentukan lembaga antirasuah. Dia juga menjelaskan perlunya 5 pimpinan KPK supaya tidak terjadi abuse of power dan penyalahgunaan kewenangan.

"Apabila terjadi kekosongan di tubuh pimpinan, maka KPK harus segera melayangkan surat kepada Presiden untuk mencari penggantinya," kata Romli dalam kesaksiannya Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (11/2/2015).

Selain itu, Romli juga menjelaskan bagaimana penempatan penyidik dan penuntut di KPK yang berasal dari kepolisian dan kejaksaan.

Namun, saat kuasa hukum BG bertanya mengenai pentingnya pimpinan KPK harus berjumlah 5 orang, Romli malah protes lantaran pertanyaan seperti itu telah dijelaskan secara lengkap.

"Saya kira tadi sudah saya jawab cukup jelas di awal," sahut Romli.

Kembali kuasa hukum BG melontarkan pertanyaan terkait Pasal 32 UU KPK ayat 1 dan 2 mengenai pemberhentian atau pengunduran diri pimpinan KPK.

"Pasal 32 UU KPK disebutkan pimpinan KPK berhenti atau diberhentikan dengan menyebut beberapa syarat. Seingat Anda, ketika seseorang sudah mengundurkan diri sebagai pimpinan KPK, apakah dia msh punya hak untuk melakukan kewenangan sebagai pimpinan KPK? Apakah ini berhubungan dengan pemberhentian KPK itu harus d‎engan keputusan Presiden?" tanya kuasa hukum BG, Maqdir Ismail.

"Sesuai Pasal 1 ayat 1, berhenti atau diberhentikan, pengunduran diri atau berhenti itu normal. Tapi kalau berpijak pada ayat 2, itu diberhentikan sementara. Jadi sebetulnya yang memberhentikan adalah yang mengangkat, yaitu Presiden. Kalau ada pengunduran diri, tak perlu ada surat pengunduran diri, cuma memberitahu pimpinan KPK mengundurkan diri kepada Presiden lewat surat," jawab Romli.

"Saya kira penafsiran antara ayat 1 dan 2 dalam satu pasal maknanya tidak bisa dibedakan, karena itu satu kesatuan. Lagipula, semua sudah saya jelaskan di awal, jadi saya tak perlu mengulangi lagi," cetus Romli.

Kemudian, Hakim Tunggal Sarpin Rizaldi memotong pernyataan Romli karena sama persis dengan apa yang telah dijelaskan sebelumnya.

"Saya kira saudara Pemohon, apabila tadi di awal sudah jelas dijelaskan, tolong jangan diulang lagi untuk ditanyakan. Tadi di awal saudara saksi sudah menyebut telah menjelaskan secara lengkap, jadi tolong langsung ke pokok permasalahan," ucap Sarpin. (Mut/Sss)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya