Mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo Ajukan Praperadilan

KPK dianggap tidak berwenang melakukan penyidikan atas jabatan Hadi sebagai Dirjen Pajak.

oleh Sugeng Triono diperbarui 16 Mar 2015, 14:27 WIB
Diterbitkan 16 Mar 2015, 14:27 WIB
[FOTO] Bongkar Korupsi Pemprov, Jokowi Gandeng BPK
Kepala BPK RI Hadi Poernomo mengapresiasi langkah Pemprov DKI yang berani mengawasi anggaran yang dikelola oleh Bank DKI, Jakarta, Rabu (16/4/2014) (Liputan6.com/Herman Zakharia).

Liputan6.com, Jakarta - Melihat kesuksesan sidang praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan, mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Hadi Poernomo pun terdorong mengajukan sidang praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait permohonan keberatan pajak yang diajukan Bank Central Asia (BCA). Status tersangka Hadi ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Salah satu kuasa hukum Hadi Poernomo, Yanuar P Wasesa mengatakan, kliennya yang saat ini masih dirawat di Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta resmi mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin 16 Maret 2015.

"Beliau (Hadi Poernomo) masih dirawat, saya terakhir Sabtu 14 Maret ke sana (RS Pondok Indah). Ini saja praperadilan diregister 16 Maret 2015 diregister No 21/tik.trap/2015/pnjkt.sel," ujar Yanuar P Wasesa saat dihubungi di Jakarta, Senin (16/3/2015).

Menurut Yanuar, setidaknya terdapat sejumlah alasan pihaknya mengajukan praperadilan atas status tersangka Hadi. Salah satunya adalah KPK dianggap tidak berwenang melakukan penyidikan atas jabatan Hadi sebagai Dirjen Pajak.

"Sesuai Pasal 25 dan 26 Undang-Undang Nomor 99 tahun 1994 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan (UU KPP), jadi Dirjen Pajak punya kewenangan yang diberikan oleh Undang undang pajak untuk memeriksa permohonan keberatan wajib pajak," terang dia.

Yang kedua lanjut Yanuar, keputusan menerima permohonan keberatan pajak BCA tahun 1999 adalah wewenang penuh Dirjen Pajak.

"Ketiga, nota dinas Dirjen Pajak 17 Juni 2004 ke Direktur PPH merupakan pendapat atas pendapat Direktur PPH untuk melaksanakan, jadi Direktur PPH tanggal 13 Maret 2004 menyampaikan usul dan dibalas dengan nota dinas, nota dinas Pak hadi untuk melaksanakan instruksi atau perintah Menkeu Nomor 117 tahun 1999 Pasal 10 disebutkan bahwa terhadap bank termasuk BCA wajib menyerahkan NPL (non performing loan)-nya ke BPPN dengan nilai nihil," lanjut dia.

Tak hanya itu, Yanuar juga menyebut, putusan menerima atau menolak keberatan pajak PT BCA tbk tahun 1999 tidak menimbulkan kewajiban untuk membayarkan pajaknya BCA yang menimbulkan kerugian negara karena keputusan Dirjen pajak itu sifatnya belum final atau masih dalam proses.

"Artinya masih ada upaya hukum, apabila wajib pajak tidak sependapat dengan keputusan keberatan maka dapat mengajukan banding ke pengadilan pajak, di pengadilan pajak yang putusannya final sesuai Pasal 27 Undang-Undang Nomor 9 tahun 1994 tentang KUP," pungkas dia.

Hadi Poernomo sendiri sudah dua kali dijadwalkan penyidk KPK untuk diperiksa. Namun, tidak satu kalipun Hadi memenuhi panggilan tersebut. Melalui kuasa hukumnya, Hadi telah mengirim surat atas ketidakhadirannya tersebut. Ia beralasan sedang dalam kondisi tidak sehat atau penyakit jantung yang dideritanya kambuh.

Pada perkara ini, Hadi Poernomo ditetapkan sebagai tersangka dalam kapasitasnya sebagai Direktur Jenderal Pajak 2002-2004. Ia diduga mengubah telaah direktur PPH mengenai keberatan SKPN PPH BCA. Surat keberatan pajak penghasilan 1999-2003 itu diajukan BCA pada 17 Juli 2003 terkait non-performance loan atau kredit bermasalah senilai Rp 5,7 triliun kepada direktur PPH Ditjen Pajak.

Hadi dianggap melanggar Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (Alv/Sun)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya