Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat tidak peduli dengan latar belakang Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru. Yang penting, Pimpinan KPK mampu membawa Indonesia bebas korupsi.
Hal ini yang terungkap dari hasil survei Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait pandangan masyarakat terhadap keberadaan KPK dalam pemberantasan korupsi.
Hasil survei tersebut mengungkap Pimpinan KPK tak harus dari Kejaksaan ataupun Kepolisian.
Koodinator Divisi Riset ICW, Firdaus Ilyas, mengatakan mayoritas responden menyatakan pimpinan tidak perlu dari Kejaksaan. Ada 73 persen dari 1.500 responden di 5 kota besar di Indonesia yang menyatakan hal itu.
"Masyarakat yang mengatakan perlu dari unsur Kejaksaan sebanyak 26,4 persen dan tidak tahu sebesar 0,6 persen," ujar Firdaus di kantornya, Jakarta, Kamis (27/11/2015).
Sementara yang menyatakan Pimpinan KPK tidak perlu berlatar belakang Kepolisian sebanyak 79,4 persen. "Sedangkan hanya 19,9 persen masyarakat yang mengatakan perlu dari unsur Kepolisian dan hanya 0,7 persen mengatakan tidak tahu," tutur Firdaus.
Baca Juga
Survei yang diadakan dari 26 Oktober sampai 20 November 2015 dengan margin error dari 2-3 persen tersebut, juga menyimpulkan proses seleksi Pimpinan KPK tidak perlu lagi dari DPR.
"Sebanyak 47,7 persen masyarakat mengatakan tidak perlu melalui DPR. Yang mengatakan perlu sebesar 41,7 persen. Dan yang mengatakan tidak tahu sebesar 10,5 persen," jelas Firdaus.
Peneliti ICW, Donald Faris, mengatakan survei ini bisa menjadi refleksi buat DPR yang menunda proses seleksi pimpinan komisi antirasuah itu.
"Ini harusnya menjadi refleksi terhadap apa yang terjadi pada proses seleksi Pimpinan KPK di Komisi III DPR RI," tutur Donald.
Sebelumnya, Rapat Pleno Komisi III, Rabu 26 November 2015, memutuskan penundaan pengambilan keputusan calon pimpinan KPK. Rapat tersebut nantinya akan memutuskan apakah pembahasan Capim KPK dilanjutkan atau dikembalikan pada Senin pekan depan.
Meski demikian, Ketua Komisi III DPR RI, Aziz Syamsudin enggan mengungkapkannya. Sebab, rapat internal berlangsung tertutup. Politikus Golkar itu mengatakan fraksi-fraksi meminta waktu kembali untuk melakukan riset dan analisis serta kajian hukum. (Bob/Yus)