Liputan6.com, Jakarta - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly mengeluarkan Surat Keputusan (SK) dengan mencabut pengesahan kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) versi Muktamar Surabaya di bawah kepemimpinan Romahurmuziy atau Romy. Dengan demikian, Romy mengaku menerima SK Menkumham dan menyatakan bukan lagi sebagai ketua umum‎.
SK Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-01 .AH.11.01 tahun 2016 tanggal 7 Januari 2016 tentang pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.HH-07.AH.11.01 tahun 2014, tanggal 28 Oktober 2014 tentang Pengesahan Perubahan Susunan Kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan yang merupakan pelaksanaan Putusan Kasasi Tata Usaha Negara 504 K/TUN/2015 tanggal 20 Oktober 2015.
"Pada hari ini kami hadir atas nama DPP PPP hasil Muktamar VII PPP yang dilaksanakan tanggal 3-6 Juli 2011 di Bandung menerima SK Menkumham. Setelah berlakunya keputusan ini, maka susunan kepengurusan sebagaimana tercantum pada Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor: M.HH-20.AH.11.01 Tahun 2012 tentang Pengesahan Perubahan Susunan Personalia DPP PPP tidak berlaku lagi," kata Romy melalui siaran persnya di Jakarta, Jumat (8/1/2016).
Baca Juga
Romy mengatakan, dengan dibatalkan kepengurusan PPP hasil Muktamar Surabaya maka partai berlambang Kabah itu kembali ke kepengurusan Muktamar VII PPP tanggal 3-6 Juli 2011 di Bandung dengan Ketua Umum Suryadharma Ali, Sekjen Romahurmuziy, dan Wakil Ketua Umum Lukman Hakim Saifuddin.
Advertisement
Dia menuturkan, sehubungan posisi berhalangan dalam menjalankan tugasnya pada diri Ketua Umum yang sedang menjalani proses hukum, maka sesuai ketentuan pasal 8 ayat (2) Anggaran rumah Tangga PPP, partai dipimpin wakil ketua umum.
"Wakil ketua umum bertugas membantu ketua umum dalam memimpin DPP PPP, serta mewakili ketua umum apabila ketua umum berhalangan dalam menjalankan tugasnya seluruh tugas dan wewenangnya untuk sementara dijalankan oleh wakil ketua umum hingga dilakukannya mekanisme lebih lanjut di DPP PPP," ungkap Romy.
‎
‎Romy menambahkan, Dewan Pimpinan Wilayah (DPW), Dewan Pimpinan Daerah (DPD), DPC, PAC, hingga tingkat ranting PPP juga kembali kepada kepengurusan sebelum dilaksanakannya Muktamar VIII PPP 5-17 Oktober 2014 di Surabaya.Â
Romy menjelaskan, dengan tidak diakuinya kepengurusan tersebut ia menyambut baik keinginan sesepuh PPP yang menginginkan adanya islah antara dualisme partai, yaitu antara pihaknya dengan kubu Djan Faridz selaku ketua umum versi Muktamar Jakarta.‎
"Sehubungan belum adanya Muktamar VIII yang digelar pada tahun 2015 (yang disahkan Menkumham), kami menyambut baik seruan para sesepuh PPP, ormas-ormas pendiri PPP, dan Mahkamah Partai DPP PPP, untuk menjadikan keputusan hari ini sebagai momentum islah atau rekonsiliasi menyeluruh dengan mengakhiri seluruh konflik," beber Romy.
Dia juga mengatakan, sehubungan telah berlalunya 2015, kubunya akan segera menggelar mekanisme yang diperlukan bersama seluruh pihak terkait di DPP PPP.
"Sebagai insan di negara hukum, kami menyatakan tunduk dan patuh atas tindakan hukum yang dilakukan Menteri Hukum dan HAM pada hari ini, dengan tetap menghormati, dan tanpa sedikitpun mengurangi, upaya hukum luar biasa yang tengah dilakukan DPP PPP hasil kepengurusan Muktamar VIII PPP tanggal 15-17 Oktober 2014 di Surabaya," Romy menandaskan.