Sentuhan Pertama Presiden dan Suku Anak Dalam

Dengan berjongkok di bawah pohon kelapa sawit, Jokowi terlihat serius mendengarkan cerita Suku Anak Dalam.

oleh Bangun Santoso diperbarui 01 Nov 2015, 00:07 WIB
Diterbitkan 01 Nov 2015, 00:07 WIB
20151030-Jokowi-Suku Anak Dalam-Jambi
Presiden Jokowi saat menemui Suku Anak Dalam di Jambi, Jumat (30/10/2015). (Tim Komunikasi Presiden)

Liputan6.com, Jakarta - Jumat 30 Oktober 2015 boleh jadi akan menjadi hari bersejarah bagi Suku Anak Dalam atau Orang Rimba di Jambi. Sebab, hari itu Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengunjungi kampung mereka di Desa Bukit Suban, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, Jambi.

Keinginan Jokowi untuk bertemu dengan warga Suku Anak Dalam sudah terdengar sejak Kepala Negara masih berada di Amerika Serikat dan berniat untuk mempersingkat lawatannya agar bisa mengunjungi lokasi kabut asap di Sumatera dan Kalimantan.

Jokowi mengaku amat ingin bertemu langsung Suku Anak Dalam di Jambi. Sebab, dari informasi dan berita yang dibacanya, Suku Anak Dalam sedang dalam kondisi kesulitan, baik secara kesehatan, makanan, hingga permukiman.

"Saya mau ketemu langsung dengan Suku Anak Dalam, karena sudah beberapa kali saya baca mereka ada kesulitan-kesulitan, baik makanan maupun permukiman," ujar Jokowi dalam keterangan tertulis dari Tim Komunikasi Presiden Sukardi Rinakit, Jumat (30/10/2015).

Jokowi dan Ibu Negara Iriana bersama rombongan berangkat dari Bandar Udara Sultan Thaha Syarifuddin Jambi dengan menumpang helikopter Superpuma didampingi 2 helikopter Bell dan tiba di lapangan di desa tersebut sekitar pukul 15.30 WIB.

Tidak menunggu lama, Jokowi langsung menuju 15 rumah Suku Anak Dalam yang dulu dibangun pemerintah. Menurut Jokowi, masih banyak kekurangan dari rumah mereka, misalnya tidak ada sumur.

Presiden Joko Widodo  bersama Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani membagikan Kartu Indonesia Sehat (KIS) kepada warga Suku Anak Dalam (Orang Rimba) saat melakukan kunjungan ke Desa Bukit Suban, Air Hitam, Jambi, Jumat (30/10/2015).

"Tapi sebentar lagi sudah akan kita buat sumurnya, terus listrik. Dulu listrik sudah ada tapi tidak bisa bayar jadi diputus PLN," kata Presiden.

Jokowi juga mengatakan, Pemerintah harus memberikan perhatian kepada mereka. Karena lingkungan yang telah lama mereka tinggali sudah berubah menjadi lahan sawit.

"Ini yang perlu dikelola lagi, sehingga mereka mempunyai rumah tetap, tidak nomaden. Lalu sumber pendapatan mereka harus dipikirkan, pendidikan juga harus ada yang mengajar anak-anak Suku Anak Dalam," tegas Jokowi.

Dialog Sambil Berjongkok

Tidak sekadar berkunjung, presiden juga menyempatkan diri melakukan dialog dengan para tetua suku dan pemangku adat. Dengan berjongkok di bawah pohon kelapa sawit, Jokowi terlihat serius mendengarkan cerita Suku Anak Dalam.

Presiden juga bertemu dan bersalaman dengan keluarga Suku Anak Dalam yang tinggal di bawah tenda plastik. Ini jelas kesempatan langka, karena tak setiap saat seseorang bisa bertatap muka dan bersentuhan dengan seorang presiden.

Pada kesempatan itu pula kepada mereka ditawarkan untuk tinggal menetap dan tak lagi berpindah-pindah seperti kebiasaan Suku Anak Dalam selama ini. Mereka pun bersedia, tapi dengan syarat rumah itu memiliki jarak yang cukup jauh dari permukiman warga dan memiliki lahan pertanian.

"Sudah nanti disiapkan, Bu Menhut sudah nyiapkan, Pak Bupati, Pak Gubernur. Nanti yang mengenai rumahnya diurus Mensos," kata Jokowi.

Orang Rimba atau Suku Anak Dalam. (Antara)

Presiden memang tak bisa berlama-lama di Sarolangun, namun kehadiran mantan Gubernur DKI Jakarta itu di Bukit Suban menjadi catatan tersendiri. Ini kali pertama Presiden RI mengunjungi Suku Anak Dalam di permukiman mereka.

"Ini sejarah, Pak Jokowi adalah Presiden pertama yang datang ke Suku Anak Dalam," ujar Bupati Sarolangun Cek Endra di Jambi, Jumat lalu.

Cek berharap kedatangan orang nomor 1 Indonesia di Suku Anak Dalam bisa berdampak positif. Kehidupan komunitas suku yang tinggal di pedalaman hutan Jambi itu bisa lebih baik lagi.

Jokowi mengatakan pihaknya sangat memberikan perhatian serius terhadap kehidupan suku terasing di Indonesia, termasuk Suku Anak Dalam atau Orang Rimba Jambi. "Semua adalah rakyat kita, semuanya, tidak hanya yang di Jakarta saja," kata Kepala Negara.

Mengungsi dan Tersesat

Kebakaran hutan dan lahan yang memunculkan kabut asap di langit Sumatera memang membuat hidup warga Suku Anak Dalam tak lagi nyaman. Apalagi mereka tidak tinggal di rumah atau ruang tertutup, sehingga sangat mudah terpapar asap.

Salah satu akibatnya, belasan anggota Suku Anak Dalam yang biasanya tinggal di Hutan Bukit 12 Provinsi Jambi, tersesat di Kota Pekanbaru, Riau. Warga suku ini mengungsi dari tempat tinggalnya karena tak tahan dengan asap yang makin pekat.

Adanya pengungsi dari Jambi ini diketahui setelah petugas Satuan Lalu Lintas Polresta Pekanbaru memberhentikan beberapa sepeda motor yang tak menggunakan atribut lalu lintas. Satu motor ditumpangi oleh 6 hingga 7 orang.

"Sepeda motornya melintas di Jalan Jenderal Sudirman, persisnya di Pos Gurindam di bawah flyover persimpangan Jalan Nangka dan Sudirman," kata Bripka Dendi Sandra Syarif, Polantas Polrestas Pekanbaru, Minggu 18 Oktober malam.

Saat dihentikan, Dendi mengaku terkejut karena pengendara tak berhelm dan menggunakan nomor polisi itu mengaku dari Suku Anak Dalam Jambi. "Mereka bilang kalau mengungsi ke Riau akibat asap. Sekarang mereka mau kembali ke Jambi," ujar dia.

Dendi menjelaskan, Suku Anak Dalam itu terlihat cukup repot karena satu motor ditumpangi 6 hingga 7 penumpang di mana terdiri dari 3 dewasa dan lainnya bayi serta anak-anak.

Warga Suku Anak Dalam tersesat di Pekanbaru (M Syukur/Liputan6.com)

"Selain itu, di setiap motor mereka membawa karung besar. Mereka mengaku karung itu berisi baju selama mereka mengungsi," ujar Dendi.

Kasat Lantas Polresta Pekanbaru Kompol Zulanda mengaku sudah memerintahkan anggotanya untuk memberi petunjuk jalan ke warga suku tersebut.

"Mereka mengaku mau kembali lagi ke Jambi melalui Jalur Lintas Timur. Tapi tersesat ke arah Sumatera Barat, kemudian bingung untuk mencari jalan pulang ke Jambi," kata Zulanda.

Puluhan Terserang ISPA

Wajar jika banyak di antara mereka berusaha mengungsi keluar dari kawasan hutan yang mereka diami karena dampak asap sudah tak tertahankan. Berdasarkan hasil pemeriksaan, ada 40 orang Suku Anak Dalam yang menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).

