Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali membuat kontroversi. Di tengah lesunya kondisi perekonomian bangsa saat ini, lembaga wakil rakyat itu menggelindingkan bola panas dengan mengusulkan kenaikan tunjangan kerja kepada pemerintah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016.
Kenaikan diajukan mulai dari tunjangan kehormatan, tunjangan komunikasi intensif, tunjangan peningkatan fungsi pengawasan dan anggaran, hingga bantuan langganan listrik dan telepon.
Anggota Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR Irma Suryani membenarkan hal itu. Menurut dia, DPR mengusulkan kenaikan tunjangan untuk menyesuaikan inflasi setiap tahunnya. Selain itu, sudah 10 tahun atau 2 periode keanggotaan DPR, tunjangan kerja anggota dewan tidak pernah naik.
Usulan ini pun langsung menuai beragam respon. Ada yang sepakat, tapi banyak juga yang menentang. Ketua Fraksi PKS di DPR Jazuli Juwaini menegaskan, fraksinya menolak rencana kenaikan tunjangan itu.
"Fraksi PKS DPR menyatakan rencana kenaikan tunjangan pejabat negara tidak usah dilanjutkan atau dibatalkan. Alangkah eloknya tunjangan tersebut dialihkan untuk meningkatkan daya beli masyarakat," kata Jazuli di Jakarta, Sabtu 19 September 2015.
Dia menjelaskan, alasan penolakan itu. Pertama, saat ini kondisi perekonomian negara sedang terpuruk dan ekonomi rakyat semakin sulit sebagai imbas dari pelemahan rupiah dan pelambatan ekonomi.
Advertisement
"Melihat keadaan tersebut, tidak tepat jika rencana kebijakan kenaikan tunjangan bagi pejabat negara itu dilanjutkan," kata Jazuli.
Kedua, saat ini tidak tepat menghabiskan energi untuk meributkan kenaikan tunjangan pejabat negara.
"Energi kita jauh lebih penting dan mendesak difokuskan pada upaya menyelamatkan perekonomian negara dan meningkatkan daya beli masyarakat," kata dia.
Jazuli menjelaskan, Fraksi PKS memahami dan menghormati rencana kenaikan tunjangan tersebut, didasarkan pertimbangan yang rasional dan proporsional atas asumsi dan prediksi ekonomi RI yang tumbuh baik. Namun menurut dia, asumsi serta prediksi itu salah.
"Bagaimana pun juga kebijakan negara harus benar-benar menimbang rasa empati dan sensitifitas masyarakat," kata dia.
Hal senada diiutarakan Wakil Ketua Fraksi Partai Nasdem di DPR RI, Jhonny G Plate. Dia mengatakan, rencana kenaikan tunjangan anggota DPR tidak tepat waktu, sehingga fraksinya menolak keras rencana tersebut.
"Hampir semua fraksi menolak kenaikan tunjangan DPR termasuk Nasdem, waktunya tidak tepat," kata Jhonny di Nusantara I, Jakarta, Jumat, 18 September 2015.
Dia menjelaskan saat ini ekonomi Indonesia dalam tekanan yang tinggi untuk mencapai target yang ditetapkan, sehingga perlu membuat prioritas belanja negara.
Hal itu, lanjut Jhonny, perlu diperiksa kembali mana yang menjadi prioritas utama, misalnya yang diamanatkan UUD seperti pendidikan dan kesehatan.
"Misalnya yang disyaratkan UUD 1945, belanja pendidikan (APBN) minimum 20 persen dan kesehatan 5 persen," ujar dia.
Jhonny menjelaskan, prioritas kedua pemerintahan Presiden Jokowi, terkait visi misi meningkatkan belanja produktif dan mengurangi belanja konsumtif.
Selain itu, menurut Jhonny, meningkatkan belanja transfer ke daerah sebagai pengejawantahan Nawacita yaitu membangun daerah yang biayanya paling besar Rp 782 triliun dari APBN 2016.
"Membangun daerah dari APBN 2016 paling besar Rp782 triliun, lebih tinggi Rp 2 triliun dari belanja kementerian atau lembaga senilai Rp 780 triliun," tegas Jhonny.
Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR Dimyati Natakusumah mengaku senang jika ada anggota dewan menolak kenaikan tunjangan tersebut. Terlebih mengembalikan uang tersebut ke Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR.
"Anggota DPR tidak setuju kita senang. Syukur kalau ada anggota DPR yang mengembalikan ke Setjen DPR ke kas negara," kata Dimyati di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis 17 September 2015.
Dia mengatakan, jika nantinya ada anggota DPR yang mengembalikan uang tersebut, BURT akan memberikan piagam penghargaan.
"BURT memberikan penghargaan terhadap orang-orang yang mau menyumbang ke negara. Senang kita. Penghargaan saya buatkan piagam pernyataan terima kasih ke anggota yang menyumbangkan sebagian atau seluruhnya kepada DPR," ujar Dimyati.
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini menuturkan, dirinya menerima kenaikan tunjangan tersebut dan akan diberikan kepada masyarakat di daerah pemilihannya. "Saya mungkin uangnya akan saya berikan ke konstituen," tandas Dimyati.
Megawati Angkat Bicara
Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri angkat bicara mengenai kenaikan tunjangan DPR pada saat rapat koordinasi dengan para anggota Fraksi PDIP DPR di Kantor DPP.
Menurut Presiden ke-5 RI itu, kenaikan tersebut sangat memalukan.
Perkataan Megawati itu disampaikan Sekretaris Fraksi PDIP Bambang Wuryanto usai rapat yang digelar secara tertutup.
"Masalah itu sudah clear dan bikin malu. Jadi Ketum bilang, kalian itu jangan bicara soal tunjangan. Situasi ekonomi lagi enggak bagus," ujar Bambang di DPP PDIP, Jakarta, Kamis 17 September 2015.
Bambang menyatakan, seharusnya para anggota DPR yang merasakan perlu naiknya tunjangan tersebut, harus kembali mengamalkan Pancasila, terutama sila ke-2.
"Kan ada pasal Pancasila, kemanusiaan yang adil dan beradab. Kita harus bertanya pada diri masing-masing. Sudah adilkah aku ketika engkau dalam keadaan lara, maka gajiku naik? Masih beradabkah aku, saat engkau kelarapan, maka gajiku naik? Apakah adil banyak kena PHK, gajiku, tunjunganku naik. Itu yang harus dipertanyakan," tutur dia.
Bambang meminta agar semua pihak ikut menggunakan hati untuk melihat tunjangan itu.
"Harusnya semuanya kita ke Pancasila. Jadi sudah enggak usah ditanyakan setuju atau enggak setuju. Rasakno neng ati (resapi di dalam hati)," tegas dia.
Bambang mengatakan, dengan tunjangan besar belum ada jaminan mendapat prestasi besar. Sebab, yang menggerakkan anggota DPR adalah melakukan karya politiknya, bukan hanya pikirannya.
"Tapi intinya. Jangan berpikiran tunjangan naik, kinerja naik, seperti karyawan," tegas dia.
Menurut Bambang, dalam berpolitik tidak usah digaji pun tidak masalah. Dalam politik yang baik, bergerak dari hati.
"Intinya kalau DPR enggak digaji, itu enggak masalah. Tergantung hati dan Pancasila. Resapkan dalam hatimu, dalam pikiranmu," pungkas Bambang.
Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan, pihaknya mengajak fraksi lain lebih sensitif terhadap nasib rakyat sekarang ini.
"Kami mengajak fraksi lain menyikapi hal ini. Meski pun sebelumnya pembahasan sudah setuju dalam APBN, tetapi tidak ada salahnya DPR mengembangkan seluruh sensitifitas kerakyatannya menyikapi hal ini," ujar Hasto di DPP PDIP, Jakarta, Kamis 17 September 2015.
Hasto menegaskan pihaknya tidak akan mengambil tunjangan tersebut. Selain itu, DPP PDIP mengintruksikan kepada seluruh kadernya mendukung kebijakan politik anggaran yang menguntungkan rakyat.
"Jujur saja, bukan hanya tidak mengambil. DPP memberi arahan terhadap kebijakan politik anggaran. Di mana politik anggaran ditunjukan untuk mewujudkan cepat terwujudnya tujuan bernegara, untuk memberikan fungsi pemerintahan yang harus dipenuhi oleh setiap warga negara," tegas dia.
Menurut Hasto, langkah ini bukan dalam posisi menolak pemerintah. Karena itu, pihaknya mengajak fraksi lain lebih sensitif melihat kepentingan rakyat.
"Maka DPP dengan tegas meminta Fraksi PDIP mengajak fraksi lain agar kebijakan yang tidak sensitif pada persoalan rakyat ini, ditunda," pungkas Hasto.
Penjelasan Menkeu
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengaku telah menyetujui kenaikan beberapa tunjangan anggota DPR dalam RAPBN 2016. Bendahara Negara ini hanya merestui sebagian kenaikan tunjangan dari usulan yang diajukan DPR.
Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro membenarkan bahwa surat permohonan kenaikan tunjangan dari DPR sudah disetujui pemerintah.
"Dari yang diajukan kami potong cukup banyak. Jadi yang diberikan jumlahnya jauh dari yang diinginkan," tegas dia saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Selasa 15 September 2015.
Saat ditanyakan mengenai pemberian kenaikan tunjangan di saat kondisi ekonomi sedang sulit, Bambang berkelit. Dia menjelaskan, Kemenkeu bukan saja menaikkan tunjangan DPR saja, tapi juga kementerian atau lembaga lain.
"Yang lain juga naik kok tunjangannya. Makanya kami tidak berikan sesuai permintaan, kami potong banyak," terang Bambang.
Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu, Askolani menjelaskan, pihaknya selalu mengevaluasi seluruh tunjangan dari berbagai kementerian atau lembaga, bukan saja DPR. Apabila kondisinya layak disesuaikan maka kenaikan merupakan keniscayaan.
"Tapi kalau mereka memberikan usulan, tidak bisa kami setujui. Semua dilihat dari inflasi, seperti gaji. Gaji itu kan dinaikkan berdasarkan inflasi. Ini juga tidak dilakukan setiap tahun, ada satu kementerian atau lembaga mengusulkan 5 tahun sekali," papar Askolani.
Dia membenarkan, bahwa usulan DPR rata-rata kenaikan tunjangan sebesar Rp 20 juta per orang. Hanya saja, Askolani mengatakan hanya sebagian yang disetujui dengan melihat pertimbangan inflasi dan APBN.
"Anggarannya saya tidak tahu. Mereka (DPR) yang menyusun pagunya, tapi satuan biaya ditetapkan Menteri Keuangan. Soal anggaran Sekjen yang menghitung kebutuhan dari pagu anggaran mereka. Nanti dia alokasikan dari pagu anggarannya. Ini standar yang harus dijaga," cetus Askolani.
Persetujuan Kemenkeu terhadap kenaikan tunjangan ini tertuang dalam surat bernomor No S-520/MK.02/2015. Dalam surat tersebut disebutkan pihak kemenkeu menyetujui usulan kenaikan anggaran, meski angkanya berada di bawah yang diusulkan parlemen.
Jenis uang tunjangan yang diusulkan untuk dinaikkan cukup beragam, di antaranya tunjangan kehormatan, tunjangan komunikasi intensif, tunjangan peningkatan fungsi pengawasan dan anggaran, hingga bantuan langganan listrik dan telepon.
Berikut kenaikan tunjangan yang diusulkan DPR dan yang disetujui Kemenkeu:
1. Tunjangan kehormatan
a) Ketua badan/komisi: DPR mengusulkan Rp 11.150.000, hanya disetujui 6.690.000
b) Wakil ketua: dari DPR mengusulkan Rp 10.750.000, hanya disetujui Rp 6.460.000
c) Anggota: DPR mengusulkan Rp 9.300.000, hanya disetujui Rp 5.580.000
2. Tunjangan komunikasi intensif
a) Ketua badan/komisi: DPR mengusulkan Rp 18.710.000, hanya disetujui Rp 16.468.000
b) Wakil ketua: DPR mengusulkan Rp 18.192.000, hanya disetujui Rp 16.009.000
c) Anggota: DPR mengusulkan Rp 17.675.000, hanya disetujui Rp 15.554.000
3. Tunjangan peningkatan fungsi pengawasan
a) Ketua komisi/badan: DPR mengusulkan Rp 7.000.000, hanya disetujui Rp 5.250.000
b) Wakil ketua komisi/badan: DPR mengusulkan Rp 6.000.000, hanya disetujui Rp 4.500.000
c) Anggota: DPR mengusulkan Rp 5.000.000, hanya disetujui Rp 3.750.000
4. Bantuan Langganan listrik dan telepon:
DPR mengusulkan Rp 11.000.000, hanya disetujui Rp 7.700.000
(Ron/Rmn)