Liputan6.com, Jakarta - Dalam 3 tahun terakhir, banyak gebrakan dilakukan Anang Iskandar selaku Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN). Banyak pengungkapan kasus dan penangkapan terkait kasus narkoba, mulai dari pengguna, bandar hingga terbongkarnya penyelundupan narkoba jaringan internasional.
Langkah jenderal polisi bintang 3 itu memang seiring dengan Indonesia yang kini berstatus darurat narkoba. Gerakan pemberantasan narkoba pun dilakukan secara masif. Presiden Jokowi bahkan tidak memberi ampun kepada para pengedar narkoba dengan hukuman mati.
"Kita mendukung sepenuhnya perang terhadap narkoba yang dikumandangkan oleh Presiden (Jokowi). Tetapi perang terhadap narkoba itu harus secara cerdas," ucap Kepala BNN Komjen Pol Anang Iskandar saat berbincang di kantor redaksi Liputan6.com di SCTV Tower, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu pekan pertama Juli lalu.
Ada 3 cara perang melawan narkoba, yakni mencegah, merehabilitasi, dan hukuman berat. "Mereka (para pengedar narkoba) harus dihukum berat, bahkan dihukum mati tanpa ampun," tegas mantan Gubernur Akademi Kepolisian tersebut.
Adapun terhadap gembong narkoba, Anang mempunyai strategi tersendiri, yaitu memiskinkan dengan tindak pidana pencucian uang.
"Jadi mereka dijerat dengan pasal-pasal UU Pencucian Uang, sehingga mereka tidak berdaya untuk menjalin hubungan. Dan asetnya bisa dimanfaatkan untuk pencegahan, rehabilitasi maupun pemberantasan (narkoba). Artinya, uang hasil rampasan ini bisa bermanfaat untuk menyembuhkan warga bangsa dan membentengi dari pengaruh narkoba," urai mantan Kepala Divisi Humas Mabes Polri itu.
4 Juta Pengguna
Faktanya imbuh Anang, menunjukkan saat ini ada 4 juta warga di Indonesia yang mengonsumsi narkoba.
"Kemudian ada 31 sampai 50 orang setiap hari meninggal akibatnya narkoba. (Estimasi) Kerugiannya (kerugian ekonomi akibat narkoba) satu tahun Rp 65 triliun. Itu sebabnya kami (BNN) ingin masalah penyalahgunaan, termasuk masalah peredarannya kami tekan sampai derajat yang paling rendah," urai Anang.
Bila hanya bandar yang ditangkap tapi penggunanya tidak direhabilitasi, maka semua pihak akan kewalahan. "Jika demand-nya (pengguna narkoba) tidak kita sembuhkan, maka bandar narkoba itu (ibarat) mati satu tumbuh seribu. Tidak ada habis-habisnya," ujar Anang.
Lantaran itulah menurut Anang, BNN memfokuskan pada keduanya, pengguna dan bandar. "Penyalahgunanya kita rehabilitasi, sementara bandarnya dihukum keras. Inilah yang bisa membuat Indonesia lepas dari darurat narkoba."
"Berdasarkan penelitian BNN, 2,18 persen dari penduduk usia produktif menyalahgunakan narkoba. Ini angka yang cukup besar, ini yang membahayakan. Ini yang harus direhabilitasi. Kalau mereka pilih itu, (maka) tidak menjadi beban masyarakat dan bangsa.
Pengguna Direhabilitasi
Sebenarnya, imbuh Anang, rehabilitasi itu sama dengan hukum penjara. "Tapi bagi penyalah guna narkoba milih di penjara karena rehabilitasi terasa lebih berat. Di penjara, mereka bisa melanjutkan 'karier' sebagai penyalah guna dan lama-lama pecandu, sehingga merugikan kita semua. Ini kenapa undang-undang (UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika) kita mengamanatkan pengguna harus direhabilitasi," urai Anang yang menjabat Kepala BNN sejak 11 Desember 2012.
Anang pun menyerukan jihad atau perang terhadap narkoba dan berpesan kepada para pengguna. "Jangan menunggu ditangkap penegak hukum. Sukarela saja melapor, itu lebih baik daripada ditangkap. Kalau ditangkap pilih untuk direhabilitasi."
"Perang terhadap narkoba harus total. Tidak sekadar menangkap dan menghukum...Penggunanya kita rehabilitasi, yang belum kita cegah, dan bandarnya kita hukum setimpal," pungkas Anang Iskandar.
Simak selengkapnya wawancara khusus Liputan6.com dengan Kepala BNN Komjen Pol Anang Iskandar yang dipandu Farhanissa Nasution dalam video berikut ini:
(Ans/Ali)