Menhan: Gelar Pengadilan di Belanda, Bentuk Penjajahan Gaya Baru

Sejumlah aktivis hak asasi manusia dan akademisi menggagas pembentukan pengadilan rakyat peristiwa 1965 di Den Haag, Belanda.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 10 Nov 2015, 17:04 WIB
Diterbitkan 10 Nov 2015, 17:04 WIB
20150921-Mentri-Pertahanan-Ryamizard-Ryacudu
Mentri Pertahanan Ryamizard Ryacudu memberikan keterangan pers saat menghadiri rapat kerja dengan Komisi I DPR RI di Kompllek Parlemen Jakarta, Senin (21/9/2015). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah aktivis hak asasi manusia dan akademisi menggagas pembentukan pengadilan rakyat peristiwa 1965. Rencananya, pengadilan itu akan diadakan di Den Haag, Belanda, pada 11-13 November 2015.

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyayangkan pengadilan itu dilakukan di Belanda. Dia pun merasa seakan Negeri Kincir Angin itu tidak pernah melanggar HAM.

"Kalau di Belanda ya tidak usahlah, Belanda juga banyak yang melakukan pelanggaran HAM," ujar Ryamizard di TMP Kalibata, Jakarta, Selasa (11/10/2015).

Dia pun meminta agar tragedi 1965 itu tidak perlu mencuat lagi di permukaan, sehingga menimbulkan perdebatan lagi.

"Kita tidak usah menyalah-nyalahkan. Kalau dulu, kalau dulu tidak ada pembrontakan tidak akan ada masalah ini, tidak akan ada masalah HAM. Jadi yang duluan memulai, ya yang melanggar HAM. Kan jelas begitu saja. Kita tidak perlu mengungkit-ungkit itu mundur, kita harus jalan ke depan," tegas Ryamizard.


Menurut dia, tragedi pelanggaran HAM itu seharusnya dijadikan pelajaran, agar tidak terjadi lagi. "Itu pelajaran, tidak boleh lagi begitu. Ke depan apa yang harus dilakukan, jangan sampai dijajah lagi," ujar dia.

Seharusnya, kata dia, jika ingin membentuk pengadilan rakyat kasus 1965 tak perlu ke Belanda. Sebab, sama saja Indonesia tidak berdaulat dan dapat dikatakan sebagai bentuk penjajahan baru.

"Kan kita berdaulat, kalau kita tak berdaulat ya dijajah. Apa yang republik ini mau, negara lain tak boleh ikut campur, itu kan berdaulat. Tapi kalau kita ikut-ikut itu tidak berdaulat. Itu termasuk dijajah dengan gaya baru," pungkas Ryamizard.

Sebelumnya, International People’s Tribunal on 1965 crimes against humanity in Indonesia (IPT 1965) diadakan untuk membuktikan terjadinya genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang selama ini tidak pernah diakui oleh negara.

Proses persiapan pembentukan IPT 1965, sudah dalam tahap pengumpulan bukti di 13 daerah, mewawancarai saksi-saksi, pengumpulan dokumen hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tentang 1965, termasuk hasil riset sejumlah peneliti dari sejumlah universitas di luar dan di dalam negeri. (Nil/Sun)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya