Liputan6.com, Jakarta - Mira Puspita tak henti-hentinya bersyukur. Dia adalah salah satu pengunjung Starbucks Coffe yang berhasil selamat dari teror bom yang mengguncang Jakarta, Kamis, 14 Januari kemarin. Sebelum bom pertama meledak di gerai Starbucks Menara Cakrawala itu, Mira sempat melihat pelaku.
Perempuan 21 tahun itu menuturkan pada hari nahas itu dia tengah berada di dalam Starbucks bersama 3 rekannya yang bekerja di PT Pasifik Cipta Mandiri. Mereka berada di tempat itu untuk melakukan pertemuan dengan sekitar 20 klien perusahaannya. Pertemuan dimulai sekitar pukul 09.00 WIB saat kliennya sudah berdatangan.
"Tidak hanya saya, rekan, dan klien, tapi karena space-nya yang luas ada pula pengunjung lain di dalam," ujar Mira.
Tepat di kursi belakang dia duduk, kata Mira, ada dua pria tinggi tegap berbadan besar.
Baca Juga
Baca Juga
Dari cara berbicaranya, gadis yang fasih berbahasa Inggris ini memprediksi mereka adalah keturunan Belanda dan Kanada. Dua warga negara asing itu terlihat tengah melakukan pertemuan dengan dua orang lainnya, warga negara Indonesia.
Saat atasannya memimpin pertemuan, Mira diperintahkan untuk mengawasi setiap pengunjung kafe yang datang untuk melihat klien perusahaannya yang datang terlambat.
"Atasan saya minta mengawasi siapa saja yang datang. Siapa tahu di antara mereka adalah klien kami yang datangnya telat," ucap karyawati yang bekerja di bidang produk antivirus perangkat komputer ini.
Satu per satu pengunjung yang datang ke Starbucks dia perhatikan. Sekitar pukul 09.30 WIB, dia melihat seorang pria berkaus hitam, mengenakan topi, dan ransel merah berukuran besar. Tanpa melihat kanan dan kiri atau ke keramaian kafe, pria tersebut masuk ke dalam toilet yang berada di belakang meja dapur atau penyajian kopi.
Beberapa menit kemudian, ujar Mira, pria tersebut ke luar toilet dan langsung meninggalkan kafe. Awalnya Mira tidak memedulikannya. Ia lanjut melihat ke pintu masuk kafe untuk memantau klien perusahaannya.
Namun, gadis berkerudung ini melihat kembali pria dengan ciri-ciri yang sama masuk kembali ke dalam kafe. "Lalu masuk ke toilet lagi, ke luar lagi. Dia enggak pesan kopi, enggak nengok ke kanan kiri, begitu saja. Pelayan yang biasanya ada di pintu atau yang mondar-mandir pun tidak negur mau cari apa atau ke mana. Dia bebas keluar masuk," tutur Mira saat ditemui di rumahnya, di Tangerang, Jumat (15/1/2016).
Advertisement
Aktivitas pertemuan pun tetap berjalan. Suasana kafe tetap seperti biasa ditemani alunan musik pelan pelengkap teman minum kopi. Mira tetap berada di bangkunya, tiba-tiba, "duaarrrr!!!" Ledakan terdengar dari balik meja saji yang diyakini berasal dari toilet.
Seketika suasana hening, alunan musik bergenre jazz tidak lagi terdengar. Mira merasakan telinganya berdenging, kepalanya pening, dan pandangannya sesaat kabur. Dia melihat di hadapannya, Sari, seorang rekan kerjanya, sudah mengalami luka di dahinya. Darah terus mengucur dari pelipis rekan kerjanya itu.
Jilbab dan Alis Kiri Terbakar
Mira mencoba bangkit, tapi ada tangan seorang pengunjung lain memaksanya untuk kembali duduk. Ternyata kerudung merah mudanya terbakar. Seorang pria yang juga pengunjung kafe mencoba memadamkan api di kerudungnya yang mulai menjalar ke atas kepalanya.
Di tengah kepanikan, terdengar seperti suara menghitung detik alat peledak yang biasa dia lihat di film-film aksi dari arah ledakan. Mira menengok ke belakang, mencari sumber suara. Namun, malah pemandangan nahas yang dia lihat.
"Dua bule di belakang aku sudah terkapar. Kondisinya luka bakar parah. Saya enggak tahu mereka masih hidup atau bagaimana. Mungkin posisiku bisa selamat salah satunya karena terhalang sama badan mereka," ujar Mira.
Suara penghitung detik semakin terdengar, diiringi teriakan histeris pengunjung. Mira bangkit dan membopong rekan kerjanya yang terluka parah. Ia mendorong rekannya ke luar untuk menuju Hotel Sari Pan Pacific yang jaraknya tak jauh dari Starbucks.
"Saya enggak berani nengok ke belakang lagi, fokus jalan ke depan cari tempat perlindungan," kata Mira. Di dalam hotel Mira mendapat pertolongan pertama. Selain kaki kanannya terluka, alis sebelah kirinya sedikit terbakar dan kepalanya pusing.
Lalu seorang polisi melihat blazer oranyenya kotor akibat bercak yang diduga berasal dari pecahan bom. "Bercak hitam di semua blazer bagian belakang. Pas aku cium ternyata kayak bau bensin dan minyak," ujar dia.
Saat kondisinya membaik, dia memutuskan pulang dengan diantar sopir perusahaannya. Kekacauan akibat teror Jakarta baru dia lihat di televisi setelah tiba di rumah. Mira tidak menyangka menjadi korban teror yang merenggut nyawa 7 orang itu. Dia pun tak menyangka pria misterius yang mondar-mandir di dalam Starbucks adalah teroris.
"Ini! Saya lihat dia, dia orangnya yang bolak-balik toilet bawa tas besar," teriak Mira saat melihat tersangka pengeboman di televisi.
Mira tiba di rumah orangtuanya di Kota Tangerang sekitar pukul 21.00 WIB dengan jalan tertatih. Sang ibu yang melihatnya datang langsung menangis. Suis (50) sudah menunggu putrinya sejak teror bom itu ramai diberitakan.
Mira sungguh tak menduga dan merasa beruntung selamat dari peristiwa mengerikan itu. Sebab, pelaku meletakkan bom hanya pada jarak sekitar 5-10 meter darinya.**
Advertisement