Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK)Â telah berdiri selama 7 tahun, sejak 8 Agustus 2008 lalu. Selama itu, lembaga tersebut telah menangani ribuan pemohon.
"Di tahun 2013 ada 1.560 jumlah pemohon, di mana 1.183 sudah ditangani dan diselesaikan. Pada 2014 ada 1.890 yang diselesaikan, dan pada tahun ini hingga Agustus ada 1.002 kasus dan baru separuhnya diselesaikan," ujar Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai saat membacakan laporan singkatnya di Jakarta, Selasa (15/9/2015).
Dari banyaknya tugas yang harus diselesaikan, Haris menegaskan, masih kurang anggaran untuk menjangkau seluruh kasus. Minimnya dana operasional itu lantaran anggaran yang ada telah dialokasikan untuk pembangunan gedung baru.
Advertisement
"Anggaran tahun ini sebenarnya mencapai Rp 140 miliar. Di mana Rp 89 miliar digunakan untuk pembangunan gedung baru, dan hanya sekitar Rp 60 miliar untuk operasional. Tahun depan yang disetujui hanya 90 miliar, padahal DPR mengizinkan sampai Rp 140 miliar," jelas dia.
Penentuan anggaran LPSK berada pada ranah Sekretariat Negara karena lembaga ini merupakan satuan kerjanya. Karena sebab itu, LPSK hanya mendapatkan Rp 90 miliar.
Jumlah anggaran itu dinilai tidak mencukupi mengingat pihaknya kini telah bekerja sama dengan Kejaksaan Agung, KPK, yang merekomendasikan saksi untuk dilindungi.
"Karena itu kita minta support pemerintah dan DPR untuk menambah anggaran," lanjut Haris.
Menurut dia, penambahan anggaran untuk meningkatkan kualitas hidup korban kejahatan. Hal ini sejalan dengan mandat pemerintah kepada LPSK dalam memberikan layanan perlindungan dan bantuan terhadap saksi dan bantuan korban tindak pidana.
Bantuan yang diberikan tak hanya medis dan psikologis, tetapi juga psikososial. Jenis ini mencakup bantuan pemenuhan sandang, pangan, papan, serta bantuan memperoleh pekerjaan dan bantuan kelangsungan pendidikan.
"Bantuan psikososial diberikan dengan maksud agar korban dapat kembali menjalankan fungsi sosialnya secara wajar," tandas Abdul.
Kemenko PMK BantuÂ
Wakil Ketua LPSK Hasto Atmodjo menegaskan, tanggung jawab instansinya bertambah seiring revisi UU LPSK yaitu UU No. 31/2014 tentang perubahan UU No. 13/2006.
"Karena sudah diamanatkan di UU 31 tahun 2014, untuk penguatan kelembagaan, sekarang kita meminta dukungan yang lebih memadai. Di mana salah satunya mengajak Menko PMK bekerja sama. Itu upaya kita lakukan untuk membantu saksi dan korban," tegas Hasto.
Menjawab tantangan itu, Sekretaris Menko PMK Sugihartatmo yang hadir dan mewakili Menteri Puan menegaskan, LPSK memang sulit memberikan pelayanan masyarakat jika dilakukan secara mandiri.
"Pelayanan masyarakat yang dilakukan LPSK memang secara mandiri. Tentu nanti apa yang harus dipenuhi oleh LPSK, nanti akan disampaikan Menko PMK (Puan Maharani) kepada menteri di bawahnya. Intinya bagaimana fungsi terpadu untuk kehadiran dan pelayanan masyarakatnya berjalan," pungkas Sugihartatmo.
LPSK Daerah
Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai menyatakan, banyak Gubernur meminta LPSKÂ hadir di daerah. Permintaan ini disampaikan gubernur setelah pihaknya berkunjung ke 5 daerah.
"Hampir semua Gubernur minta adanya LPSK perwakilan. Seperti Gubernur Kaltim, Gubernur NTT, kemudian Gubernur Yogyakarta, Sri Sultan dia menghendaki LPSK perwakilan hadir. Gubernur Sumut, Plt. Gubernur Riau, serta lainnya," tegas Haris.
Ada alasan daerah meminta LPSK untuk mendirikan perwakilannya di daerah. Salah satunya, banyak korban atau saksi yang masih enggan melaporkan kasusnya kep da para penegak hukum lantaran dilanda ketakutan.
"Kenapa banyak yang menghendaki, karena banyak yang memberikan laporan kepada pemerintah, tapi takut kepada penegak hukum. Mereka menghendaki agar ada LPSK perwakilan," pungkas Haris. (Ali/Sun)