Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, akan memutus kontrak dengan PT Jakarta Mega Trans (JMT) yang menjadi operator Transjakarta koridor V (PGC-Ancol) dan koridor VII (PGC-Harmoni). Pria yang akrab disapa Ahok itu menegaskan pemberian gaji 3 kali UMP kepada sopir Transjakarta tak bisa diganggu gugat.
Operator, kata dia, wajib menggaji sopir Transjakarta sebesar 2-3 kali nilai upah minimum provinsi (UMP) DKI untuk bus single dan 3,5 kali UMP untuk pengemudi bus gandeng.
"(Pemberian gaji) itu syarat mutlak. Kalau enggak mau, ya putus kontrak," kata Ahok di Balai Kota Jakarta, Kamis (4/6/2015).
Mengenai PT JMT yang menyatakan tidak sanggup membayar gaji hingga 3,5 kali UMP, Ahok menilai mereka masih terikat kontrak lama.
Menurut dia, dalam kontrak lama, memang tidak dicantumkan pasal yang mengatur pembayaran gaji sopir Transjakarta sebesar 2-3,5 kali UMP atau sekitar Rp5-8 juta tiap bulan. Tidak ada juga pasal yang menyebutkan jika operator Transjakarta mogok beroperasi, PT Transjakarta akan mengambil alih.
"Kami ingin kontrak yang baru, begitu Anda (operator) mogok, kami akan mengambil alih bus Anda. Begitu operator menyatakan tidak sanggup mengoperasikan bus, maka PT Transjakarta akan mengambil alih, lalu kami akan menyediakan sopir. Kami tidak akan membayar Anda sampai Anda sanggup mengoperasikan kembali," kata dia.
Sebelumnya, sejak 1-3 Juni 2015, sopir Transjakarta yang berada di bawah naungan PT JMT kembali berunjuk rasa di pool Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur. Pasalnya, tuntutan mereka berupa kenaikan gaji belum dipenuhi oleh jajaran direksi.
Direktur Operasional JMT, June Tambunan, menjelaskan tidak dapat memenuhi tuntutan para pengemudi karena terlampau tinggi. "Kami masih terikat perjanjian lama sehingga tidak bisa memenuhi permintaan sopir Transjakarta," ucap June. (Bob/Yus)