Manajer Komunikasi Komunitas Konservasi Indonesi (KKI) Warsi, Rudi Syaf menyatakan Suku Anak Dalam menjadi warga paling rentan terdampak kabut asap. Mengingat, rumah yang biasa ditempati mereka tidak sama seperti rumah warga biasanya. Rumah mereka hanya terbuat dari terpal dan berfungsi sebagai pelindung dari hujan.

"Akibatnya, cukup banyak warga Rimba yang terganggu kesehatannya akibat kabut asap," ujar Rudi di Jambi, Kamis 29 Oktober 2015.

Faktor lain yang menyebabkan Suku Anak Dalam rentan akan asap adalah kehidupannya yang nomaden. Apabila warga biasa memilih berdiam diri di rumah agar tidak terkena asap, mereka justru bergerak ke mana-mana ketika ada asap.

Hasil survei KKI Warsi tahun 2004 menyatakan, jumlah keseluruhan warga Suku Anak Dalam di Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) ada 1.542 jiwa. Mereka menempati hutan yang kemudian dinyatakan kawasan TNBD, terletak di perbatasan empat kabupaten, yaitu Batanghari, Tebo, Merangin, dan Sarolangun.

Orang Rimba atau Suku Anak Dalam. (kkiwarsi.wordpress.com)

Hingga tahun 2006, paling sedikit terdapat 59 kelompok kecil Suku Anak Dalam. Beberapa ada yang mulai hidup dan menyatukan diri dengan kehidupan desa sekitarnya. Namun sebagian besar masih tinggal di hutan dan menerapkan hukum adat sebagaimana nenek moyang dahulu.

Selain di TNBD, kelompok-kelompok Suku Anak Dalam juga tersebar di 3 wilayah lain. Populasi terbesar terdapat di Bayung Lencir, Sumatera Selatan, sekitar 8.000 orang.

Mereka hidup pada sepanjang aliran anak-anak sungai keempat (lebih kecil dari sungai tersier), seperti anak Sungai Bayung Lencir, Sungai Lilin, dan Sungai Bahar. Ada juga yang hidup di Kabupaten Sarolangun, sepanjang anak Sungai Limun, Batang Asai, Merangin, Tabir, Pelepak, dan Kembang Bungo, jumlahnya sekitar 1.200 orang. Kelompok lainnya menempati Taman Nasional Bukit Tigapuluh, sekitar 500 orang.

Populasi Terus Berkurang

Dari data terakhir, areal hutan terus menyempit di Provinsi Jambi, sehingga populasi Suku Anak Dalam juga terus menurun. Menyempitnya hutan sebagai 'rumah' bagi mereka lantaran maraknya perambahan dan alih fungsi hutan menjadi perkebunan.

Menurut KKI Warsi Jambi, selain karena habitat yang menyempit, penurunan populasi Suku Anak Dalam juga disebabkan ketersediaan sumber makanan dan lahan di hutan yang semakin menipis bahkan tidak ada sama sekali.

Bocah Suku Anak Dalam atau Orang Rimba. (v2.garudamagazine.com)

Manajer Program Pemberdayaan Masyarakat KKI Warsi, Robert Aritonang menyebutkan, dari hasil sensus pada tahun 2014 lalu, populasi Suku Anak Dalam hanya menyisakan 3.850 jiwa yang tersebar di beberapa kawasan taman nasional yang ada di Provinsi Jambi.

Dari data KKI Warsi, antara akhir Desember 2014 hingga akhir Februari 2015, tercatat sedikitnya ada 11 jiwa warga Suku Anak Dalam Jambi meninggal dunia. "Kebanyakan yang meninggal itu masih anak-anak," kata Robert di Jambi, Sabtu 7 Maret 2015.

Menurut dia, meninggalnya warga Suku Anak Dalam diduga akibat kekurangan ketersediaan sumber makanan dan air di hutan tempat mereka tinggal.

Mudah-mudahan saja 'sentuhan' pribadi Presiden bisa membuat kehidupan Suku Anak Dalam bisa menjadi lebih baik. Tentu yang pertama bisa dilakukan pemerintah untuk mengurangi penderitaan mereka adalah dengan memastikan bahwa kabut asap akan segera berlalu dari langit Jambi. (Ado/Ron)

Tag Terkait

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya