Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Kabinet (Seskab) Andi Widjajanto mengatakan Presiden Joko Widodo belum menentukan nama-nama kandidat calon Panglima TNI pengganti Jenderal Moeldoko yang akan memasuki masa pensiun pada pertengahan 2015. Â
Andi menyampaikan walau ada tradisi jabatan Panglima TNI diberikan secara bergilir kepada 3 instansi TNI, tradisi itu bisa saja tidak diberlakukan oleh Presiden Jokowi. Sebab rotasi itu tidak diatur dalam perundang-undangan mengenai pemilihan Panglima TNI.
"Secara undang-undang ada kebutuhan untuk rotasi, tetapi tidak ada keharusan dari angkatan darat, angkatan laut, angkatan udara, dijabat secara bergantian," ujar Andi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (3/6/2015).
Menurut Andi, jabatan Panglima TNI menjadi hak prerogatif Presiden Jokowi yang diatur dalam undang-undang. Pemilihan panglima TNI disesuaikan dengan kebutuhan pertahanan negara Indonesia.
"Itu tergantung kebutuhan politik pertahanan dari presiden," ucap Andi.
Karena itu, kepala staf dari 3 TNI saat ini memiliki peluang yang sama untuk mengisi jabatan Panglima TNI. "Iya. Tiga kepala staf," pungkas Andi.
Senada dengan Andi, anggota Komisi I DPR Ahmad Muzani mengatakan, tidak ada dalam UU TNI bahwa jabatan Panglima TNI harus bergiliran.
"Bergiliran itu tidak dikenal dalam istilah di UU TNI. Kalau kemudian ini dipergilirkan oleh presiden, itu lebih merupakan suatu tradisi yang dilakukan oleh beberapa pejabat presiden sebelumnya, sejak zaman Abdurrahman Wahid," ucap Muzani di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (3/6/2015).
Karena itu, politisi Partai Gerindra ini menyebut, sebagai Panglima Tertinggi, Presiden Jokowi harus bisa memilih jabatan Panglima TNI tersebut sesuai kebutuhan. Terlebih Jokowi jangan sampai mendapat intervensi dari pihak mana pun.
"Sekali lagi, kata bergilir tidak ada di dalam UU TNI. Kami mempersilakan kepada Presiden (Jokowi) gunakan haknya untuk menentukan panglima TNI dari angkatan mana pun. Dan orangnya harus mendapatkan support yang kuat," pungkas Ahmad Muzani. (Ali/Sss)