Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (Ditjen Hubdat) akhirnya secara tegas melarang pengoperasian ojek online ataupun layanan kendaraan online sejenis lainnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Liputan6.com, larangan operasi tersebut karena tak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) dan peraturan perundang-undangan turunannya.
Apalagi sejak tahun 2011 hingga kini marak beroperasi layanan kendaraan berbasis aplikasi online seperti Uber Taksi, Go-Jek, Go-Box, Grab Taksi, Grab Car, Blu-Jek, Lady-Jek.
Menurut pihak Ditjen Hubdat, dasar hukum penyelenggaraan angkutan orang dan angkutan barang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan.
"(Serta) Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum, dan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 69 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Angkutan Barang," tulis Ditjen Hubdat Kemenhub dalam keterangan yang diterima Liputan6.com, Kamis (17/12/2015) malam.
Namun, imbuh pihak Ditjen Hubdar, aturan itu justru berbalik dengan fakta yang terjadi. Layanan transportasi online sudah ada di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Bali dan kota-kota besar lainnya dengan jumlah driver atau pengendaranya sudah mencapai sekitar 20.000.
Ojek online bahkan bukan hanya menyediakan jasa transportasi antarorang. Namun juga pengiriman paket dan pemesanan makanan. Kemudahan pemesanan dan murahnya tarif pada masa promo sekitar 35 persen dari angkutan umum, ini dinilai dapat menimbulkan gesekan dengan moda transportasi lain.
Baca Juga
Pihak Ditjen Hubdat menambahkan, banyaknya masalah yang timbul sesama ojek, Go-Jek, Grabbike dengan moda transportasi lain yang menyangkut masalah kesenjangan pendapatan, keamanan dan keselamatan masyarakat berlalu lintas. Dengan terkoordinasinya Go-Jek atau Grabbike berarti menyalahi aturan lalu lintas dalam pemanfaatan sepeda motor.
"(Apalagi) Sepeda motor dan kendaraan pribadi yang dijadikan alat transportasi angkutan umum sampai saat ini belum dilakukan penindakan secara tegas oleh aparat penegak hukum," imbuh Ditjen Huibdat.
Ditjen Hubdat mengakui, pemerintah memang mendorong penggunaan teknologi, informasi, dan komunikasi dalam rangka mendukung pelayanan angkutan umum. Hanya saja, penggunaan teknologi, informasi dan komunikasi dalam rangka mendukung pelayanan angkutan umum harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
"Sebagai usaha yang bergerak di bidang aplikasi harus tunduk kepada undang-undang di bidang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE), serta peraturan pelaksanaannya. Namun pada saat sebagai usaha pengangkutan harus tunduk kepada UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta peraturan pelaksanaannya," papar Ditjen Hubdat.
Apalagi, menurut Ditjen Hubdat, pemerintah berkewajiban menyediakan transportasi umum yang mudah, aman, nyaman, selamat, murah serta berkeadilan.
Advertisement
Simak juga berita tentang bentrok antarormas di Lapas Kerobokan Bali.