Candi Kalasan akan Dipugar Total

Mayoritas bangunan Candi Kalasan mengalami pengeroposan. Retakan dan peregangan pun tidak terhindarkan.

oleh Yanuar H diperbarui 28 Agu 2015, 09:18 WIB
Diterbitkan 28 Agu 2015, 09:18 WIB
Candi Kalasan
Candi Kalasan. (wikipedia.org)

Liputan6.com, Jakarta - Balai Pelestarian Cagar Budaya berencana memugar total Candi Kalasan. Candi yang terletak di Desa Kalibening, Tirtamani, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, itu mengalami kerusakan di hampir seluruh bangunan dan harus segera diperbaiki.

Kepala BPCB Yogyakarta Tri Hartono mengatakan mayoritas bangunan Candi Kalasan mengalami pengeroposan. Retakan dan peregangan pun tidak terhindarkan, seperti yang terjadi pada atap dan bilik candi.

Menurut dia, jika kondisi ini dibiarkan, candi akan semakin rusak berat. Oleh karena itu, perlu adanya pemugaran untuk menjaga bangunan candi tetap berdiri. Rencananya, pemugaran dapat dilakukan mulai 2017 dan ditargetkan selesai pada 2019.

"Rencana ya DED-nya tahun 2016. Lalu tahun 2017 kita mulai program dan diharapkan selesai tahun 2019 nanti," ujar Tri di Hotel Jambuluwuk, Kamis 27 Agustus 2015.

Dia mengatakan persiapan sudah dilakukan dengan matang.

Pemugaran ini mempunyai tingkat kesulitan yang relatif rumit, seperti pengawetan Badjralepa yang menjadi ciri khas Candi Kalasan.

Badjralepa merupakan bagian yang mendukung bangunan candi. Bagian ini memancarkan warna keemasan saat Candi Kalasan terkena sinar matahari.

Selain itu, sejumlah bagian candi sudah tidak asli. Batu baru ini, lebih mudah keropos ketimbang batu aslinya.

"Sayang Kalasan banyak batu yang hilang karena konon batunya digunakan bantalan rel kereta api. Katanya banyak orang. Dikembalikan existing secara konstruksi lebih ringkih (mudah roboh kalau terjadi gempa) kalau dibandingkan secara keseluruhan. Tapi kalau secara keseluruhan, jika batu batunya tidak memenuhi, maka secara arkeologi juga tidak bisa," tutur Tri.

Dia juga mengaku belum mengetahui besaran anggaran yang akan dikucurkan demi pemugaran Candi Kalasan.

Plan B

Arkeolog UGM, Joko Dwiyanto, mengatakan air hujan menjadi penyebab kerusakan utama karena memiliki kandungan garam yang tinggi sehingga membuat bangunan mudah keropos.

Sementara itu, pondasi di bawah candi ternyata tipis sekali. Tim ahli sudah mempersiapkan sistem drainase. Rekayasa hidrologi juga sudah disiapkan ahli.

Dia juga mengakui ada kesulitan dalam memugar candi tersebut. Seperti saat akan memisahkan bangunan candi yang sudah melekat karena Badjralepa.

"Batu yang melekat karena Badjralepa. Kalau dipecah bisa pecah semua. BPCB itu penginya jangan dipisah karena secara estetis, kalau sinar habis hujan lalu kena sinar matahari batu itu bersinar kayak emas. Nah itu lho mereka sayangkan itu," ujar Joko.

Hal yang sama juga diungkapkan Endang Tri Whyuni, Dosen FMIPA UGM Badjralepa. Candi itu terdiri dari berbagai komponen seperti kapur, lempung dan pirit (fes). Khusus pirit, termasuk komponen yang tidak gampang dicari. Namun, secara logika, cairan yang digunakan dalam pembangunan candi tentu menggunakan komponen yang tidak jauh dari tempatnya. Sehingga komponen pirit ini dapat dicari di sekitar candi.

"Kalau tidak, maka bisa diambil di tempat lain salah satunya di Freeport. Lumpur sisa pembuangan hasil pengolahan emas (pirit) itu. Warnanya agak merah hitam. Pirit atau moonstone kalau kena sinar bercahaya, kalau sebetulnya itu campuran dari beberapa mineral," jelas Endang. (Bob/Mut)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya