Komitmen Hukuman Mati, Indonesia Harus Siap Risiko Politik Dunia

Barter tahanan antara Australia dengan Pemerintah RI dinilai lebih baik, ketimbang harus mengungkit-ungkit bantuan tsunami Aceh.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 07 Mar 2015, 18:09 WIB
Diterbitkan 07 Mar 2015, 18:09 WIB
Protes Australia, Warga Riau Minta Jokowi Percepat Hukuman Mati
Tak cuma meminta hukuman mati dipercepat, mereka juga meminta Presiden Jokowi memutus hubungan dengan Australia. (M Syukur/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia tetap dalam pendirian melaksanakan hukuman mati terhadap gembong narkoba. Maka itu pemerintahan di bawah kepemimpinan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) harus siap menghadapi apapun risikonya, terutama dalam hubungan luar negeri.

"Indonesia harus siap. Sehingga jangan lagi kita cengeng di tengah jalan, jika negara lain memusuhi kita. Itu (hukuman mati) pilihan dari kebijakan politik kita, artinya ke depan kita harus siap," ujar Director Paramadina Graduate School of Diplomacy Dinna Wisnu di Menteng, Jakarta, Sabtu (7/3/2015).

Dinna menjelaskan, kebijakan hukuman mati ini akan menjadi konsekuensi politik Jokowi. Yakni negara lain akan melihat Indonesia lebih keras dan sebaliknya mereka pun akan keras terhadap Pemerintah RI.

"Itu sebabnya kita harus strategis menentukan langkah. Kita harus mulai menghitung langkah, lebih realistis lagi. Diukur langkahnya jadi efek ke depan akan seperti apa," imbau dia.

Menurut Dinna, retorika dari berbagai pihak yang kini semakin panas tidak bisa dibiarkan. Karena sama sekali tak menyelesaikan masalah. Sehingga hukuman mati sebaiknya segera mungkin diputuskan dalam waktu dekat ini.

"Kalau saya bilang langkah keras yang tidak dihitung dengan baik, jangka panjangnya dari waktu ke waktu terbukti. Ini terlihat tidak dihitung dengan baik langkah politiknya, termasuk dalam tidak ada ketegasan soal waktu eksekusi hukuman matinya," pungkas Dinna.

Barter Tahanan

Koordinator Koin untuk Australia Andi Sinulingga mengatakan, barter 3 WNI dengan duo Bali Nine dinilai lebih positif, daripada Australia mengkungkit bantuan tsunami Aceh. Kendati, soal hukuman mati terhadap duo Bali Nine harus segera dieksekusi.

"Menukar tawanan itu baik, daripada mengacam dengan pariwisata (travel warning), itu respon positif. Tapi saat ini tidak boleh ada tawar-menawar. (Indonesia) bukan ayam sayur, ini penting buat kita," ujar Andi di kawasan Menteng, Jakarta.

Andi menyarankan agar Pemerintah Australia tidak memberikan dobel standar. Dia mencontohkan saat pelaku Bom Bali Amrozi Cs dihukum mati, negara Kanguru itu malah bersyukur.

"Australia harus konsisten, jangan memberlakukan double standar. Amrozi mereka tidak kritik saat dihukum mati, tetapi giliran soal narkoba mereka berteriak," jelas dia.

Karena itu, Andi mengapresidasi dan mendukung sikap Presiden Jokowi dan Wapres JK yang bisa tegas melawan narkoba.

"Apa yang dilakukan Jokowi dan Jusuf Kalla ini lebih berarti. Bagi saya narkoba itu harus diberantas," tegas dia.

Pemerintah Australia tengah mencari cara agar Pemerintah RI membebaskan eksekusi mati 2 warga negaranya, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran. Bahkan, Menteri Luar Negeri (Menlu) Australia Julie Bishop menawarkan barter duo Bali Nine itu dengan 3 WNI yang ditahan di Australia.

3 WNI tersebut ditahan Australia dengan kejahatan yang sama, penyelundupan narkoba pada 1998 lalu. 3 WNI itu adalah Kristito Mandagi, Saud Siregar dan Ismunandar yang masing-masing menjabat kapten, kepala staf, dan teknisi kapal.

Kapal itu membawa 390 kilogram heroin. Kapal dan muatan mereka disita di dekat Port Macquarie, sekitar 400 kilometer di utara Sydney, Australia.

PM Australia Tony Abbott juga mendesak Pemerintah RI membebaskan 2 warganya itu dari hukuman mati, dan menyinggung-nyinggung soal bantuan tsunami Aceh senilai 1 miliar Dollar Amerika. Pernyataan Abbott banyak mendapat protes keras dari masyarakat Indonesia. Bahkan masyarakat Indonesia mengumpulkan koin untuk mengembalikan dana bantuan Australia itu.   

Andrew Chan dan Myuran Sukumaran sendiri baru-baru ini telah diboyong ke Lapas Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah untuk menjalani eksekusi mati. Keduanya sebelumnya ditahan di Lapas Kerobokan, Denpasar, Bali. (Rmn/Ein)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya