Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo marah melihat perkembangan kasus pencatutan namanya. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie menilai, kemarahan itu sebagai peringatan keras terhadap Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
"Iya, itu bentuk warning pada MKD. Tapi memang MKD memiliki kemandiriannya sendiri dengan keputusannya. Kita tidak bisa mendikte‎," kata Jimly di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (8/12/2015).
‎Jimly menuturkan masalah ini sebagai pertaruhan bangsa. Menurut dia, seharusnya penyelesaian masalah catut nama Presiden ini tidak melalui jalur politik, melainkan ranah hukum.
Meski begitu, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) ini meminta agar Presiden Jokowi dan publik bersabar menanti keputusan MKD. Keseriusan MKD dapat terlihat dari keputusannya.
"Khusus untuk Setya Novanto ini, kita tunggu keputusan internal MKD. Ini kan baru memeriksa, belum memutuskan. Jadi tunggu dulu. Karena bisa saja diputuskan dibentuk panel berarti serius MKD," tandas Jimly.
Sebelumnya, dengan raut muka serius, Jokowi meminta agar tidak ada pihak mana pun yang mempermainkan lembaga negara untuk kepentingan pribadi.
Baca Juga
"Proses yang berjalan di MKD harus dihormati, tapi tidak boleh yang namanya lembaga negara dipermainkan. Lembaga negara itu bisa kepresidenan, bisa lembaga negara yang lain," ucap Jokowi saat memberikan keterangan pers di Istana Merdeka, Jakarta, Senin 7 Desember kemarin.
Jokowi juga mengaku tidak mempermasalahkan diejek dengan kata-kata negatif. Bahkan, ia menyebut tidak masalah disebut sebagai presiden keras kepala, seperti yang disebut dalam rekaman yang menjadi barang bukti kasus 'Papa Minta Saham' itu.
‎Menteri ESDM Sudirman Said pada Senin, 16 November 2015 melaporkan Ketua DPR Setya Novanto ke MKD DPR atas dugaan pelanggaran etika. Sudirman melaporkan lantaran Setya diduga mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden terkait perpanjan‎gan kontrak karya PT Freeport Indonesia.
MKD sebelumnya telah melakukan 2 kali sidang terbuka dengan menghadirkan Sudirman Said dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.‎ Sementara pada Senin 7 Desember 2015, sidang yang menghadirkan Setya Novanto berlangsung secara tertutup. (*)