Liputan6.com, Jakarta - Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) Irjen Deddy Fauzi Elhakim mempertanyakan sikap Kejaksaan Agung (Kejagung), yang sampai sekarang belum juga mengembalikan barang rampasan berupa aset atau harta dari hasil tindak pidana pencucian uang terkait narkotika.
Harta rampasan dari bandar narkoba itu sebelumnya dijadikan barang bukti sewaktu di persidangan.
Menurut Deddy, terhitung ada sekitar Rp 239 miliar harta rampasan dari kasus-kasus narkotika, sejak 2011 hingga pertengahan September 2015, yang belum dikembalikan Kejagung ke penyidik BNN.
"Senang atau tidak senang itu uang harus dikembalikan. Itu amanat UU. Hingga saat ini alot sekali. Pengembalian harta rampasan itu adalah amanat dari undang-undang," kata Irjen Deddy Fauzi Elhakim di kantor BNN, Cawang, Jakarta, Rabu 9 September 2015.
Deddy menegaskan, hal ini bukan berarti pihaknya ingin menguasai harta rampasan tersebut. Melainkan, harta rampasan itu digunakan untuk pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan peredaran narkotika. Hal ini, lanjut Deddy, juga ada di undang-undang.
"Seharusnya dari Kejaksaan jangan malah ke Kemenkeu. Harusnya setelah kasus itu ada keputusan hukum tetap, harus dikembalikan ke penyidik BNN. Itu nggak usah ke Kemenkeu. Itu amanat UU juga untuk pencegahan dan pemberantasan," terang dia.
Deddy menegaskan, "Kalau pun masih ada yang berbentuk aset, itu kemudian dilelang, kan melalui Kejaksaan selaku eksekutornya. Nanti ya harus dikembalikan lagi ke penyidik juga lewat Kejagung. Jadi sebenarnya memang tidak usah ke Kemenkeu."
Menurut Deddy, harta rampasan itu sangat dibutuhkan BNN. Sebab biaya operasional penyidik BNN dalam mencegah dan memberantas narkoba sangat minim, jika dibandingkan dengan biaya untuk rehabilitasi para pengguna narkoba.
"Kalau itu dimasukan ke negara, itu uang haram. Ya, itu uang untuk menyembuhkan dan merehabilitasi mereka juga. Jadinya pemberantasan di BNN kan tidak sulit lagi dan tidak perlu minta biaya lagi kalau itu (harta rampasan) dikembalikan," papar Deddy.
Deddy mengungkapkan, minimnya biaya pemberantasan narkoba menyebabkan pihaknya kesulitan menyidik kasus. "Itu rehabilitasi Rp 500 miliar setahun. Kalau untuk pemberantasan sekitar Rp 200 miliar doang setahun," beber dia.
Terakhir, Deddy menyinggung soal amanah undang-undang yang intinya mengatakan, pada setiap penyidik yang telah berhasil memberantas dan melakukan pencegahan narkotika diberikan bonus. "Ada juga buat prestasi dan itupun sudah diatur UU," tutup Deddy. (Sun/Ron)
BNN Minta Kejagung Kembalikan Harta Rampasan Kasus Narkotika
Menurut Deddy, harta rampasan itu sangat dibutuhkan BNN untuk memberantas narkoba.
diperbarui 10 Sep 2015, 07:06 WIBDiterbitkan 10 Sep 2015, 07:06 WIB
Deputi Pemberantasan BNN, Irjen Dedi Fauzi Elhakim saat konferensi pers penangkapan HUS bandar narkoba dengan aset Rp1,5 miliar, Jakarta, Rabu (9/9/2015). (Liputan6.com/Yoppy Renato)
Advertisement
Video Pilihan Hari Ini
Video Terkini
powered by
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Menkomdigi Tegaskan Seluruh Sekolah di Daerah 3T Harus Dapat Akses Internet
Hasil PLN Mobile Proliga 2025: Sabina Altynbekova Sakit Kepala, Yogya Falcons Tak Berdaya Lawan Bandung bjb Tandamata
Candi Prambanan Dikunjungi 167 Ribu Orang periode Libur Natal dan Tahun Baru
Wujudkan Langkah Nyata Menuju Generasi Emas Indonesia 2045, Program Makan Bergizi Gratis Siap Dimulai
7 Berita dari Indonesia Curi Perhatian Warga di Australia, WNI Penipu hingga Harvey Moeis Korupsi
Miliarder Teknologi Panen Besar pada 2024, Elon Musk Puncaki Posisi Kekayaan
Petenis Korea Jadi Juara di Bali, Direktur Turnamen: Atlet Indonesia Dapat Pengalaman Berharga
Proporsionalitas dan Profesionalitas Polri Diuji Kasus Pemerasan DWP
4 Fakta Terkait MK Hapus Presidential Threshold 20 Persen
Carlos Santana Cedera Jari Akibat Kecelakaan di Rumahnya, Ini 6 Lagu Terbaik Sang Maestro Gitar Asal Meksiko
Salju Lebat dan Hujan Picu Gangguan di Seantero Inggris, Pemadaman Listrik Hingga Gangguan Penerbangan
Komisi IX DPR RI Minta Pemerintah Perkuat Sistem Pemantauan Wabah Virus HMPV