Beras Mahal, Nenek di Lamongan Konsumsi Nasi Aking

Bagi nenek Samilah, kenaikan harga beras Rp 1.000 saja dirasa sangat berat.

oleh Liputan6 diperbarui 01 Mar 2015, 07:28 WIB
Diterbitkan 01 Mar 2015, 07:28 WIB
(Lip6 Pagi) Nasi-Aking
(Liputan 6 TV)

Liputan6.com, Lamongan - Naiknya harga beras dirasa sangat mencekik leher Samilah. Samilah adalah nenek renta yang tinggal sebatang kara di Desa Karang Wuwu, Kecamatan Karang Eneng, Lamongan, Jawa Timur.

Seperti ditayangkan Liputan 6 Pagi SCTV, Minggu (1/3/2015), bagi nenek Samilah, kenaikan harga beras Rp 1.000 saja dirasa sangat berat. Akibatnya, nenek berusia 80 tahun itu tidak mampu membeli beras walau hanya 1 kg.

Untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari, kini nenek Samilah terpaksa harus mengkonsumsi nasi aking. Nasi aking adalah nasi yang diolah dari nasi basi atau nasi sisa. Oleh nenek Samilah, nasi sisa itu tidak Ia buang namun dijemur hingga kering.

Setelah kering, nasi ini Ia kukus kembali sehingga lunak dan bisa dimakan. Rasa nasi aking tentu tidak sepulen nasi biasa. Tetapi bagi nenek Samilah, rasa enak tidak lagi Ia pikirkan, yang penting Ia bisa tetap makan.

Pemerintah pun diharapkan segera menurunkan harga beras agar nenek Samilah bisa kembali merasakan nikmatnya makan nasi pulen.

Sementara itu, untuk menyiasati mahalnya harga beras, sebagian warga di Sleman, Yogyakarta mulai beralih mengkonsumsi singkong atau ubi sebagai makanan pokok pengganti beras.

Tak ayal, akibat banyaknya permintaan, harga ketela itu pun terus merangkak naik. Minggu lalu, 1 kg singkong dijual seharga Rp 2.000 per kgnya. Kini, pembeli harus membelinya dengan harga Rp 2.500.

Begitu pula dengan ubi jalar. 1 pekan terakhir, harganya mengalami kenaikan dari Rp 3.000 per kg menjadi Rp 4.000 per kg. Singkong dan ubi jalar memang bisa menjadi makanan alternatif pengganti beras. Kedua sumber karbohidrat itu biasa diolah masayarakat Sleman menjadi gatot atau tiwul. (Vra/Riz)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya