Datangi Kampung Pulo, Anggota DPRD DKI Minta PLN Aliri Listrik

Habib Selon berharap, paling tidak Pemprov DKI bisa memberikan uang kerohiman sebagai wujud perhatian kepada warga.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 20 Agu 2015, 20:29 WIB
Diterbitkan 20 Agu 2015, 20:29 WIB
Relokasi Kampung Pulo
Relokasi Kampung Pulo (Liputan6.com/ Nafiysul Qodar)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta Syarif meninjau Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur pasca-bentrokan antara warga dan aparat keamanan gabungan saat eksekusi lahan di bantaran Kali Ciliwung ini.

Syarif meminta kepada petugas Perusahaan Listrik Negara (PLN) agar kembali mengalirkan listrik di Kampung Pulo. Apalagi belum semua permukiman dirobohkan hari ini dan masih banyak warga yang bertahan di rumahnya.

"Saya juga memiliki inisiatif untuk berunding supaya ini listrik dihidupin. Kasihan anak-anak di dalam. Listrik mati, ada anak kecil, orangtua lansia, bayi. Ini kan bukan darurat perang. Masih banyak warga yang bertahan di dalam (rumah)," pinta Syarif di Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur, Kamis (20/8/2015).

Syarif menyesalkan terjadinya bentrokan itu. Menurut dia, seharusnya Pemprov DKI lebih mengedepankan dialog sebelum melakukan eksekusi, meski kerap menemui jalan buntu.

"Kalau ada kebuntuan, kemudian dipaksa eksekusi, ya sangat disayangkan. Lebih baik diajak dialog lah. Kalau ada kebuntuan jangan dipaksa. Tarik lagi diajak berunding," kata dia.

Syarif mencontohkan cara Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat merelokasi pedagang kaki lima (PKL) saat masih menjabat sebagai Walikota Solo, Jawa Tengah. Ia berharap, cara itu juga diterapkan kepada warga Kampung Pulo.

"Coba Pak Jokowi waktu mendirikan pasar, orang dideketin, diajak dialog, selesai," ujar dia.

Meski posisi warga Kampung Pulo lemah, sambung Syarif, Pemprov DKI juga tetap harus mengedepankan dialog. ‎Politisi Partai Gerindra ini juga mengimbau kepada warga Kampung Pulo untuk menyadari legalitas posisinya.

"Kalau warga lemah asas legalitasnya, ya harus menyadari. Pemerintah juga harus memberikan ruang dialog. Menurut kabar, sudah ada dialog dengan Pak Gubernur, tapi Pak Gubernur ngotot pada pendiriannya, enggak menerima usulan dari warga," ucap dia.

Belajar dari Tanah Abang

Protes juga datang dari Habib Salim Alatas atau yang akrab disapa Habib Selon. Ia berkunjung ke rumah Habib Soleh yang tinggal di kawasan Kampung Melayu, Jakarta Timur, sekaligus menanyakan soal pembongkaran Kampung Pulo yang sempat ricuh.

"Saya datang kemari atas nama pribadi ya, bukan atas nama FPI. FPI tidak terlibat apa-apa. Ini karena merasa saudara seagama, sebangsa, setanah air diberikan tindakan yang tidak manusiawi," ujar Habib Selon saat berkunjung ke Kampung Pulo.

Habib Selon mengatakan, seharusnya Pemprov DKI lebih mengutamakan musyawarah mufakat, dibanding dengan aksi anarkis. Ia ingin relokasi warga ini sama dengan apa yang pernah dilakukan Pemprov di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat.

"Harusnya pemerintah maunya apa, warga maunya apa ya diomongin. Ngopi-ngopi bareng kan biar lebih enak. Biar mufakat juga kan kayak Tanah Abang waktu itu," contoh dia.

Habib Selon berharap, paling tidak Pemprov DKI bisa memberikan uang kerohiman sebagai wujud perhatian kepada warga.

Pemprov DKI Jakarta mengeksekusi permukiman warga Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur, hari ini. Namun penggusuran ini mendapat perlawanan warga hingga berujung bentrokan dan perusakan eskavator. Warga menolak direlokasi ke rumah susun dengan alasan belum mendapat ganti rugi uang yang sesuai.

Sementara Pemprov DKI sudah melakukan berbagai upaya persuasif seperti melakukan pertemuan perwakilan warga di Balaikota. Bahkan, pemerintah sudah memberikan penawaran terbaik kepada warga Kampung Pulo, dengan menyediakan rumah susun secara gratis di Jatinegara.

Terkait ganti rugi uang, Pemprov DKI tidak bisa memberikan kepada warga. Karena warga Kampung Pulo tinggal di atas tanah negara hingga puluhan tahun. Sementara relokasi ini juga bertujuan untuk normalisasi Kali Ciliwung, agar banjir yang selalu menghantui Ibukota dapat ditanggulangi.

"Logika saya sederhana, kalau kamu bangun rumah tanpa izin di atas tanah negara, melanggar aturan, kalau saya bongkar, ganti rugi enggak? Enggak. Nah, sekarang Anda duduki tanah negara sekian lama dibongkar Anda suruh saya ganti. Pertama, mata anggarannya darimana ganti uangnya? Terus kalau saya ganti, kira-kira rumah orang salah lainnya pada minta ganti enggak? Pasti nuntut," kata Ahok hari ini. (Rmn/Ado)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya