Apa Jadinya Jika Upacara Berbusana dan Berbahasa Jawa

Sebagian besar peserta upacara yang tak lain PNS Pemrov Jawa Tengah cekikikan tak kuasa menahan tawa.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 17 Feb 2015, 05:29 WIB
Diterbitkan 17 Feb 2015, 05:29 WIB
Apa Jadinya Jika Upacara Berbusana dan Berbahasa Jawa
Suasana upacara apel pagi PNS Pemerintah Propinsi Jawa Tengah, Senin (16/2/2015). (Liputan6.com/Edhie Prayitno Ige)

Liputan6.com, Semarang - Upacara apel pagi layaknya dilakukan menggunakan Bahasa Indonesia, namun apa jadinya jika upacara kali ini dilakukan berbahasa Jawa. Pemandangan ini terlihat di Semarang, Jawa Tengah.

Ratusan PNS yang bekerja di lingkungan Pemerintah Propinsi Jawa Tengah dan DPRD Jawa Tengah, Senin kemarin melakukan upacara bendera menggunakan bahasa Jawa halus.

"Dhumateng sesepuh upacara, paring kinurmataaaaannnnn......tandya!!!" sebuah aba-aba berbahasa Jawa halus terdengar dari halaman kantor Gubernur Jawa Tengah, Senin (16/2/2015).

Mendengar aba-aba tersebut, peserta upacara apel pagi ini serta merta memberi hormat kepada pemimpin upacara, sebagaimana upacara umumnya. Namun sebagian banyak PNS itu cekikikan tak kuasa menahan tawa.

Uniknya, selain berbahasa Jawa halus setiap peserta upaca harus berpakaian adat Jawa. Ini memang pertama kali digelar Pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Pakaian adat ini tidak diseragamkan, sehingga nuansa keanekaragaman budaya lebih kuat.

Kendati, sebagian banyak PNS laki-laki tidak paham berbusana adat dengan baik. Misalnya, banyak yang mengenakan surjan--pakaian adat dari Yogyakarta, namun penutup kepalanya mengenakan blangkon yang berasal dari Surakarta. Sedangkan PNS perempuan mayoritas mengenakan kain kebaya, sehingga terlihat lebih simpel.

Sekda Jawa Tengah Sri Puryono yang menjadi pemimpin upacara menyampaikan amanatnya juga dalam bahasa jawa.

"Dados minangka upaya ngormati saha nglestarekaken kabudayan Jawi, kita sedaya sak punika kedah ngagem busana Jawi. Mugi-mugi mboten dados alesan ngrepoti anggenipun makarya. (jadi sebagai upaya menghormati dan melestarikan kebudayaan Jawa, kita semua harus mengenakan pakaian Jawa. Semoga tidak menjadi alasan merepotkan saat bekerja)," kata Sri Puryono.

Upacara dan pemakaian adat khas Jawa itu sesuai Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah yang mewajibkan pakaian adat setiap tanggal 15 bagi PNS di lingkungan Pemprov Jateng.

Sementara Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pada kesempatan pertama penerapan aturan tersebut, tidak dapat mengikuti apel karena harus ke Yogyakarta untuk memberi ceramah kepada wisudawan Universitas Gadjahmada.

Usai apel pagi, Sekretaris Daerah (Sekda) Jateng Sri Puryono menginformasikan bahwa meski pun tak hadir saat apel, Ganjar tetap mengenakan pakaian adat khas Samin lengkap dengan ikat kepala hitam dan sandal.

"Itu menunjukkan keanekaragaman budaya dan ikut melestarikan. Pakaian adat itu tidak kuno, dalam ketradisionalan ini ada jatidiri dan karakter," kata Sri Puryono usai apel pagi.

Seharusnya, kata Sri Puryono, upacara berbahasa Jawa dan penggunaan pakaian adat ini sesuai SK Gubernur Jawa Tengah memang dilakukan setiap tanggal 15. Namun baru dilakukan tanggal 16. "Karena tanggal 15 bertepatan hari Minggu," kata Sri Puryono. (Rmn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya