Kasus Suap APBD, LPSK Sarankan DPRD Sumut Kooperatif

Meskipun pengembalian uang yang diduga hasil gratifikasi APBD itu, dapat berimplikasi hukum pada diri anggota DPRD tersebut.

oleh Liputan6 diperbarui 10 Okt 2015, 18:49 WIB
Diterbitkan 10 Okt 2015, 18:49 WIB
lpsk
LPSK menyatakan siap memberikan perlindungan terhadap terduga korban pelecehan seksual Gubernur Riau (Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyambut baik itikad baik sejumlah anggota DPRD Sumatera Utara (Sumut), yang mengembalikan sejumlah uang diduga hasil gratifikasi kasus suap pengesahan APBD Sumut.

Langkah itu seharusnya dapat diikuti anggota DPRD Sumut lainnya yang juga diduga menerima gratifikasi serupa, sehingga memudahkan upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kasus tersebut.

"Kita apresiasi bagi mereka yang mau mengembalikan, sebelum nanti KPK menetapkan tersangka," ujar Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (10/10/2015).

Meski di sisi lain, menurut Semendawai, pengembalian uang diduga hasil gratifikasi itu dapat berimplikasi hukum pada diri anggota DPRD Sumut tersebut.

Semendawai mengungkapkan, pada Pasal 1 (2) Undang-undang (UU) No 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, diatur mengenai saksi pelaku.

Saksi pelaku di sini maksudnya tersangka, terdakwa, atau terpidana yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana dalam kasus yang sama.

"Mereka (Anggota DPRD Sumut) yang kooperatif dan membantu KPK dalam mengungkapkan kasus dugaan suap pada pengesahan APBD Sumut, tentu akan berimplikasi pada status hukumnya," ujar dia.

Semendawai menjelaskan, anggota DPRD Sumut yang kooperatif tentu berpeluang untuk ditetapkan menjadi saksi pelaku yang bekerja sama.

Khusus kepada saksi pelaku yang bekerja sama ini, menurut Semendawai, ada hak-hak mereka yang diatur dalam Pasal 10A UU No 31 Tahun 2014. Di mana saksi pelaku dapat diberikan penanganan secara khusus dalam proses pemeriksaan dan penghargaan atas kesaksian yang diberikan.

"Penanganan secara khusus dimaksud berupa pemisahan tempat penahanan atau tempat menjalani pidana antara saksi pelaku dengan tersangka, terdakwa, dan/atau narapidana yang diungkap tindak pidananya," papar Semendawai.

Dikatakannya, dari kemudahan-kemudahan yang diatur dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban, pihaknya berharap anggota DPRD Sumut lain yang juga diduga menerima suap pengesahan APBD Sumut dapat kooperatif dan bekerja sama dengan KPK.

"Kan tidak harus menunggu KPK menetapkan tersangka. Jika turut menerima gratifikasi, langsung saja melapor ke KPK sehingga bisa menjadi pertimbangan menjadi saksi pelaku," ujar Semendawai.

Enam anggota DPRD Provinsi Sumut mengembalikan uang yang diduga merupakan suap terkait dengan pembahasan APBD Sumut ke KPK. Namun, belum semua anggota DPRD Sumut yang diduga menerima suap melakukan langkah serupa.

Menurut Direktur Penyelidikan KPK Herry Muryanto, baru ada enam orang anggota DPRD Sumut, masing-masing tiga orang dari periode 2004-2014, dan tiga orang lagi dari periode 2014-2019 yang mengembalikan uang ke KPK. Jumlah totalnya sekitar Rp 300 jutaan. (Dms/Sun)

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya