Manipulasi Data Pekerjaan Sedikit tapi Tidak Rugikan Orang Lain, Dosa atau Tidak? Simak Kata Buya Yahya

Menurut Pengasuh LPD Al Bahjah ini, manipulasi data dalam bentuk kebohongan sudah cukup untuk dinilai sebagai dosa, meski transaksi yang dihasilkan dari kebohongan itu tidak merugikan pihak lain secara langsung.

oleh Liputan6.com Diperbarui 25 Apr 2025, 22:30 WIB
Diterbitkan 25 Apr 2025, 22:30 WIB
Buya Yahya
Buya Yahya. (Foto: Tangkapan Layar YouTube Al-Bahjah TV)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Fenomena manipulasi data dalam dunia kerja, terutama di sektor pemasaran, menjadi pertanyaan serius di kalangan umat Islam. Banyak yang bertanya-tanya, apakah praktik ini termasuk dalam kategori dosa besar atau masih bisa ditoleransi jika tidak merugikan pihak lain?

Pertanyaan ini muncul dari seorang wanita yang bekerja sebagai marketing perumahan. Dalam pekerjaannya, ia mengaku sering memanipulasi data untuk memudahkan proses bagi konsumennya. Meski konsumennya merasa puas, ia ragu terhadap kehalalan tindakannya.

Dalam ceramah yang menjawab pertanyaan tersebut, pendakwah KH Yahya Zainul Ma’arif, yang akrab disapa Buya Yahya, memberikan penjelasan mendalam seputar hukum berbohong dan dampaknya terhadap keimanan serta transaksi yang dilakukan.

Buya Yahya menjelaskan bahwa kebiasaan manipulasi data, bila mengandung unsur kebohongan, merupakan perbuatan yang bertentangan dengan sifat orang-orang beriman. “Berbohong itu bukan kebiasaan orang yang beriman,” ujarnya dengan tegas.

Menurut Pengasuh LPD Al Bahjah ini, manipulasi data dalam bentuk kebohongan sudah cukup untuk dinilai sebagai dosa, meski transaksi yang dihasilkan dari kebohongan itu tidak merugikan pihak lain secara langsung.

Buya Yahya menyampaikan bahwa manipulasi tidak boleh dianggap remeh karena berbohong adalah dosa besar di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Ia menambahkan, jika kebohongan tersebut menyebabkan kerugian bagi pihak lain, maka dosa pelakunya bertambah. Dosa pertama adalah karena berbohong, dan dosa kedua karena merugikan pihak yang dibohongi.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Bagaimana jika Tak Merugikan Orang Lain?

trik manipulasi emosional
ilustrasi tindakan manipulasi ©Ilustrasi dibuat AI... Selengkapnya

Buya Yahya mengingatkan bahwa walau seseorang merasa tidak merugikan siapa pun, namun dosa tetap melekat karena perbuatan dusta itu sendiri. Dosa tidak bisa dianggap ringan hanya karena tidak ada yang merasa dirugikan secara langsung.

“Kalau perusahaan dirugikan, maka dosanya kepada perusahaan. Tapi kalau tidak ada yang dirugikan, tetap saja berdosa karena berbohong,” jelasnya, dikutip dari tayangan video di YT @albahjah-tv, Kamis (24/04/2025).

Buya Yahya juga mengkritisi anggapan bahwa bohong bisa menjadi jalan keluar untuk memudahkan transaksi. Menurutnya, mempermudah proses tidak boleh ditempuh dengan jalan yang melanggar syariat.

Ia menekankan bahwa dosa berbohong tidak bisa dianggap sepele. “Dosa kok cuma? Bagaimana bisa ada ‘cuma’ dalam dosa?” tanyanya retoris, menekankan bahwa semua dosa akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah.

Manipulasi, menurut Buya Yahya, sering kali menjadi pintu bagi kebiasaan dusta. Jika dilakukan terus-menerus, seseorang bisa kehilangan sensitivitas terhadap kebenaran dan kebaikan.

Ia mengingatkan bahwa menjaga kejujuran dalam pekerjaan adalah bagian dari keimanan. Islam mengajarkan bahwa rezeki yang diberkahi datang dari usaha yang jujur dan transparan.

“Na’udzubillah, jangan sampai karena ingin cari dunia, kita berbohong ke sana ke mari,” kata Buya Yahya memperingatkan.

Jadikan Jujur sebagai Identitas Diri

Ilustrasi jujur, mengungkap kebenaran
Ilustrasi jujur, mengungkap kebenaran. (Photo by Freepik)... Selengkapnya

Bagi seorang Muslim, kejujuran adalah bagian dari identitas diri. Tanpa kejujuran, pekerjaan sebaik apapun bisa kehilangan nilai ibadahnya di sisi Allah.

Buya Yahya juga menekankan bahwa niat baik membantu konsumen tidak bisa membenarkan cara yang salah. Kebaikan tidak bisa lahir dari kebohongan.

Ia menyarankan agar setiap Muslim, khususnya yang bekerja di bidang marketing, selalu mengedepankan etika dan kejujuran. Keberhasilan transaksi harus dilandasi oleh kejujuran, bukan manipulasi.

Dalam Islam, keberkahan lebih utama dari sekadar keuntungan. Rezeki yang sedikit tapi halal dan diberkahi jauh lebih baik daripada yang banyak namun tercemar dosa.

Buya Yahya juga mengingatkan bahwa setiap manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas ucapan dan perbuatannya, termasuk dalam aktivitas profesional.

Menutup penjelasannya, Buya Yahya mengajak umat Islam untuk kembali menjadikan nilai-nilai kejujuran sebagai fondasi utama dalam kehidupan, baik di rumah, masyarakat, maupun dalam dunia kerja.

Dengan menjauhi kebohongan, umat Islam tidak hanya menjaga integritas pribadi, tetapi juga membangun masyarakat yang adil dan diberkahi.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Produksi Liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya